CHAPTER 9

51 7 0
                                    

Selamat 100 pembaca untuk cerita
HIJRAH, CINTA!!

SEMOGA 100 menjadi 100 ribu pembaca🥰🤲.

Siapa yang semakin penasaran dengan mereka?? Vote dulu dong 😻.

HAPPY READING!!
**

Hari ini adalah hari terakhir Khanza sekolah di SMA Darul Muttaqien yang tidak jauh dari pondok pesantren nya, hari ini Khanza meminta surat kepada kepala sekolah bahwa diri nya akan berhenti sekolah di sana. Tak lupa juga Khanza berpamitan kepada teman-teman yang berada di kelas nya yang memang sangat dekat dengan nya saja.

Ada rasa sedih meninggalkan sekolah ini, karena di sini lah banyak sekali memori-memori yang menurut Khanza sangat ingat dan tidak pernah di lupakan. Dari awal diri nya bertemu dengan teman-temannya, dari awal diri nya bisa berinteraksi dengan semua orang, dari diri nya mendapatkan piala umum yang membaguskan nama sekolah.

Mau tak mau ia harus keluar dari sekolah ini, walaupun banyak sekali siswa atau pun siswi yang tak suka dengan diri nya karena mereka iri terhadap Khanza. Khanza tidak ingin pamer atau sombong, namun diri nya juga tak menyangka bila ikut lomba olimpiade dan tentu bisa menang.

“Khanza!” panggil Sasya dengan teriak nya.
Khanza menoleh ke sumber suara. Sasya ini adalah teman yang pertama kali diri nya bersekolah di sini, wanita itu selalu menyemangati Khanza untuk berinteraksi dengan semua orang hingga akhirnya Khanza pun berani berinteraksi dengan semua orang.

Khanza ini orang nya INTROVERT yang memang sejak kejadian beberapa tahun lalu, saat memasuki sekolah di SMA Darul Muttaqien ini sebenarnya Khanza orang nya susah untuk bergaul apalagi berinteraksi dengan semua orang. Hingga akhirnya ada seorang wanita yang seusia dengan Khanza, iya dia adalah Sasya Queen Caroline. Yang menyemangati Khanza agar bisa berinteraksi dengan semua orang.

Hingga akhirnya Khanza pun bisa berinteraksi dengan semua orang, wanita itu tetap memberikan semangat kepada Khanza agar tidak mengingat beberapa tahun lalu. Khanza awalnya yang tidak berani bercerita kepada yang lain, saat berteman dengan Sasya ia bisa bercerita dan meluapkan masalah nya hingga akhirnya wanita itu memberi saran agar untuk berinteraksi dengan semua orang untuk melupakan masalah nya.

Tetapi, berinteraksi dengan semua orang di sini harus hati-hati, tidak semua orang suka dengan kita adakalanya mereka membenci, jika ingin berteman maka di lihat lah dia baik atau tidak nya. Itu saran dari Sasya yang pertama kali Khanza bertemu dengan wanita itu.

“Za, lo yakin? Ini lo akan pindah?” tanya Sasya tak percaya.

“Iya, aku akan pindah.”

“Aaaaa..., Sedih banget! Nanti yang temanin gue jajan siapa?” rengek wanita itu pada Khanza. Khanza memang terkadang lucu sendiri kelakuan sahabat nya yang satu ini. Karena Sasya ini memiliki sifat yang anak-anak berusia 5 tahun tetapi ucapan nya seperti orang dewasa. Walaupun usia nya 17 tahun kelakuan nya seperti usia 5 tahun tetapi jikalau bicara atau memberikan nasihat dan saran seperti orang dewasa.

“Ada Tiara, Nabila,” sahut Khanza. Tiara dan Nabila ini mereka kedua sahabat nya Khanza dan juga Sasya. Sebenarnya awal nya Khanza tidak mau berteman dengan yang lain cukup hanya Sasya saja tetapi justru Sasya lah yang memperkenalkan Khanza pada mereka.

“Kalau nggak ada kamu itu rasanya kurang, banget!”

“Eh, tapi nanti kita bisa ketemu, loh. Nanti insya Allah aku kabarin deh!”

“Serius, ya? Harus banget!” paksa Sasya pada Khanza.

“Insya Allah.” Sahut Khanza.

“Okei, okay!” Sasya paham karena Khanza tidak tahu kapan ada waktu luang nya karena Khanza ini mondok di salah satu pondok pesantren yang terkenal di daerah sini. Sasya, wanita itu non-muslim tetapi ia tahu peraturan pondok pesantren yang memang ketat. Sasya juga tahu bahwa Khanza orang nya tidak gampang untuk berinteraksi dengan laki-laki, dan setiap ada cowok yang memperkenalkan diri nya pada Khanza, Sasya wanita itu selalu di samping nya Khanza langsung menjambak rambut nya langsung dan memberi nasihat.

“Sya, aku mengucapkan terimakasih banyak, entah kalau aku di sekolah ini nggak ketemu kamu, seperti nya aku menjadi anak yang introvert. Tetapi, saat bertemu kamu aku lupa dengan kejadian yang lalu. Terimakasih sudah menjadi sahabat terbaik aku, aku akan mengingat semua kebaikan kamu, semoga kamu dan yang lain tetap solidaritas terus, ya? Semangat, semangat, semangat! Oh ya, jaga kesehatan kamu, ya? Jangan sampai sakit. Kalau sakit aku nggak mau temanan sama kamu, eh tapi bercanda sih.” Ucap Khanza dengan panjang dan lebar. Sasya mendengar itu terharu.

“Kamu tetap jadi sahabat aku selamanya, mungkin sampai aku meninggal dunia. Kamu juga semoga betah di sekolah baru! Ingat pesan-pesan aku! Harus bisa berinteraksi dengan orang lain, jangan malu-malu apalagi takut. Kalau kamu takut sampai kapan kamu bisa jadi orang yang mandiri? Ayok semangat! Dan, intinya yang paling utama yaitu jaga kesehatan.”

Introvert, pendiam, takut, dan malu itu beda. Merasa introvert? Tapi kamu belum coba hal-hal yang baru dan tentu seperti berinteraksi dengan orang lain itu antara takut atau malu? Sampai kapan kamu malu dengan orang lain? Sampai kapan?! Merasa pendiam? Tapi pendiam itu hanya kamu tunjukkan kepada orang yang kamu tidak kenal. Merasa takut? Tapi kamu belum coba nya. Takut karena di jauh kan oleh mereka? Jangan berpikir seperti itu. Kalau kamu mikir takut dengan orang lain, sampai kapan mereka mau berteman dengan kamu?

Jangan merasa tersendiri kalau itu menyakitkan bagi kamu, sebagai manusia juga tentu harus memiliki teman untuk bercerita agar betapa lega nya bercerita masalah kita kepada orang yang tepat. Kamu merasa tidak punya teman untuk bercerita? Tapi Allah tahu betul apa masalah kamu sebelum kamu bercerita kepada nya. Jadi jangan menganggap tidak ada yang peduli dengan kamu. Itu adalah pesan-pesan dari Sasya sejak pertama kali Khanza bertemu dengan wanita itu.

“Terimakasih, Sya! Oh ya, Nabila, Tiara, kalian jangan lupa jagain Sasya, ya? Kalau dia telat makan, kalian omelin saja!” canda Khanza membuat mereka terkekeh, berbeda dengan Sasya yang memanyunkan bibirnya.

“Oh ya, kamu kapan mulai berhenti sekolah di sini?”

“Besok.”

What?! Cepat banget!” pekik Sasya pada Khanza.

“Kok kamu bisa pindah, memang nya alasan nya kenapa?”

apa aku harus bilang karena perjodohan ini? Bukan! Bukan! Ini karena permintaan kakek dan nenek sebelum mereka meninggal dunia. Batin Khanza.

“Ada, cuma aku nggak bisa cerita kepada kalian. Maaf, ya?”

“Baiklah, kalau itu privasi bagi kamu.” Ujar Nabila. Mereka tidak memaksa Khanza untuk bercerita karena mungkin itu privasi bagi Khanza sendiri. Setiap orang pasti memiliki privasi entah itu privasi antara keluarga, teman, atau pun yang lain.

*••*

Bel istirahat pun tiba, Khanza dan ketiga teman nya menuju kantin bersama. Di sana banyak siswa-siswi yang sedang berbincang karena Khanza akan pindah sekolah. Mereka malah senang dengan alasan karena tidak ada yang menjadi caper kepada guru. Padahal, Khanza sama sekali tidak cari perhatian kepada guru-guru atau yang lain. Ia hanya cari perhatian kepada Sasya saja. Itu pun jarang.

Khanza yang mendengar pun hanya bisa tersenyum. Toh, mau apa di pedulikan kalau itu tidak membuat balik lagi. Memang yang paling susah di hilangkan yaitu penyakit iri hati terhadap manusia.

“Hei, kalau Khanza pindah itu enak, loh. Nggak ada yang caper sama guru-guru lagi.”

“Haha iya benar! Masa guru-guru kelas 12 aja pada suka sama dia. Jih.., caper banget tuh!”

“Muka dua banget orang nya. Kok, bisa Sasya sesuka itu sama Khanza. Ih, jangan dekat-dekat sama Khanza deh. Takut ketularan virus CAPER nya.”

“TUTORIAL CAPER DONG, MBAK!”

Begitu celotehan orang yang iri kepada Khanza. Khanza tak menggubris nya, ia mengajak Sasya dan juga Nabila dan Tiara untuk duduk di tempat kursi yang kosong. Meski sebenarnya Sasya, Nabila, dan Tiara sangat muak untuk mendengar celotehan orang yang iri pada sahabat nya itu.
“Kok kamu sabar banget, Za?” tanya Sasya penasaran.

Innallaha ma’as shaabirin,” jawab Khanza dengan senyuman. Walaupun Sasya ini non-muslim, agamanya Kristen tetapi ia tahu dengan arti ayat Alquran tersebut. Karena Khanza ini sering memberitahu kepada Nabila dan Tiara yang beragama Islam dan tak sengaja Sasya mendengar kan nya walaupun sedikit tidak paham.

“Za, kenapa kamu tidak punya sifat yang mudah marah? Aku, kalau jadi kamu sudah kesal, emosi, bahkan ingin meninju orang.” Kata Sasya menatap arah Khanza.

“Sebenarnya aku juga ingin seperti kamu yang bersifat mudah emosi, marah, kesal dan tentu sampai ingin membenci orang. Tetapi, rasanya itu tidak bisa. Setiap kita emosi, marah, dan kesal itu setan akan bangga dan tertawa melihat kita. Maka, setiap aku ingin emosi, dan marah tentu nya, aku selalu ingat dengan ayat Alquran yang ku maksud tadi. Innallaha ma’as shaabirin. Kalian tahu ‘kan ayat Alquran yang di maksud aku tadi?”

“Iya, aku tahu! Setiap kita sabar Allah bersama kita, seperti itu ‘kan?” tanya Nabila. Khanza mengangguk kepala lalu tersenyum. “Betul, banget!”

Mereka pun memakan makanan yang mereka mesan tadi. Khanza merasa risih di lihat oleh orang-orang yang menatapnya tidak suka tetapi Khanza tidak mempedulikan itu semua. Karena kalau ia respon bisa jadi mereka akan melakukan hal yang lebih parah.

**

YANG MERASA INTROVERT, PEMALU, PENDIAM, SIAPA??!!!

*Sifat Sasya aku ambil dari sifat aku sendiri kalau bicara dengan sepupu ku.
*Khanza aku ambil dari salah satu sepupu ku.

Masalah sifat ini, sudah bilang ke orang nya. Aku kasih tau, lalu dia terkejut 🙏☺️.

Jangan lupa sholawat nya!!

Absen dulu sinii💗💗😻

HIJRAH, CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang