Haii, cie yang malming+tahun baruan sama ayang nya. Wkwkw jangan sampe jebol ya.
Masa depan kalian masih panjang. Jangan ikuti ajaran setan.
Oh ya, selamat membaca!!
**
Khanza, wanita itu sedang duduk di taman pondok pesantren Darul Jannah seorang diri. Teman yang lain sedang menyetor hafalan nya. Karena Khanza sudah setoran dan Khanza lebih menenangkan diri di taman belakang pondok pesantren Darul Jannah tanpa sepengetahuan teman-teman yang lain.
Khanza memikirkan bagaimana nanti nya ia menjadi seorang istri? Apakah ia bertahan dengan pria itu? Khanza pun bingung bagaimana akan merubah pria itu menjadi lebih baik lagi? Kenapa tidak di pesantren kan saja. Kan, banyak ustadz-ustadz yang mengajar dia. Tanpa repot-repot menjodohkan nya.
“Ya Allah, bantu lah hamba untuk menerima semua ini. Hamba ingin pernikahan hamba nanti akan sesuai ekspektasi hamba sendiri,” lirih Khanza.
“KHANZA!” teriak seorang wanita di belakang Khanza. Suara cempreng itu milik Vina. Wanita itu mencari-cari keberadaan Khanza ternyata Khanza ada di taman belakang pondok pesantren sendirian
Khanza pun menoleh ke sumber suara tersebut. “Kenapa?” tanya Khanza.
“Harus nya aku yang tanya, kamu kenapa?” tanya Vina balik.
Khanza menggeleng kepalanya. “Nggak, aku nggak apa-apa.” Alibi Khanza. Sebenarnya Khanza ingin bercerita namun ia takut membuat teman-teman nya sakit hati tentang informasi seperti ini. Karena ia yakin pasti mereka akan tidak menyetujui kalau Khanza menikah dengan seorang laki-laki yang sifat nya jauh dari Khanza sendiri yaitu tak paham agama.
“Kamu sudah setor hafalan?”
“Sudah.”
“Jajan, yuk?!” ajak Vina dengan semangat nya.
“Ayo!” Khanza pun menuruti ajakan Vina. Dari pada ia menggalau memikirkan bagaimana pernikahan nya nanti, lebih baik ia lupakan itu semua. Meskipun hati nya tak karuan tentang pernikahan nya sebentar lagi. Ia berniat untuk menutupi ini semua dari teman-teman yang lain. Bagaimana pun ia tidak ingin kecewa walaupun nanti nya membuat mereka kecewa.
Setiba sampai di kantin pondok pesantren Darul Jannah, Khanza dan Vina memesan makanan terlebih dahulu. Santri-santri banyak sekali yang sedang jajan karena sehabis menyetor hafalan Alquran dengan ustadz atau ustadzah.
“Za, kamu mau mesan apa?” tanya Vina pada Khanza.
“Aku? Kek nya aku beli makanan mie rebus telur aja deh,” jawab Khanza.
“Bentar, ya, aku pesan dulu. Minum nya?”
“Es teh saja,” lagi-lagi Vina mengangguk kepala nya.
Selama menunggu Vina memesan makanan nya di kantin pondok pesantren Darul Jannah, Khanza berniat untuk mencari kursi untuk nya. Dan ketemu tempat meja yang kosong dan itu tidak terlalu jauh. Saat Khanza hendak duduk, tiba-tiba santri putra memanggil nya ke arah Khanza. Khanza pun menolehkan kepalanya ke sumber suara tersebut.
“Iya, ada apa?” tanya Khanza langsung.
Pria itu menyodorkan sebuah surat dan coklat pada Khanza. Justru Khanza menolaknya secara mentah-mentah takut diri nya di hukum karena sudah surat-suratan dengan pria yang bukan mahram Khanza sendiri. “Maaf, saya menolak. Saya takut ini menjadi sumber fitnah oleh santri-santri,”
“Kenapa? Kamu nggak suka makanan nya?” tanya santri putra itu. Khanza menggeleng kepalanya. “Bukan seperti itu, saya menolak nya karena sudah tahu bukan peraturan santri? Di larang mengasih surat atau barang-barang pada yang bukan mahram kita sendiri yaitu santri putri. Bagaimana nanti kalau abah tahu? Saya nggak mau di hukum karena surat pemberian kamu!” jelas Khanza.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAH, CINTA
Teen FictionKhanza Zafeera Az-Zahra, yang memiliki sifat berbeda dari yang lain yaitu pendiam, di saat teman-teman nya memiliki sifat bar-bar berbeda dengan Khanza yang memiliki sifat pendiam, bukan alumni pesantren namun seorang santri yang pondok pesantren ny...