Dialog antara aku dan Gilang kemarin seakan menjadi penutup perjumpaan kami sebab hari ini cowok jenius itu tidak masuk. Aku tidak ingin bersuuzan dengan menganggap Gilang akan langsung pindah hari ini juga dan tidak mengucap apa pun lagi kepadaku. Tapi, fakta lapangan seakan berkata sebaliknya. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Gilang hari ini, bahkan hingga pukul sembilan pagi.Seolah mendukungku untuk galau tingkat lanjut, Prita juga masih belum menampakkan batang hidungnya atau pun belum membalas pesan dariku. Hanya Sena yang hari ini masuk sekolah. Tetapi, entah kenapa aku melihat ada aura yang sedikit berbeda darinya. Sena tidak ceria seperti biasa. Bahkan, dia datang ke sekolah dengan wajah sedikit pucat dan langsung mengambil posisi untuk tidur begitu sampai di kursi tanpa menyapaku. Sekarang, ketika waktu istirahat makan siang tiba, anak itu juga tidak pergi ke kantin dan memilih untuk terpejam.
Jujur, aku tidak ingin pusing juga memikirkan Sena yang mendadak tidak aktif. Tapi, begitu Selly melewati meja kami, dia menaruh atensi pada Sena yang sedang menelungkupkan kepala di atas meja dengan tampang yang sangat lesu.
Pandangan Selly beralih padaku. "Kenapa dia?"
Kujawab dengan kedikan bahu. "Nggak tau. Dari pagi udah begini."
Sebab penasaran, sang ketua kelas berjongkok di samping kursi Sena, menyejajarkan wajah dengan kepala si manis di atas meja. "Pucet banget, Nau." katanya memberi informasi, kemudian menempelkan telapak tangan di dahi Sena yang masih terpejam. "Panas, Nau."
Pernyataan barusan membuat mataku membola. Saat itu juga, aku sedikit berdiri dan menempelkan punggung tangan di kening Sena yang tidur dengan posisi membelakangiku. Benar saja, begitu kusentuh, suhu tubuh Sena memang sedang tinggi.
Aku dan Selly sempat saling pandang beberapa saat sebelum kembali fokus pada Sena.
"Sen. Sena," panggil Selly. "Sen, kamu lagi sakit, ya? Ke UKS aja, yuk!"
Kupikir, suara sang ketua kelas barusan tidak terdengar sebab cowok manis ini benar-benar tidak menggerakkan satu pun anggota tubuh sejak tadi kami bergantian menyentuh keningnya. Tapi, kali ini dia merespons dengan erangan kecil dan gelengan kepala.
Untuk beberapa saat, aku dan Selly kembali bersitatap, kemudian mengalihkan pandangan pada si manis.
"Sen, tapi badan kamu panas banget. Apa mau pulang aja sekalian? Aku bantu bilangin guru nanti."
Lagi-lagi gelengan yang sama diberi sebagai reaksi atas tawaran sang ketua.
Pandangan Selly kembali padaku. "Nau, gimana, dong?"
Namun, aku juga tidak tahu harus melakukan apa. Beberapa murid lain jadi memerhatikan kami yang sedang mengerubungi Sena dengan tatapan bertanya-tanya. Semua itu hanya kubalas dengan satu kata: sakit.
Sebab tak kunjung mengiakan tawaran Selly, perempuan itu pun bangkit dan berkata, "Aku ambilin obat demam dulu di UKS deh, Nau. Nanti sekalian aku beliin roti. Kayaknya Sena belum makan. Kamu tungguin Sena dulu, ya."
Suruhan itu kuterima. Aku mengangguk dan kembali duduk di posisi semula. Sebagian siswa yang melewati kursi kami sempat berhenti sejenak untuk melihat wajah pucat Sena. Beberapa menyuruhku untuk membawanya ke UKS. Tapi, aku berkata bahwa dia tidak mau pergi ke sana dengan alasan yang tidak bisa kujelaskan. Pada akhirnya, mereka kembali ke tempatnya masing-masing dan meningalkanku berdua dengan si manis.
Tangan kananku terangkat untuk kembali menyentuh dahi Sena yang ternyata masih panas. Tapi, begitu kusentuh dahinya, cowok ganteng ini malah mengubah posisi jadi menghadap mejaku, membuat mau tidak mau tanganku kini berada di pucuk kepalanya.
Aku memerhatikan garis muka Sena yang kini terlihat berbeda. Kulit putih si manis menjadi pucat dengan dua lingkaran hitam di bawah mata bulatnya. Tidak ada nada berisik yang keluar dari bibir anak ini. Bahkan, aku bisa merasakan embusan napas yang mengudara dari hidung Sena juga terasa panas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI) ✔️
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...