2 ✿ Yang Ceria atau Kalem?

750 122 23
                                    



Perkumpulan tadi siang sedikit membuahkan hasil. Kami memilih soal puisi yang akan dibawakan untuk pengambilan nilai Bahasa Indonesia nanti. Awalnya, Prita memilih puisi-puisi yang bertemakan politik. Gilang tentu mendebatnya dengan mengatakan bahwa baiknya kami memilih puisi yang biasa-biasa saja. Meski dibalas Prita dengan 'bawain musikalisasi puisi dengan tema politik nggak akan membuat kita dipenjara', tetapi tetap saja Gilang menolak. Kami pun sampai pada kesimpulan untuk memilih puisi Sapardi Djoko Damono yang berjudul Hatiku Selembar Daun.

Kami juga tadi sempat berdebat soal tempat latihan, tetapi debat itu sama sekali tidak membuahkan hasil. Jadi, aku pun tidak bisa melakukan apa-apa selain berada di rumah dan menunggu informasi dari mereka.


🌸 🌸 🌸


"Serius, dia tidur?"

"Hm."

"Mau dibangunin sekarang, nggak?"

"Bangunin aja."

Tubuhku menggeliat saat alam bawah sadarku menangkap beberapa suara laki-laki dan perempuan. Namun, mataku belum sepenuhnya terbuka sebab masih menahan kantuk akibat terlalu lama menunggu kabar di atas kasur.

"Ta, sana kamu bangunin!"

"Aku?"

Aku menggeser kaki hingga ke pinggir kasur dengan tangan yang menepuk pipi saat kurasa ada nyamuk yang menempel. Tak lupa, suara 'nyam nyam' juga keluar dari bibirku tatkala mataku masih terpejam.

"Barbar banget tidurnya," celetuk sebuah suara yang kurasa mirip Gilang.

"Nyam nyam." Aku mengecap sambil menggaruk rambut dengan tangan kanan. Rasa-rasanya aku seperti merasakan ketombe.

"Apa dia lagi ngigau, ya?" Kini, di telinga kiriku muncul suara lain yang lebih mirip Sena. Kurasa aku benar-benar mengigau sampai suara Mama jadi berubah-ubah gini.

"Atau halu?" tanya suara lain dari telinga kananku yang kini terdengar mirip Prita.

Aku menguap sambil merenggangkan tubuh, memaksa mataku untuk terbuka. Sepertinya sudah kelewat lama aku tertidur sampai tidak menyadari bahwa suara Mama sudah berubah-ubah. Gara-gara suara-suara tadi, aku jadi melihat tiga bayangan manusia di atas kepalaku yang mirip dengan Sena, Gilang, dan—

"Nau?"

—Nau.

"...."

"...."

"...."

"...."

Tunggu. Kenapa aku mimpi melihat wajah Sena, Gilang, dan Prita di hadapanku, ya?

"Kayaknya emang halu," komentar Prita yang sukses membuatku sadar kalau yang ada di hadapanku ini memang mereka.

"HUA!"

Aku sontak bangun dan duduk tegap saat sadar bahwa ketiga manusia aneh ini sedang berada di kamarku. Mataku langsung berserobok dengan netra legam Gilang yang memandangku tanpa ekspresi. Di kiriku, Sena sedang nyengir dengan polosnya, seolah dia tidak baru saja memasuki kamar seorang gadis tanpa izin! Menoleh ke kanan, aku menemukan sosok Prita dengan kunciran miring yang disematkan di kepalanya sedang memindaiku dari kepala hingga ujung kaki, membuatku sadar kalau saat ini aku memakai piyama tidur biru dan celana boxer merah yang sama sekali tidak matching. Jadi, buru-buru aku mengambil selimut dan menutupi seluruh tubuh.

Dalam diam, aku balas menatap Prita dari kepala hingga ujung kaki.

Cih.

Prita tidak sadar ya kalau penampilan dia juga sama anehnya? Dengan jaket kuning mentereng, kaos pink cerah, celana chino krem, tas selempang yang kepanjangan ....

Accismus (VERSI REVISI) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang