40 - Kecelakaan Tak Disengaja

72 9 1
                                    


.

.

Lama sekali Gani dan Mayang menekan bell dan mengetuk pintu rumah David, sehingga nyaris kepikiran untuk menelepon polisi atau satpam agar dibukakan pintu. Baru saja, Gani menekan akan menekan tombol di ponselnya—pintu akhirnya dibukakan.

Gani melihat David dengan hanya menggenakan kimono yang tampak terburu-buru dikenakan karena bagian dadanya masih tak tertutup rapi, sangat jelas bahwa dia terpaksa bangun dengan wajah bantal dan rambut kusut.

"David, Math ada di dalam?" tanya Gani dengan wajah cemas sekaligus lega karena jika David terlihat baik-baik saja maka Gani berharap Math juga tak kenapa-kenapa.

"Oh.. Shit!" seloroh David dengan raut terkejut—matanya terlihat kaget. Dia baru sadar penuh ketika melihat Gani yang mendatangi rumahnya.

Sial.. Math bakal mati ini—runtuk David

Raut wajah Gani berubah heran, kala melihat reaksi David "Oh.. shit?" ulang Gani. "Kok kamu kayak ketakutan ngeliat aku dateng, Math ada di dalam kan?" tanya Gani sedikit mendesak

"Ga—Gani, So—sorry.. kamu ngga boleh masuk. Math—Math, dia.. errh..." jawab David gelagapan

Gani semakin keheranan, dia melihat David seolah menghalangi pintu masuk. Matanya memicing—ada yang tidak beres, dan bukan tanpa sebab Sarah malah menuntunnya kesini.

Perasaan Gani berubah menjadi penasaran tingkat tinggi.

Tanpa menghiraukan halangan David, ia memaksa masuk—dia segera mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan mencari dimana suaminya berada.

Sialan, Sarah kemana sih? Kenapa ia ngga tuntas menyelesaikan misinya? Kini malah Gani yang uring-uringan

David berusaha menyusul Gani, tapi tangannya keburu ditangkap oleh Mayang. "Biarin aja dia nyariin suaminya" sergah Mayang tersenyum "Kalau ngga ada apa-apa harusnya ngga perlu panik seperti ini toh?"

Rumah David terdiri dari lantai dua, lantai pertama dijadikan ruang tamu super besar dengan konsep serba terbuka, hingga terlihat jelas dimana letak dapur, ruang makan, dan kolam renang. Tidak ada pintu lain kecuali pintu menuju kamar mandi lantai 1, dan pintu menuju garasi.

Area kamar sepenuhnya diletakkan di lantai 2, Gani segera menaiki tangga sedikit terburu-buru, sampai ia tak sadar bahwa ia sedang hamil 7 bulan.

Dia melirik ke arah meja ruang entertainment yang terletak di lantai 2, gordennya belum dibuka masih dalam keadaan gelap, banyak gelas-gelas bekas minuman keras, dan dia melihat jaket Math tergeletak di sofa, dengan hati berdebar Gani masuk ke kamar yang sedikit terbuka pintunya.

Keadaan kamar itu sama gelapnya karena gorden belum terbuka—sedikit remang tapi ia masih mampu melihat jelas. Saat ia melangkahkan kaki masuk ke kamar, ia menginjak kain lalu memperhatikan kain-kain yang sebagian bertekstur licin dan berenda—setelah diperiksa itu adalah tebaran pakaian dan underwear perempuan dan lelaki.

Salah satu perempuan di atas ranjang tiba-tiba terbangun, dia menutup dada telanjangnya dengan selimut terdekat, seprai di ranjang tersebut tampak acak-acakan.

Gani melambaikan telunjuknya di depan wajahnya sebagai tanda agar perempuan itu diam, tidak bergerak. Gani menghela nafas guna menenangkan diri dari debaran jantungnya, namun logikanya masih berjalan, sehingga dia mengambil ponselnya dan mulai merekam.

Dia mengenai bentuk rambut Math yang tengah tertidur pulas, sembari memeluk perempuan lain yang sama-sama telanjang.

Gani mengerdikkan kepala pada perempuan yang sudah terbangun untuk membangunkan Math, usahanya tak lama berhasil. Dia bergerak dan mengerang karena merasa terganggu.

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang