CHAPTER 14

56 3 0
                                    

Janji itu harus di tepati.

**

Saat ini Khanza sedang menunggu Davin—suami nya. Ia menunggu di halte yang biasa siswa-siswi menunggu jemputan dan menunggu angkutan. Kalau pun ia pulang seorang diri, Khanza tidak mau berduaan dengan abang ojek di sini. Khanza ingin menghubungi suami nya namun ia tidak mempunyai nomor telepon pria itu.

Walaupun mereka satu rumah, tapi Khanza takut dan malu bila meminta nomor telepon pria itu. Saat Khanza menaruh handphone nya ke dalam saku baju nya, ia melihat pria itu dengan seorang perempuan lain. Yang tak lain adalah Davin dengan pacar nya—Nanda.

Khanza menunggu nya sudah hampir tiga puluh menit ternyata hasilnya pria itu malah pulang bersama seorang wanita lain. Khanza tahu itu pacar nya, hati nya merasa sakit melihat suami nya berdua dengan wanita lain padahal Khanza lah yang menjadi seorang istri. Pasangan itu sangat bahagia, Khanza yang melihat pun hanya pura-pura tersenyum. Ternyata pria itu malah memberhentikan motor nya di depan Khanza. Khanza terkejut, ia langsung mengusap air mata nya yang sudah membasahi kedua pipi nya.

“Eh, kok sendiri aja? Nggak di jemput ya?” kata Nanda. Mereka bawa motor yaitu motor tersebut milik Nanda. Mobil Davin di pakai oleh sahabat nya sementara itu. Awal nya, Davin tidak mau mengajak mantan kekasih nya untuk pulang bersama, namun wanita itu malah merengek dan mengancam nyawa nya. Akhirnya Davin pun terpaksa untuk pulang bersama. Padahal ia udah janji kalau pulang bersama Khanza.

Saat di perjalanan, tiba-tiba Nanda menyuru Davin untuk berhenti di depan Khanza. Nanda langsung menggandeng tangan Davin dan itu sebenarnya membuat Davin risih di perlakukan seperti itu. Davin yang memang ingin sekali memanas-manasi Khanza agar wanita itu risih dengan nya.

Davin melihat dari sorot mata Khanza yang memang terlihat ingin menangis. Entah lah, Davin tidak tahu masalah nya kenapa hingga Khanza bisa menyimpan rasa kesedihan nya.

“Oh ya, gue duluan, ya? Maaf gue nggak bisa kasih lo tebengan, karena ini gue sama pacar gue pakai motor. Gue juga niat nya mau date dulu sama ayang,” begitu lah kata Nanda dengan melambai-lambai kan tangan nya pada Khanza.

Khanza membalas dengan melambai-lambai kan tangan nya dan juga senyum kepada mereka berdua meski di dalam hati nya sakit hati, cemburu, kecewa, kesal, tetapi ia tidak mau jadi istri yang egois. Mereka nikah tanpa ada nya rasa cinta dan rasa suka. Mungkin ini lah rasanya mencintai tapi tak di cintai.

“Hati-hati ya, kak! Semoga lancar date nya.” Di dalam hati ia berkata. ‘Semoga apa pun itu, Allah mendatangkan hidayah untuk mereka.’ Khanza tak dendam, tapi ia sedikit kesal karena sebelum nya Davin sudah mengucap janji.

Khanza melihat pasangan itu pergi dari hadapan nya. Khanza melihat yang melihat pun terpaksa untuk memesan ojek yang ada di daerah sekolah ini.

“Abang, ojek ya?”

“Iya, neng.”

Selama di perjalanan Khanza terus memikirkan hal tadi di sekolah. Ia melihat bagaimana suami nya dengan perempuan lain di depan diri nya sendiri. Ingin nangis, namun ini bukan hal untuk menangis.
Setiba sampai di kediaman keluarga ANGKASA, Khanza pun tak lupa membayar uang abang ke ojek itu. Awalnya abang ojek terkejut karena Khanza kenapa berhenti di keluarga ANGKASA dan Khanza pun menjelaskan nya bahwa Khanza adalah saudara. Siapa yang tak mengenal keluarga ANGKASA? Keluarga yang terkenal karena perusahaan nya di mana-mana dan juga tentu mension nya sangat mewah dan besar.

Di luar sana, ada bunda nya Davin yang sedang duduk di teras sambil membaca Al-Quran. Wanita paruh baya yang menggunakan jilbab berwarna hitam syar’i dengan gamis berwarna coklat susu. Meskipun usia nya sudah berkepala empat namun wajah nya seperti usia berkepala dua.

HIJRAH, CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang