29 - Persamaan dan Pertentangan

46 10 1
                                    

.

.

"Ibu benar-benar cemas kalau begini" keluh Ibu Mayang mengelus lengan Gani dengan raut was-was

"Itu yang Fatih khawatirkan, Bu.. Ini tidak seperti apa yang Indira sering rasakan. Tapi Gani mampu merasakan emosi dan derita yang dialami gadis itu" terang Fatih

"Kamu bilang tadi nama gadis itu Sarah?"

Gani mengangguk. Dia sudah menceritakan semua kejadian yang dialaminya saat dirinya pingsan dan merasakan bahwa lehernya seolah tercekik karena fakta baru yang dilihatnya di kilasan itu—gadis itu tewas karena dicekik oleh ayahnya sendiri. Yang Gani sangat ingat adalah bahwa pelaku pencekikan itu berseru marah dan mengatakan nama si gadis—Sarah.

Ganitra Sarah dan si hantu Sarah.

"Apakah karena namanya sama?" dahi Fatih mengerut, dia mencoba menarik kesimpulan, dirinya juga merasa bingung karena fakta itu tak masuk nalar.

"Selama ini aku sudah tak mengalami gangguan itu lagi, tapi saat kembali kesana semua terjadi lagi" ucap Gani mengigit bibirnya

"Kurasa disana pusatnya. Kamu hanya dihantui saat berada di gedung itu, bukan?"

Gani menggeleng "Dia pernah datang saat aku berada di toilet Club"

"Mungkin dia ngikut" seloroh Mayang, terus terang perkataan Mayang membuat Gani merinding. Masa iya, dia diikuti oleh mahkluk itu sedemikian rupa?

"Tapi Gani semasa di apartemen tak ada kejadian aneh, Bu. Jangan bikin Gani malah ketakutan" tukas Fatih

"Iya juga sih.. Ibu asal ucap. Astagfirullah.." Mayang menghela nafas "Sudah masuk waktu Ashar, kita shalat saja. Fatih jadi imam. Kamu bisa shalat, kan?" tanya Mayang pada Gani.

Shalat adalah ibadah yang lama sekali tak dia lakukan sebagai kewajiban seorang muslim, ayah ibunya bukan muslim yang taat. Melaksanakan syariat agama seolah bagi mereka menjadi bukan suatu keharusan.

"Maaf.. Gani lupa-lupa ingat"

"Tak apa, ikutin saja. Pelan-pelan.. Ayo kita wudhu, Nak. Bareng sama Ibu.." ajaknya tersenyum lembut tidak menghakimi

Mereka berada di ruangan yang berada di taman belakang, ruangan berupa mushola yang sejuk dan nyaman.

Disana Ibu menyuruh Gani untuk mengikuti gerakan wudhu yang dia lupa sama sekali tahapannya, Mayang dengan tersenyum keibuan memperlihatkan langkah demi langkah berwudhu, tak dipungkiri saat air mengucur dari keran dan membasuh anggota tubuhnya, dia merasakan kesegeran yang berbeda, seolah berwudhu membersihkan diri sebersih-bersihnya.

Bahkan Mayang membantunya mengenakan mukena, Fatih tersenyum melihat Gani mengenakan mukena—ia menjadi semakin cantik. Fatih telah menggenakan peci hitam di kepalanya, dan dia memperhatikan kesiapan kedua wanita yang menjadi makmum baginya.

Merekapun mulai shalat, jangan tanyakan bacaan apa saja yang diucapkan Gani. Gani hanya mengumamkan Al Fatihah sepanjang gerakan yang diikuti dengan meniru Mayang yang berada disampingnya. Hanya surat itu yang Gani hafal.

Saat Gani bersujud di atas sajadah, Gani mulai dikuasai emosi perasaan berdosa—sangat berdosa. Dia adalah pemeluk agama yang tak taat, rasa berdosanya mulai menguasainya sehingga dia menangis dan memohon ampunan pada Yang Maha Kuasa.

Disaat itu juga hatinya diliputi ketenangan dan memasrahkan diri. Sujud Gani sangat lama, lantas Mayang berbisik bahwa dia harus menyelesaikan shalatnya dengan duduk dan memberi salam. Gani ketinggalan sujud di rakat terakhir.

"Gimana? Kamu udah tenang?" tanya Mayang sambil mengelus bahu Gani

"Gani merasa banyak dosa, Bu.." ucap Gani dengan air mata deras membasahi pipi dan mukenanya.

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang