CHAPTER 25

38 3 0
                                    

Khanza sedang berada di lapangan pesantren, namun mata nya tertuju pada seorang laki-laki yang memang ramai di perbincangkan oleh santri-santri di pondok pesantren Daarul Jannah ini.

Khanza justru mengetahui siapa laki-laki tersebut, laki-laki yang saat ini bersamanya. Laki-laki itu sedang membuka handphone nya, kebetulan pondok pesantren Daarul Jannah membolehkan santri nya membawa handphone, namun ada beberapa santri yang membawa nya dan ada pula yang tidak membawa handphone.

Handphone tersebut digunakan jikalau ada jadwal nya. Sehari hanya menggunakan 2x handphone, jikalau ingin lebih harus meminta izin kepada pihak keamanan terlebih dahulu. Namun, karena Davin belum mengetahui aturan tersebut dirinya masih santai dengan menggunakan handphone dan di depan nya ada salah satu santri putra yang mengarahkan kegiatan apa saja selama di pondok pesantren Daarul Jannah ini.

Khanza ingin mendekati namun ia teringat bahwa pernikahan nya memang privasi, jadi tidak mungkin dirinya menghampiri Davin di tempat pesantren ini. Apalagi banyak santri yang sedang di luar.

Khanza langsung pergi ke arah kantin santri, ia ke kantin tidak minta antar ke teman nya. Selagi dirinya masih bisa sendiri tidak ingin merepotkan orang lain.

Setiba sampai di kantin di sana sudah sangat ramai, Khanza pun menghampiri Pok Inem sebagai pemilik kantin. Ia memesan makanan nya terlebih dahulu.

"Assalamualaikum, Mpok." Ucap Khanza dengan sopan.

"Waalaikumsalam, eh nak Khanza. Mau makan apa, nak?" tanya pok Inem setelah mengetahui siapa yang ada di depan nya.

"Khanza mau nasi putih sama lauk nya tempe dan kek biasa nya ya, Mpok." Pesan Khanza yang langsung di angguki oleh Pok Inem.

Selama menunggu makanan Khanza langsung mencari tempat duduk, di mana tempat duduk yang Khanza temukan yaitu di samping tembok tentunya di pojokan.

Pikiran nya masih tertuju dengan suami nya, Khanza masih tidak percaya kalau suami nya itu bolos demi ingin mengikuti kegiatan di pondok pesantren Daarul Jannah. Padahal setahu nya, Davin paling malas berurusan dengan agama. Apalagi kalau soal pesantren.

Sehingga beberapa menit Khanza melamun tentang Davin tidak sadar kalau orang nya itu duduk di samping dari meja yang Khanza duduki. Davin bersama seorang santri putra yang memang ia kenal, Kang Abdul. Abdul merupakan seorang keamanan santri putra juga. Entah dari mana Davin bisa mengetahui santri putra bernama Abdul itu. Padahal kang Abdul selalu di kenal dengan keamanan garang ketika santri nya tidak mengikuti tata tertib dengan baik.

Khanza menutupi dengan jilbab panjang nya, ia langsung duduk menyamping agar laki-laki itu tidak mengetahui keberadaan nya. Pok Inem pun mengasih pesanan Khanza dan juga pesanan Davin.

"Terimakasih, Mpok." Ujar Khanza dengan pelan.

"Iya neng, sama-sama."

Khanza pun melanjutkan makan nya, sebelum makan ia berdoa terlebih dahulu. Namun, saat ia hendak makan kedua teman nya menghampiri Khanza dengan teriak.

"Khanza!" panggilan Vina.

Seluruh santri yang berada di kantin langsung menoleh ke arah Vina dan juga Khanza sehingga Khanza langsung malu melihat tingkah laku sahabat nya itu.

Terutama Davin yang tidak kalah kejut dengan aksi teriak dari salah satu santri putri. Santri putri itu memanggil dengan nama Khanza. Apakah Khanza ada disini? Itu lah batin nya yang sedang bertanya-tanya.

Davin langsung melirik ke arah santri putri yang menghampiri Khanza. Ia pun tidak kalah kejut, bagaimana bisa meja mereka berdampingan dengan meja Davin? Davin sekali-kali melirik ke arah Khanza. Wanita itu sedang mengobrol dengan teman-teman nya.

HIJRAH, CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang