CHAPTER 2

72 13 30
                                    

Jika mengejar dunia itu tidak penting, lebih baik kejarlah akhirat dengan ilmu. Tapi jika ingin mengejar dua-duanya maka harus dengan ilmu.”

**

Setelah selesai mengaji, niat hari ini memang pulang terlebih dahulu untuk tidak membuat ibu nya khawatir. Khanza berpamitan kepada yang lain, mereka pun mengangguk setuju pada Khanza. Sebenarnya Khanza di paksa dengan yang lain untuk tidak pulang harus menetap di sini. Namun karena Khanza orang nya tak betah di tempat selain rumah nya sendiri dan ia harus pulang pergi ke pondok pesantren dengan syarat datang tepat waktu.

“Kamu kenapa nggak mau tetap di sini? Aku yakin kamu pasti mau ‘kan?” bujuk Zara dan Vina menarik lengan Khanza. “Aku ‘kan suruh bantu ibu, dan aku anak perempuan satu-satunya, aku nggak mau ibu nanggung sendiri. Jadi alasan aku nggak tetap di kobong, ya gini.”

“Heum, iya udah deh. Aku nggak bisa maksa kamu, tapi nanti malam ngaji kan?” tanya Vina. Khanza pun mengangguk kepala nya. “Kalo aku nggak ngaji, coretan aku numpuk, dong. Cukup tugas sekolah aja yang numpuk, di kobong jangan.”

“Betul banget,” sahut Vina dan Farhah bersama.

“Kamu hati-hati ya, kalau sampai rumah kabari aja ke aku. Tapi ‘kan handphone ku ada di rumah, memang tak jelas aku nih. Tapi kalo ada orang yang jahat in kamu hajar aja anu nya,” ajaran dari Vina patut di contoh namun jangan di tiru.
“Assalamualaikum.”

**

Selama di perjalanan menuju rumah nya, tiba-tiba sebuah motor berwarna hitam supra mendekati Khanza. Khanza mengetahui itu motor milik siapa. Motor itu milik ustadz Yusuf, ustadz Yusuf ini tidak tinggal di kobong namun di rumah. Pria itu sekarang sibuk untuk menyelesaikan seleksi kuliah nya.

“Bareng aja, yuk?” ajak ustadz Yusuf.
Khanza mengabaikan nya, ia bahkan belum dan tidak pernah merasakan di bonceng berdua oleh seorang cowok yang bukan mahram dan bukan saudara nya. Jadi Khanza merasa risih bila ada seorang cowok yang bukan saudara nya mengajak pulang bersama.

“Maaf, ustadz. Khanza tidak mau jadi timbul fitnah. Karena kalau naik motor berdua saja bisa di sebut ketiga nya setan. Jadi aku nggak mau setan malah menggoda kita untuk berbuat negatif,” jelas Khanza. Ustadz Yusuf tersenyum
mendengar ucapan dari seorang wanita cantik yang ia kagumi. Pikiran nya sangat jauh sekali bukan? Ustadz Yusuf akui bahwa diri nya memang normal namun jika untuk melakukan sesuatu dengan yang bukan mahram nya sangat keji bahkan tidak suka.

Ustadz Yusuf terkekeh pelan. “Kamu aneh, Za. Besok-besok otak mu perlu di rukiah seperti nya,” sahut ustadz Yusuf. “Astaghfirullah! Kalau ustadz ganggu jalan nya Khanza, alangkah baik nya Khanza teriak, nih.”

“Jangan dong, Khanza. Iya udah kalau kamu mau pulang. Nanti saya mengikuti kamu dari depan, agar kamu aman sampai rumah.”

Karena Khanza tak mau membantah dan akhirnya Khanza menuruti kemauan ustadz Yusuf. Ustadz Yusuf mengikuti Khanza dari depan karena adab nya seorang pria yang bukan mahram jika jalan berdua alangkah baik nya yaitu di depan karena untuk tidak melakukan hal yang di benci karena di saat laki-laki menatap wanita dari belakang sudah pasti setan akan menggoda nya.
Setiba sampai di depan rumah Khanza, Khanza pun mengucap terima kasih kepada ustadz Yusuf yang sudah mau mengantar nya sampai rumah. Khanza juga aneh dengan ustadz Yusuf, beliau memang menyukai Khanza namun Khanza tak menyukai ustadz Yusuf. Ustadz Yusuf berusia 22 tahun yang sedang menjalankan status sebagai ustadz dan mahasiswa. Ustadz Yusuf ini biasanya selalu tinggal di pondok pesantren namun sekarang tidak.

“Terimakasih, ustadz. Sudah mau hantar Khanza sampai rumah,” ucap Khanza gugup. Sebenarnya ia ingin menyuruh ustadz Yusuf ini mampir ke rumah nya, namun ia takut di sangka negatif oleh ibu nya.

“Iya sama-sama, kalau begitu saya juga mau pulang. Assalamualaikum, Khanza.” Suara lembut ustadz Yusuf mampu membuat Khanza ingin kabur, ia bukan salah tingkah namun risih dengan perlakuan ustadz yang ada di depan nya ini
Khanza pun mengangguk kepala nya. Ketika ia sudah melihat punggung ustadz Yusuf sudah menjauh akhirnya Khanza pun memasuki halaman rumah nya. Ia melihat ibu nya yang sedang membuat adonan kue di ruangan TV. Rumah Khanza memang tak besar namun sederhana dan bersih. Dapur dengan ruangan TV sangat dekat.

“Assalamualaikum, ibu.” Ucap Khanza menghampiri sang ibu. Lalu ia mencium pucuk tangan ibu nya. Walaupun tangan itu ada tepung terigu nya namun Khanza tak mempersalahkan itu.

“Waalaikumsalam, kamu sudah balik? Kalau begitu taruh dulu kitab-kitab kamu, setelah itu kamu bantu ibu,” kata Bu Tyas. Khanza pun mengangguk kepala nya. “Iya, Bu. Khanza mau taruh kitab-kitab dulu, kalau begitu Khanza ke kamar dulu, ya?”
Setelah menaruh kitab-kitab di lemari yang ada di kamar Khanza, Khanza pun balik ke tempat yang ibu nya sedang membuat adonan untuk jualan besok. Khanza pun mendekati dan mengikuti perintah yang di suruh oleh ibu nya.

Hal yang paling menyenangkan ketika setelah selesai mengaji di hidup Khanza yaitu membuat bahan-bahan untuk besok jualan. Ibu Khanza ini jualan kue di pagi hari dengan berjualan di depan rumah nya. Dan selalu habis saat jam 9 pagi. Alasan ibu Khanza jualan untuk biaya sekolah putri nya dan makan sehari-hari untuk mereka. Sebenarnya Tyas ini banyak sekali di lamar oleh seorang pria paruh baya yang kaya, tampan, dan Sholeh. Namun saat Tyas meminta izin pada Khanza, Khanza tak merestui ibu nya menikah lagi.

Dan selama 16 tahun ini Bu Tyas menjanda dan membiayai sekolah Khanza sendiri, apakah Tyas tidak lelah? Lelah memang wajar bagi seorang ibu, namun kelelahan seorang ibu akan di balas berlimpah ganda oleh Allah swt. Maka bagi siapapun yang mengeluh karena anak sendiri maka Allah tidak akan membalas dengan lillah nya.
Bu Tyas juga selalu memikirkan bagaimana untuk masa depan seorang putri nya tanpa di cintai oleh seorang laki-laki dari kecil? Bagaimana Khanza akan terbiasa dengan seorang pria? Meski Bu Tyas melarang Khanza untuk tidak bergaul namun ia sedih karena Khanza tidak mendapatkan rasa kasih sayang dari seorang Papa kandung nya. Bu Tyas selalu membuat posisi sebagai papa kadang pula mengganti posisi sebagai ibu. Khanza beruntung memiliki ibu seperti Bu Tyas. Walaupun hanya pedagang namun membesarkan anak seorang diri sangat lah kasih sayang. Khanza tak pernah merasakan di tampar, kena omelan, kena segala macam, tapi kalau Bu Tyas ini mengajarkan Khanza dengan penuh kasih sayang. Khanza pun tak pernah merasa diri nya di kekang terlalu ketat, namun itu sadar seorang ibu mengekang anak nya untuk tidak terjadi hal apa pun.

Sebenarnya Bu Tyas ini memiliki rencana dengan sahabat nya yaitu menjodohkan putra putri nya. Namun, Bu Tyas tidak berani mengatakan tentang perjodohan ini. Bagaimana pun melihat kebahagiaan seorang anak perempuan nya sekarang seperti ingin menjadi seorang gadis rasa bersalah tentang perjodohan secara diam-diam. Sebenarnya ini pun perjanjian dari almarhum kedua kakek mereka.

**

19:00 WIB

Setelah azan isya seluruh santri pondok pesantren Daarul Jannah di wajibkan untuk ikut mendengarkan tausiah dari salah satu ustadz yang sudah di jadwalkan. Biasanya ketika mendengar tausiah santri putra maupun santri putri di wajibkan untuk mencatat kembali lalu di presentasi kan di depan santri-santri yang lain.

Jika sudah mendapatkan poin maka santri tersebut akan lolos dari tugas tersebut. Jika tidak lolos maka harus di ingatkan kembali apa yang di tausiah kan. Maka dari itu mereka harus membawa buku serta pulpen. Sebenarnya kalau tidak di suruh tugas seperti ini maka akan santri-santri kebanyakan yang tidur dari pada mendengar tausiah dari ustadz/ustadzah.

Karena hari ini yang tausiah adalah ustadz Yusuf, beliau lah yang mendapat jadwal hari ini. Jika ustadz Yusuf yang membaca tausiah malam ini sudah pasti santri putri akan kagum melihat ketampanan ustadz Yusuf.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..,”

“Alhamdulillah hirabbil alamin.., wasshalatu wassalamu ‘ala sayyidil mursalin, wa’ala alihi wasahbihi ajma’in.(Amma ba’du).

Yang saya hormati kepada pemimpin pondok pesantren Daarul Jannah, yang saya hormati pula kepada ustadz dan ustadzah di pondok pesantren Daarul Jannah yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu nama nya. Tapi insya Allah tidak mengurangi rasa hormat dan takzim saya kepada sekalian.

Yang saya hormati pula kepada santri-santri pondok pesantren Daarul Jannah, yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Mudah-mudahan Allah memberikan semangat untuk kalian yang sedang menuntut ilmu.

“Aamiin ya Allah!”

“Puja dan puji syukur ke hadirat Allah Swt. Yang telah memberikan kita nikmat di antara nya nikmat iman wal Islam, sehingga kita bisa berkumpul di tempat yang insya Allah di muliakan oleh Allah.”

“Shalawat serta salam marilah sama-sama kita curahkan ke pada baginda alam yakni habiinaaa wasyafi’anaa wamaulaanaa muhammadan (Saw).”

“Karena hari ini saya yang mendapat jadwal untuk tausiah atau muhadoroh, maka di sini saya akan memberikan tausiah saya yang berjudul. Menuntut ilmu. Sudah banyak sekali bukan kalian mendengar tentang menuntut ilmu? Tetapi walaupun kalian sudah mendengar dari menuntut ilmu tetapi manusia zaman sekarang banyak untuk tidak mengamalkan ilmu.
Maka kalian seorang santri harus bersyukur karena bisa belajar dan menuntut ilmu di pondok pesantren Daarul Jannah ini.”

“Menuntut ilmu memang wajib bagi seorang laki-laki dan perempuan yang beragama muslim, namun tak ada perbatasan antara yang kecil dan yang sudah berlanjut usia ketika menuntut ilmu. Zaman sekarang kalau tidak adanya ilmu maka di sebut nya yaitu Bodoh. Tapi kalau sudah ada ilmu pasti ada cahaya di diri kita sendiri. Sebagaimana hadis nabi bersabda: minadzzulumaati ilaannur. Yang artinya. ‘Ilmu itu cahaya.’ Sama hal nya seperti kita sedang mati lampu lalu semua nya gelap, tapi ketika kita hendak menyalakan senter tapi tak tahu cara nya namun sama aja kita gelap berada di tempat mati lampu itu. Namun, ketika kita sedang mati lampu tapi kita tahu cara nya menghidupkan senter maka kita akan terang benderang dengan senter itu. Tapi begitu hal nya dengan menuntut ilmu kalau tidak ada cahaya maka tidak ada ilmu. Menuntut ilmu itu tidak ada batas usia nya. Mau dia besar, mau dia kecil Allah tidak pernah membatasi usia untuk menuntut ilmu. Hadist nabi pun menerangkan. Uthlubul ‘ilma minal Mahdi ilal lahdi. Menuntut ilmu itu dari ayunan hingga liang lahat. Jadi ketika ajal kita sudah menjemput maka kita tidak akan bisa untuk menuntut ilmu. Jangan sampai menyesal di kemudian hari, saat kita sedang sekarat namun kita malah ingat dengan ilmu. Di mana kita ketika sedang senang nya tapi tidak mau dengan menuntut ilmu?  Tapi alangkah baik nya sebagai manusia umat Islam jika kita ingin mengejar dunia kita harus dengan ilmu. Tapi jika mengejar akhirat maka kita harus dengan ilmu, jika ingin mengejar keduanya harus dengan ilmu.”

“Mungkin hanya itu saja yang dapat saya sampaikan, semoga ilmu yang saya berikan bisa bermanfaat bagi kalian semua. Saya akhiri dengan salam, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”

**

Setelah mengaji malam santri lain pada setor hafalan ke ustadz Rais atau ustadzah Irma, ustadzah Irma ini khusus untuk santri putri yang akan menyetor hafalan. Yang sedang halangan mereka biasanya menyetor hafalan kitab bukan hafalan Alquran.

Vina, Farhah, dan Khanza sedang duduk di bagian belakang santri-santri lain berbeda dengan Zara yang entah ke mana wanita itu pergi tiba-tiba. Memang mereka ini selalu bersama saat di pondok pesantren saja.
“Zara ke mana sih?! Uang ku di dia, aku ingin jajan!” gerutu Vina memegangi pinggang nya dengan ala ibu-ibu. Sebenarnya setelah mengaji jika memang sedang halangan boleh jajan namun harus kembali ke majlis. Pondok pesantren Daarul Jannah ini memiliki kantin 24 jam, kantin ini biasanya di pegang oleh santri namun pemilik kantin ini yaitu Teh Erna selaku anak dari pemimpin pondok pesantren Daarul Jannah yang sudah memiliki seorang suami.

“Sabar, Vina. Mungkin Zara sedang di suruh,” ucap Khanza menenangkan sahabat nya.

“Hufffttt..., Aku always sabar, seperti sabar menunggu pacar fiksi jadi nyata.”
“MANA BISA, VINA. Fiksi itu hanya karakter, mana mungkin jadi nyata! Kamu aneh deh!” dengan gemas Farhah menyahutinya seraya mencubit pipi Vina. Sang empu pun meringis akibat cubitan dari Farhah. Memang kejam sekali.

“Siapa tahu bisa ‘kan? Kan banyak loh santri di sini. Eh tapi aku mau nya ustadz Yusuf aja deh, nanti seperti judul di Wattpad seperti ini. ‘Ustadz ku suami ku.’ ” memang agak ngawur ucapan Vina satu ini.

“Serah kamu!”


HIJRAH, CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang