🥀 TRIGGER WARNING 🥀
Mentions of suicide and mental health issues
🥀
Selepas membaca semua pesan dari Sena, aku langsung meminta Papa untuk mengantarkanku ke rumah si manis. Mama bilang bahwa beliau juga ingin ikut, tetapi Papa melarang sebab akan memakan waktu lama jika harus membawa mobil. Alhasil, Mama diminta untuk menunggu kabar dari Papa dan nantinya langsung ke rumah sakit yang kami tuju.
Selama lima belas menit berada di atas motor, aku tak bisa untuk berhenti menangis. Papa sampai menyuruhku untuk tetap tenang selama perjalanan, tetapi aku tidak bisa. Bagaimana aku bisa tenang setelah membaca pesan-pesan yang dikirimkan Sena? Bagaimana aku bisa untuk berhenti menangis sementara aku tidak tahu apakah aku masih bisa melihat wajah anak itu atau tidak?
Sepuluh menit kulewati dengan sesegukan, kami akhirnya sampai di pekarangan rumah Sena setelah melewati gang buntu sepanjang dua puluh meter. Bau tidak sedap mulai menusuk hidungku. Menimbulkan sensasi sakit dan sesak di saat yang bersamaan. Pintu rumah ini tertutup. Dari ventilasi kamar Sena yang berada di depan, aku bisa melihat kepulan asap mengudara, diiringi dengan aroma obat nyamuk bakar yang begitu kentara.
Tubuhku kaku. Aku tidak sanggup untuk sekadar mengetuk pintu. Napasku sesak begitu aroma obat nyamuk menerobos masuk ke dalam hidungku, menginvasi seluruh ruang yang ada di dalam paru-paru hingga aku kesulitan bernapas dengan baik.
Papa baru turun dari motor dan langsung mengetuk pintu rumah si manis.
"Sen? Sena!"
Sadar bahwa pintu tersebut tidak bisa dibuka, maka Papa terpaksa mendobraknya dengan beberapa kali dorongan tubuh. Aku masih terdiam di tempat dengan pandangan tidak percaya mengarah pada kamar Sena yang penuh dengan asap. Air mata tak henti turun membasahi pipiku saat tak satu pun jawaban dari Sena terdengar. Napasku mulai pendek-pendek. Keringat dingin perlahan keluar dari pelipis dan telapak tanganku. Tidak ada hal apa pun yang terlintas di benakku untuk melakukan sesuatu. Aku benar-benar linglung dan hanya berdiam diri di teras, melihat Papa yang berupaya untuk membuka pintu yang terkunci.
"S-Sena ...."
Setelah beberapa kali gebrakan, pintu tersebut akhirnya terbuka. Papa langsung masuk ke dalam dan membuka kamar Sena. Beliau terbatuk-batuk hebat setelahnya sebab semua asap yang sejak tadi terperangkap di dalam kini keluar begitu saja.
"SENA!"
Panggilan Papa seakan tiada guna. Beliau langsung masuk ke kamar, coba untuk menerobos kepulan asap, akan tetapi, spontan keluar dengan mata memerah sambil terbatuk. Efek obat nyamuk bakar yang ada di dalam kamar si manis benar-benar menyesakkan. Bahkan, aku merasa pusing dan mual meski hanya mencium aroma itu dari jarak dua meter. Air mataku semakin bercucuran mengingat fakta bahwa Sena telah berada di sana sejak tadi. Aku tidak tahu seberapa lama Sena mengurung diri di kamar. Tapi, setidaknya aku tahu bahwa reaksi obat nyamuk yang terlampau banyak ini tidak akan bisa membuat siapa pun bertahan.
"Naura! Cepat panggil ambulans!"
Suara Papa menyadarkanku. Dengan gemetar, aku mengambil ponsel dan menekan panggilan darurat. Papa kambali masuk ke dalam setelah merasa asap yang berada di kamar tidak sampai mengganggu penglihatannya, sementara aku memutuskan untuk mundur perlahan hingga punggungku membentur dinding.
Panggilan diangkat. "Halo, dengan ambulans. Ada yang bisa kami bantu?"
Tidak ada reaksi yang bisa kuberi selain keheningan. Aku tidak sanggup menjawab sambungan itu begitu kulihat Papa menggendong Sena seperti seorang ayah yang menggendong anaknya saat sakit, kemudian meletakkannya di lantai teras, persis di hadapanku. Kulihat, beberapa kali Papa coba memastikan tanda-tanda kehidupan dari Sena dengan mencek napas dan mendengarkan degup jantung si manis dengan seksama. Setelah itu, beliau langsung memposisikan tubuh Sena menghadap kanan dengan posisi pemulihan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Accismus (VERSI REVISI) ✔️
Teen Fiction"Kotak pos belum diisi mari kita isi dengan isi-isian, siapa yang kena harus terima tantangan!" * Aku Naura, murid biasa-biasa saja yang menyukai Sena, teman sekelas super-famous dalam diam. Tapi karena sebuah permainan konyol yang menyuruhku menyeb...