Bab 1 : Ini Bukan Mimpi

171 7 0
                                    

Karenina membuka mata saat alarm di sampingnya berbunyi nyaring. Perlahan dilepaskan tangan kokoh Aidan yang melingkar di perutnya. Lalu beranjak bangun dan masuk ke dalam kamar mandi. Ia harus bergegas ke kantor. Hari Senin adalah hari tersibuknya. Dan hari ini jadwalnya akan dipenuhi meeting dari pagi hingga sore. Harinya akan sangat melelahkan.

Dipilihnya pakaian kerja yang sengaja disimpannya dalam lemari Aidan. Setelah mereka bertunangan, apartemen Aidan seperti menjadi rumah keduanya. Dan bermalam di apartemennya setiap akhir pekan kini menjadi rutinitas yang harus dijalaninya seperti keinginan Aidan.

"Good Morning lazy boy!" Karenina mengecup bibir Aidan yang masih terlelap di atas kasurnya. Tapi Aidan malah menariknya kembali dalam dekapan kedua tangannya yang kuat.

"Honey! Kamu bikin bajuku berantakan!" Karenina melepaskan kedua tangan Aidan, lalu dengan cepat berdiri dan merapikan kembali blouse serta roknya.

Aidan membuka matanya yang masih mengantuk. "Nanti sore, jangan lupa. Kita harus fitting baju," ujarnya.

"Astaga!" Karenina menepuk keningnya.

Aidan mengangkat kedua alisnya. "Kamu lupa lagi?"

Karenina mengangguk dengan rasa bersalah. "Sore aku masih ada meeting."

Aidan menghempaskan kembali kepalanya di atas bantal. "Kamu niat gak sih, nikah sama aku? Udah dua kali kamu lupa!" Gerutunya.

Karenina membungkuk, mendekatkan wajah menyesalnya ke wajah Aidan. "Maafin, aku ya. Nanti aku telepon Mas Robby nya. Aku janji next time aku akan pasang reminder di ponselku." Dikecupnya lagi bibir Aidan. "See you later!"

Aidan menghembuskan nafas panjangnya dengan kesal, lalu kembali memejamkan mata.

Hanya setengah jam waktu yang diperlukan Karenina untuk sampai di kantornya yang mulai terlihat sibuk.

"Selamat Pagi semua!" Sapanya riang yang disambut dengan jawaban serempak para karyawannya yang sebagian besar wanita muda itu.

Danisa beranjak dari kursi, lalu mengikuti Karenina masuk ke dalam ruang kerjanya sambil menenteng kopi panas bermerk cafe terkenal.

"Aku lupa masukin jadwal fitting baju sore ini," sesalnya seraya meletakan kopi yang dibawanya di atas meja.

Karenina mengangkat kedua bahunya. Ia tahu, Aidan pasti telah memarahinya.
"Aidan telepon?" Tanyanya.

Danisa mengangguk. "Barusan."

"It's Ok. Nanti aku yang atur sendiri," sahutnya seraya membuka penutup gelas kopi lalu menyesapnya.

Danisa adalah sahabat sekaligus asistennya. Mereka sudah bersahabat sejak bertemu pertama kalinya di kantor yang sama tiga tahun yang lalu. Mereka bahkan pernah tinggal di kost yang sama. Dan Danisa juga lah yang membantunya merintis bisnis skin care kecil-kecilannya dari dalam kamar kost-nya sebelum ia bertemu Aidan. Sebelum Aidan menyulap bisnis rumahannya itu menjadi sebuah perusahaan yang kini dipimpinnya.

Danisa juga adalah orang yang paling ia percaya untuk mengatur semua hal di perusahaan kecilnya itu. Bahkan, selama beberapa bulan ini Danisa ikut disibukan oleh urusan persiapan pernikahannya bersama Aidan yang akan dilangsungkan tiga bulan lagi. Danisa adalah mata, kepala, dan tangan keduanya. Ia bisa hidup tanpa Aidan, tapi ia tak bisa hidup tanpa Danisa.

"Ada yang perlu aku tahu lagi dari jadwalku hari ini?"

Danisa menggeleng. "That's all!" Sahutnya, lalu beranjak keluar. Tapi sesaat kemudian ia kembali berbalik. "Hmm, cuma ada satu perubahan. Untuk desain kemasan produk itu, Bu Sita mengganti orang yang akan meeting denganmu nanti."

90 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang