Kamis, 20 November 202209.32
Naura: Ta
Naura: Aku minta maaf soal yang tadi di kelas10.31
Naura: Kamu hari ini nggak balik ke kelas, Ta?
Naura:Tugas sejarahnya udah aku kumpulin
12.01
Naura: Kamu marah ya, Ta?
Naura: Maaf ....Aku menghela napas begitu menyaksikan bahwa layar ponselku tidak menunjukkan tanda-tanda balasan dari Prita. Kuletakkan benda tersebut di atas meja sementara kepalaku telungkup di sisinya.
Setelah perdebatanku dengan Prita tadi pagi, siang ini gadis itu benar-benar tidak masuk ke kelas. Awalnya, kupikir Prita hanya akan keluar sebentar untuk menenangkan diri. Namun, sepertinya dia pulang lagi ke rumah. Kalau begini, aku benar-benar merasa bersalah. Ditambah, kelas yang awalnya biasa-biasa saja sekarang jadi berisik, membahas masalah pertengkaranku dengan Prita tadi. Mereka memang tidak mengatakannya di depan wajahku, sih. Tapi, sejujurnya aku mendengar semua desisan itu.
"Kalau aku jadi Prita sih aku juga nggak akan mau masuk kelas."
"Hush! Jangan kenceng-kenceng!"
"Biarin aja. Biar dia denger sekalian."
"Ya, namanya juga keceplosan. Mungkin, dia udah kesel banget kali. Kan kamu tahu sendiri Prita kalo ngomong kayak gimana."
"Tapi, jujur. Kali ini aku dukung Prita, sih. Walaupun dia emang ngeselin."
"Aneh kamu, ya? Bisa-bisanya dukung Prita."
"Naura nggak bilang apa-apa, lho! Dia cuma bilang Prita nurunin sifat egoisnya dari orang tua. Toh, kenyataannya emang dia egois, kan?"
"Menurut Prita, itu aib. Sama aja kayak misal nih ayah kamu kena kasus korupsi. Terus, kamu dibilang 'Oh, pantes ya kamu ini selalu gercep kalo soal uang. Ayah kamu koruptor, sih.' Apa nggak kesel disindir kayak gitu?"
Itu menjadi kalimat terakhir yang kudengar sebab kini aku memutuskan untuk berdiri dan pergi keluar kelas. Sempat kulirik kursi Prita yang kini ditempati Sena. Memang, usai perdebatan dengan Prita tadi, anak itu memilih untuk menjauh dari kursiku setelah mengatakan bahwa dia kecewa terhadapku. Begitu bel masuk berbunyi, Sena langsung memindahkan tasnya dan duduk di kursi sebelah Gilang tanpa mengatakan apa pun. Kurasa dia benar-benar kecewa. Tapi, apa ini sepenuhnya salahku? Apa aku benar-benar keterlaluan terhadap Prita?
Aku mendudukan bokong di bangku selasar depan kelas yang langsung menghadap ke lapangan. Beberapa siswa berlalu-lalang dari kantin dengan berbagai makanan ringan dalam genggaman. Mataku tertuju pada anak kelas sepuluh yang kini mulai memasuki alun-alun sekolah dengan mengenakan pakaian olahraga. Meski bel masuk belum berbunyi, tetapi mereka sudah menyiapkan diri untuk pelajaran di luar kelas yang paling ditunggu-tunggu.
Selagi asyik merenung, bangku di sebelahku tiba-tiba berkeret. Aku menoleh dan terkejut begitu mendapati Gilang yang memposisikan diri dengan ruang setengah meter dari tempatku. Tidak ada vokal apa pun yang dikeluarkan si cowok jenius. Sorot legam itu pun tidak tertuju padaku, melainkan ke arah tulisan iklan Good Day di lapangan.
Aku mengikuti arah pandangnya. "Kenapa kamu di sini?"
"Kenapa aku nggak boleh di sini?" balas si cowok jenius, membuatku menghela napas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI) ✔️
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...