30 - Nenek Yang Mengikuti

40 8 0
                                    

.

.

Walau kondisinya masih lemas, Math memandang jengkel pada Maminya yang sok mengatur—inilah yang Math tak sukai pada Maminya itu. Dia adalah wanita yang sangat dominan di keluarga, maklum nama besar Samudra Grup memang berasal dari keluarga ibunya.

Ayahnya—Richard Samudra pun tak bisa berbuat banyak jika istrinya menghendaki demikian. Math selaku putra lelaki di keluarga ini membenci sikap ayahnya yang menurutnya pengecut, hanya bisa bersembunyi di balik ketiak istri.

Gani sudah pulang—tentu saja dia pamit pulang karena siapa yang tak tahan jika terus menerus disindir dan ditatap dengan pandangan tak suka, seperti melihat seonggok sampah. Jika saja Math tidak selemas ini, dia sudah akan bangkit dan menyusul Gani.

Dirinya sedang sakit dan saat akan bangkit dari tidurnya, kepalanya terasa berat dan berkunang-kunang serta mual hebat melanda. Tingkah Math yang memaksakan diri justru semakin membuat Maminya memberi sindiran pedas dan terus saja menyalahkan Gani yang dianggap tak becus mengurus suaminya sendiri.

Hah... Math nyaris muntah mendengarnya, karena ia tahu bahwa itu hanyalah akal-akalan untuk terus mencari kesalahan Gani. Toh.. Maminya juga jarang mengurus suaminya. Richard bahkan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurusi bisnis, pergi ke luar kota atau ke luar negeri teratur. Bisa dibilang, sang kepala keluarga hanya tinggal di rumah sekitar 5 atau 6 hari saja dalam sebulan, selebihnya sosoknya selalu menghilang.

Math bahkan mencurigai bahwa Papinya itu mempunyai simpanan di luar sana, hubungan mereka sebagai ayah dan anak kurang dekat sejak awal, kini diperparah dengan diusirnya Math pasca memutuskan menikahi Gani. Praktisnya mereka semakin jarang berkomunikasi.

Padahal jika Richard mau, ia bisa saja menghubungi Math tanpa sepengetahuan istrinya, tapi dia tidak melakukannya dengan alasan ini sudah menjadi keputusan keluarga.

"Papi akan kesini sebentar lagi" ujar Ester tanpa merasa berdosa setelah menutup ponselnya

Math hanya mencibir, untuk apa mereka semua berkumpul setelah mengusir Gani. Math merasa semakin bersalah pada istrinya itu. Math berpikir sampai kapan keluarganya mau menolak Gani terus menerus bahkan Mami-nya seolah tak perduli dan tak menanyakan kondisi Gani yang sedang hamil. Bagaimanapun Gani mengandung garis keturunan mereka, Math sudah yakin jika merekapun tak akan mengakui calon bayi dalam kandungan Gani.

Ini membuatnya semakin geram

"Ci, tolong ponselku.." pinta Math pada kakaknya

"Mau telepon siapa? Si Gani?" delik Maminya curiga

Math mendengus dan menerima ponsel yang diberikan Gretha. Dia lantas mendial nomor Gani tapi Gani tak mengangkatnya hingga beberapa kali.

"Sudah Mami bilang, dari tadi juga tak diangkat. Memang sesibuk apa si Gani itu sampai sengaja ngga ngangkat telepon. Keterlaluan sekali—"

"Mi.. sudah.. Math pusing denger Mami ngomel terus dari tadi. Aku ini sedang sakit, please... beri aku ketenangan bisa ngga?" keluh Math, emosinya semakin membuat dia semakin lemas

"Iya tahu, anak Mami sayang lagi sakit. Makanya Mami urus Math disini, supir mau kemari ambil keperluan Mami untuk nginep. Kamu ngga perlu istrimu—ada Mami..." ucapnya lembut seolah berlagak jadi ibu yang baik.

"Gretha, coba telepon Pak Pono—udah nyampe mana? Mami ngga tahan pengen ganti baju" suruhnya pada putri sulungnya.

Gretha pun nasibnya sebelas duabelas dengan Math, hidupnya diatur oleh kedua orangtuanya ini. Gretha mempunyai sifat introvert dan pemalu, cenderung penurut. Dia pasrah saja ketika diharuskan menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya.

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang