49 - Janji Pernikahan Kedua

239 11 4
                                    

.

.

"Sayang, awalnya aku memang ngga akan ceritain masalah Saskia, karena menurutku itu aib yang tidak ingin aku ingat-ingat lagi" kata Fatih, dia memperhatikan istri yang baru dinikahinya sedang menyisir rambutnya dan duduk di meja rias.

Gani melihat bayangan Fatih di pantulan cermin meja rias, suami yang baru dinikahinya itu duduk di ujung ranjang.

Acara resepsi berakhir saat sore menjelang, Gani dan Fatih telah membersihkan diri dari make up pengantin dan menempati kamar pengantin mereka yang terletak di rumah besar milik keluarga Ardiwangsa.

Fatih terlihat gusar dan tak dipungkiri dia masih jengkel atas ulah memalukan Saski. Apalagi banyak tamu penting yang hadir disana, bahkan Mayang sendiri sampai marah pada Fatih dan enggan berbicara padanya—seolah menyalahkan putranya karena tidak bisa mencegah Saski membuat keonaran. Kondisi ini membuat Fatih jadi serba salah dan cemas—overthinking jika Gani-pun ikut merasa kecewa.

Gani meletakkan sisir dan berjalan menghampiri Fatih, Gani tengah memakai kimono satin silk yang membalut lingerie nude yang sudah dikenakannya.

Suami barunya itu menunjukkan ekspresi keruh dan murung, seolah tak semangat menghadapi malam pertama mereka yang seharusnya diidam-idamkan sejak lama.

Dia berdiri di depan Fatih membuat Fatih mendonggakkan kepalanya memandang Gani

"Aku ngerti, Bang. Sudah aku bilang beberapa kali, aku tidak mempermasalahkan apapun masa lalu kamu. Yang ada didepanku sekarang adalah Fatih Ardiwangsa yang telah menjadi suamiku. Setiap orang punya masa lalu, baik yang buruk atau baik sekalipun. Kamu gusar karena Ibu marah sama kamu kan? Jadinya kamu begini?"

"Hm.." gumam Fatih mengangguk singkat

"Ya. Ibu sebenarnya ngga marah sama kamu. Tapi marah sama keadaan—tapi tidak ada yang bisa disalahkannya sehingga dia menargetkan Abang buat jadi pelampiasan—maklumi saja, beri waktu buat Ibu. Nanti juga biasa lagi. Abang tahu sendiri kan, gimana Ibu berusaha keras mengadakan resepsi yang sempurna dan mengesankan demi kita—tapi ekspetasi Ibu menjadi kacau karena ulah perempuan itu. Kamu yang sabar ya, jangan dengerin kata-kata orang lain yang menjelekkan kita—mereka hanya cari bahan untuk digunjingkan"

"Kamu ngga kecewa sama aku?"

"Kenapa aku mesti kecewa sama kamu?"

"Karena aku takut persepsi sama pandangan kamu jadi lain sama aku"

"Maksudnya?"

Fatih menghela nafas "Kamu mengenal aku sebagai lelaki yang mampu menahan diri dari nafsu—"

"Bang... Kalau kamu bisa mengendalikan nafsu—kita di masa itu ngga akan ciuman, Bang. Bahkan kamu mungkin enggan nyentuh aku tapi kamu hanya manusia normal yang berusaha menjaga batasan agar ngga kebablasan. Aku masih selalu menghargai dan menghormati kamu karena prinsip itu. Kini, justru aku semakin kagum sama kamu, karena kamu berusaha keras untuk tidak mengulang kesalahan yang sama—dengan menghindari seks sebelum menikah" potong Gani

"Vulgar banget ngomongnya.." decak Fatih

"Lah iya kan.. Kita waktu itu nyaris berhubungan intim kalau kamu ngga nyegah. Padahal aku udah horny banget tau—" kekeh Gani

"Astaga, Gani—" Fatih ikut terkekeh

"Aku ngga udah malu-malu lagi dan jaga image. Kita udah suami istri sekarang—sudah halal..." ucap Gani menundukkan badannya dan memegang dagu Fatih agar pandangan mereka sejajar "Mau ngomong se-mesum apapun sudah bebas. Kamu pengen tahu seliar apa aku?" tantang Gani

Fatih menyeringai, darahnya berdesir tergoda

Gani mengecup pelan bibir Fatih lalu berdiri dan mundur dua langkah, dia membuka kaitan tali kimono-nya seduktif dan mengerling genit menggoda, bibirnya yang sensual sengaja digigit sendiri.

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang