36 - Provokasi

54 8 0
                                    

.

.

Fatih sedang berdiri di tengah lapang dan berbicara dengan salah satu kepala proyek sambil memegang kertas yang berisikan blueprint bangunan, dia menginstruksikan beberapa alat berat yang akan digunakan untuk mulai menggarap lahan ini.

Dia menoleh kala mendengar keributan dari arah gerbang masuk proyek yang hanya terbuat dari pintu seng. Pintu itu tentu saja sangat mudah ditembus oleh beberapa orang yang berusaha merangsek masuk ke dalam kawasan proyek.

Raut wajah kepala mandor terlihat menegang kala melihat bahwa sekitar 15 orang mencoba menerobos sambil membawa aneka senjata, ada yang membawa bilah kayu, pipa besi bahkan ada yang membawa parang.

"Pak Dede, lakukan rencana kita" titah Fatih

"Tapi Pak Fatih—saya khawatir.." wajahnya tampak cemas

"Sudahlah. Mereka tak akan bisa membunuh saya. Pak Dede lakukan saja sesuai rencana" Fatih menganggukkan kepalanya kepada Kepala Mandor—meyakinkan.

Kepala Mandor segera meraih ponselnya dan menelepon seseorang

Fatih menghela nafas dalam-dalam sebelum ia berbalik menghadap para warga yang menjadi provokator penghalang proyek. Mereka semua menatap Fatih dengan tatapan sangar dan seolah siap mencabut nyawa seseorang, mereka siap tempur melakukan aksi anarki jika sang pemimpin memerintah

Abah Oned maju paling depan, dengan wajah ganas dia berhadapan dengan Fatih "Ini apa maksudnya, Pak? Kita belum sepakat dan belum setuju akan pembangunan ini?!" tanya Abah Oned dengan lantang dengan lagak petantang-petenteng.

Fatih memang menandai bahwa orang ini memang boang kerok utamanya, dia sudah mengecek latar belakang pria ini sebagai residivis yang kerap berurusan dengan kriminal.

"Surat Izin Membangun sudah keluar, Pak. Dan mediasi terakhir dengan pihak Bapak sudah disetujui oleh Kepala Warga. Jika ada pertanyaan atau protes silahkan Bapak menemui Pak Darmaji selaku perwakilan warga" terang Fatih setenang mungkin

"Halah.. Darmaji taik. Dia tidak pernah bicara dengan kami para warga asli sini. Saya tak terima jika Bapak memulai Pembangunan ini"

"Pak Oned, kami sudah mengantongi izin resmi jika Bapak tetap menghalangi maka akan dianggap menganggu jalannya proyek dan Bapak bisa kami polisikan"

"Jadi mentang-mentang Lo orang kaya lantas seenaknya menindas kami?!!" teriak Abah Oned berusaha untuk mendapat dukungan orang-orangnya, mereka serta merta berteriak dan mencemooh Fatih dengan sumpah serapah

Suasana semakin panas, Abah Oned terus membantah semua penjelasan Fatih—mereka memang sudah tidak berhak meminta jatah lahan atau ganti rugi lebih banyak karena sebagian yang menjadi provokator hanya mengantongi Sertifikat Hak Guna, bukan Sertifikat Hak Milik dan usia SHGB itu sudah berakhir dalam kurun waktu 25 tahun. Jadi secara hukum mereka tak berhak lagi memiliki hak tinggal di apartemen yang lama—apapun alasannya.

Mereka hanya ormas yang berusaha mendapatkan hak secara paksa dengan metode kekerasan, Fatih sudah hafal dengan cara berpikir mereka dan Fatih sudah tahu persis siapa biang kerok yang selalu saja menjadi duri yang menusuk.

Abah Oned merasa gelap mata dan teriknya matahari di langit Jakarta menambah panas suasana, tanpa pikir panjang dia mengeluarkan golok yang disembunyikan di balik kemejanya. Bagaimanapun Pembangunan ini harus dihentikan, jika tidak maka dosa masa lalunya akan terkuak.

Awalnya dia mengeluarkan golok itu hanya sekedar ancaman agar Fatih merasa ketakutan dan gentar menghadapi kekeraskepalaan mereka, tapi orang-orang dibelakang Abah malah meneriakinya bahkan ada yang memprovokasi agar Fatih dibunuh saja supaya tidak banyak omong

BENANG MERAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang