CHAPTER 8

61 5 0
                                    

Hari ini adalah jadwal untuk fitting baju bagi Khanza dan Davin. Sebenarnya ini bukan kemauan mereka tetapi kemauan orang tua mereka yang sudah mempercepat waktu nya. Kedua insan ini belum siap untuk menikah apalagi menjadi seorang keluarga.

Khanza hari ini izin tidak ke pondok pesantren terlebih dahulu, dan ia sudah bilang izin ke ustadzah Syifa yang mengajar pondok pesantren Darul Jannah. Tentu ustadzah Syifa pun tak masalah dan tak mengomeli nya. Setelah mendapatkan izin dari ustadzah Syifa lewat handphone, Khanza berniat untuk siap-siap terlebih dahulu. Setelah pulang sekolah ia mendapatkan kabar dari calon mertuanya bahwa harus segera fitting baju. Dan, Khanza yang tadi nya belum siap ia harus siap.

“Rasanya nggak nyangka banget, kalau sebentar lagi aku mau jadi istri orang lain.” Gumam nya. Padahal Khanza masih kelas 11 dan tentu bagaimana ia bisa menjadi seorang istri di kelas 11? Sangat mudah sekali. Dan, calon suami nya saat ini kelas 12.

Khanza memakai pakaian yang sopan yaitu memakai pakaian gamis abaya berwarna hitam serta kerudung yang menutupi dada berwarna hitam juga. Karena itu adalah Sunnah Rasulullah, wanita yang memakai pakaian di Sunnah kan nya berwarna hitam, jika seorang laki-laki di Sunnah kan nya memakai pakaian berwarna putih dengan sopan.

Khanza berangkat dengan ibu nya yang sudah siap. Khanza ke sana menggunakan mobil pribadi milik almarhum kakek nya dan di sopir kan oleh Pak Ujang. Pak Ujang ini sudah di amanahkan oleh almarhum pak Trisno untuk menjadi sopir pribadi Khanza dan ibu nya. Beliau sudah menikah dan memiliki seorang anak yang berusia 3 tahun.

“Ayo, Pak. Berangkat ke tokoh butik Farah butik,” pak Ujang pun menurut dan mengendarai mobil menuju ke tempat butik baju Farah butik itu. Tokoh tersebut milik dari sahabat nya Tyas dan calon mertua nya Khanza.

Setiba sampai di tempat butik yang sudah di tentukan, Khanza sangat takjub melihat butik-butik tersebut yang di bangun dengan tiga lantai dan beberapa hiasan dinding yang membuat Khanza nyaman. Khanza akui bahwa pemilik tokoh butik ini ia yakin sangat terkenal.

Di sana sudah ada Davin dan bunda nya. Khanza pun mencium tangan bunda Davin dengan sopan. “Maaf, ya, telat. Saya baru saja selesai beres-beres jualan,”

“Iya nggak apa-apa, Tyas. Saya aja baru sampai. Suami saya nggak ikut karena sibuk rapat dulu,” ujar Bunda Vira—bunda Davin.

Setelah itu wanita pemilik butik ini datang menghampiri mereka, wanita itu bernama Farah. Teman mereka sekolah sewaktu SMA dan mereka sukses dengan bisnis nya masing-masing. Farah terkejut dengan kehadiran teman-teman SMA nya di butik ini.

“Loh, kalian, kenapa kalian nggak kabari aku?” Tante Farah pun terkejut.

“Biar suprise loh, Far. Oh ya, bagaimana kabar mu?” kata bunda Vira.

Alhamdulillah baik, ini Tyas, kan? Ya Allah Tyas, maaf ya, aku nggak tahu ini kamu.” Tante Farah itu memeluk Tyas memberikan semangat apa yang di alami oleh sahabat nya itu. Sungguh dari antara persahabatan mereka hanya Bu Tyas yang memiliki suami tidak seperti mereka.

“Nggak apa-apa, Far. Makasih ya, atas semangat nya. Oh ya, ini putri ku, dan ini putra nya Vira.” Tunjuk Bu Tyas kepada Khanza dan juga Davin.

“Oh, yang kalian mau nikah itu? Masya Allah cocok deh! Yang satu ganteng, yang satu cantik. Memang deh dugaan aku selalu benar, aku sudah tebak kalian akan menjadi besan. Eh sekarang mau nih, yee..,” goda Tante Farah.

“Berkat orang tua kami.” Kata Bu Tyas.

“Silakan, Nak. Kamu pilih-pilih dulu mau yang seperti apa gaun nya,” Tante Farah mengajak Khanza untuk ke tempat deretan baju gaun pernikahan yang sudah tertera rapi. Di sana menurut Khanza tidak ada yang sesuai dengan keinginan karena rata-rata itu terbuka dan Khanza tidak menyukai nya.

HIJRAH, CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang