33 - Kontradiksi

45 9 2
                                    

.

.

Rasanya lucu sekaligus menyedihkan, kala Gani memeriksakan kandungannya ke dokter kandungan dengan diantar oleh Mayang dan Fatih. Bahkan awalnya dokter itu menyangka bahwa Fatih itu adalah suami Gani dan Mayang adalah ibunya.

Gani memang meminta Ibu Mayang mengantarnya ke dokter dan Fatih bersikeras menemani mereka berdua. Gani meringis, ia tak habis pikir dengan semua perhatian yang Fatih berikan—seolah Gani adalah prioritas.

Fatih bahkan rela meninggalkan pertemuan penting hanya karena bersikeras menjemput wanita itu saat hujan deras dan area sekitar kantornya terkena dampak banjir lokal hingga tak ada satupun mobil online yang menerima orderannya.

Jangan tanya kalau masalah asupan makanan untuknya, selama mengenal dekat Fatih dan ibunya, Gani merasa kebutuhan makanan bergizi dipenuhi dengan baik. Jika Fatih ada waktu luang, dia sesekali mengajak makan siang atau mengantarkan bekal makanan yang jumlahnya banyak sehingga karyawan kantor Gani kecipratan untungnya.

Atau jika tidak sempat, maka Fatih akan menyuruh supirnya mengantar makanan atau hanya mengirim pesan 'gofood kamu udah di depan, ambil gih...'

Dia tipe pria act of service

Pak Reynold bahkan menyadari perhatian klien prestius-nya yang menurutnya agak lain dan beliau hanya tersenyum penuh arti.

Tanpa perlu diungkapkan seakan atasannya itu paham bahwa klien-nya menaruh hati pada karyawannya. Dia tak mau berurusan lebih jauh tentang kedekatan personal, yang jelas kinerja Gani selalu baik dan kliennya tidak kecewa.

Ya.. untungnya Pak Reynold orangnya profesional dan tidak pecicilan sehingga Gani sendiri selalu menaruh hormat dan respek pada atasannya.

"Bayinya sehat..." kata dokter ketika dia memperbesar volume suara USG yang membunyikan suara detak jantung bayi

Gani tersenyum haru, tak terkecuali Mayang dan Fatih yang ikut tersenyum lega

"Ibu Gani mau tahu jenis kelaminnya, ini jelas banget loh..." seloroh dokter itu

Awalnya Gani berniat ingin mengetahui jenis kelamin bayinya bersama Math, tapi harapannya itu seolah hancur—komunikasinya dengan Math semakin memburuk.

Bukan karena Math bersikap tak acuh dan tak perduli, ia berusaha keras meminta maaf dan meminta Gani untuk bekerja sama memperbaiki hubungan mereka, tapi Gani selalu menghindar.

Setelah dirawat selama seminggu di rumah sakit, Math diperbolehkan pulang dan kembali ke apartemen. Sebelumnya Gani menyuruh Sri untuk membereskan barang-barang Math dan dipindahkan ke ruang tidur tamu, ia enggan sekamar dengan suaminya itu. Gani lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor, pergi sangat pagi, pulang seterlambat mungkin.

Pernikahan mereka menjadi sangat dingin, Gani tak perduli lagi akan kegiatan Math—ia tak pernah menanyakan apa yang dilakukan suaminya itu.

"Iya Dok, jenis kelaminnya apa?" angguk Gani. Ia memutuskan untuk tahu tentang jenis kelamin bayinya tanpa Math.

"Laki-laki—bayinya laki-laki" jawab dokter

"Masha Allah, semoga kamu terus sehat ya Nak.. " tanggap Mayang senang.

Wanita setengah baya itu tersenyum dengan senyuman kebahagian penuh harapan terpancar layaknya seorang calon nenek yang ikut berbahagia menanti menyambut kelahiran cucunya.

Reaksi Mayang semakin membuat Gani merasa diterima dan diakui.

Haruskah Gani memutuskan semua ikatan dengan Math dan berpaling pada Fatih?

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang