7. Tetangga Tukang Ribut

45 9 0
                                    

.

.

"Halo Yang" sapa Gani di ponsel

"Babe, kamu pulang ngantor jam berapa nanti?"

"Ini sudah mau pulang, kenapa?"

"Hari ini, aku mulai ngajar private adiknya Amelia. Privatenya mulai jam 5 sore, mungkin sekitar jam 7 malam selesainya"

"Oh. Nanti kamu langsung pulang atau gimana?"

"Ngga kayaknya deh, Bang Deni minta anak-anak ngumpul ngomongin masalah demo"

"Umm... ya ok, berkabar aja ya, jangan malem-malem loh Yang"

"Ngga, paling telat jam 9-an aku udah di rumah kok"

"Ok, kamu take care ya. Love you.."

"Love you too, Babe"

Tepat jam 17.10, Gani tiba di unitnya, hari ini dia sengaja pulang lebih cepat dari kantor, karena harus menyusun draft replik dari persidangan kasus perdata klaim utang piutang dari sebuah perusahaan besar versus Bank ternama selaku investor.

Kasus ini sungguh rumit dan panjang, dan boss-nya di kantor mempercayakan Gani untuk membuat draft replik dari versinya untuk diserahkan dan diperiksa besok pagi. Untuk pertama kalinya dia mengemban tugas ini, dan ini sangat menguras pikirannya karena Gani tidak mau ada kesalahan agar hasil kerjanya dihargai juga menentukan jenjang kariernya di firma ini kelak.

Tidak ada hal lain yang dipikirkannya kecuali pekerjaan.

Sesampainya di rumah, dia segera mandi dan berganti pakaian. Sebelumnya Gani sengaja membeli kopi di gerai kopi dan menghangatkan schootel panggang yang dibeli di jalan tadi sebagai menu makan malam. Gani segera berkutat dengan laptopnya dan mengfokuskan pekerjaannya sambil menikmati makan malam.

Waktu berlalu cepat hingga tak terasa menunjukkan pukul 21.36, lalu terdengar lagi suara gaduh itu lagi, suara gaduh seperti alunan musik tahun 60-an, lalu suara orang tertawa dan mengetuk-ketuk tembok dinding. Dia yakin suara itu berasal dari tetangga sebelah—kamar 606. Biasanya hanya suara furniture yang diseret tapi kali ini ada suara tawa dan orang mengobrol keras.

Terdengar jelas dan mulai berisik sehingga berhasil membuyarkan konsentrasi Gani, menganggu susunan draft yang harus diketik selanjutnya.

Gani mulai gelisah dan sedikit geram. Lagipula ini sudah malam dan hampir larut, dimana sebagian orang-orang bersiap untuk tidur, tapi mereka dengan seenaknya saja membuat keributan.

Apa tetangga di sekelilingku tidak terganggu oleh ulah mereka? Mengapa tidak ada yang protes? Hampir setiap malam mereka membuat suara bising.

Huh... tidak akan kubiarkan, sebaiknya mereka mendapatkan peringatan atau setidaknya pemberitahuan kalau ulah mereka telah menganggu kenyamanan tetanggaGani membatin

Gani beranjak dari kursinya, meraih cardigan dan menuju ke luar unit apartment, dia membiarkan pintu kamar unitnya terbuka. Dia menghentikan langkahnya di depan pintu kamar no. 606.

Astaga.. memang benar suara berisik itu berasal dari kamar ini.

Dia menekan bel, mengetuk pintu tapi tidak ada yang menjawab.

Lama.... dia terdiam berdiri menunggu selama 10 menit, sambil terus menekan bel berulang-ulang. Gani mulai kesal, akhirnya mengedor pintu dan membuka handle pintu mereka sekuat tenaga—ternyata pintunya tidak terkunci, dan pintu membuka....

Entah mengapa suara berisik yang tadi terdengar dari luar pintu sekarang menghilang, digantikan dengan suara hembusan angin lembut dan sangat hening. Dia menjulurkan kepalanya untuk melihat ke dalam, keadaan ruangan itu temaram, karena cahaya lampu dari luar jendela yang menyoroti ke dalam ruangan.

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang