"Bin..." Karenina memandang Bintang dengan ragu.
Bintang mengangkat wajah dari layar laptop di depannya. Sedari tadi ia sibuk bekerja.
"Aku ... harus mengabari Aidan keadaanku. Sebelum dia melaporkanmu ke polisi," ujar Karenina.
"Aku akan pulang ke rumah orang tuaku sebentar lagi. Polisi tidak bisa mencurigaiku."
"Tapi... aku harus memberi kabar pada Aidan, Bin."
Kini Bintang menutup laptopnya. "Kamu mencemaskannya?" Tanyanya.
"Dia pasti panik. Kalau dia panik dia menjadi tak terkendali."
"Tapi nanti dia akan bertanya keberadaanmu?"
"Aku akan bilang pergi sendiri."
"Dia enggak akan percaya, Nin."
"Aku akan mengiriminya pesan."
Bintang menghela nafasnya. Dikeluarkannya ponsel Karenina yang ditahannya. "Aku akan menuliskannya. Kamu mau bilang apa?"
Karenina memandang Bintang tak percaya. Mengapa sekarang sikapnya pun mirip Aidan? "Biar aku sendiri yang mengirimkannya, Bin?" Pintanya.
Bintang menggeleng. "Kamu enggak boleh pegang ponsel dulu."
Karenina menarik nafasnya. "Katakan... aku baik-baik saja. Aku... Butuh waktu sendiri untuk berpikir. Tolong tunda dulu pernikahannya."
"Kenapa enggak bilang pernikahannya dibatalkan?" Wajah Bintang mendadak gusar.
"Aku akan bilang itu nanti."
"Kamu masih meragukanku?"
Karenina meraih tangan Bintang. Dielusnya tangan itu. "Aku percaya. Aku hanya tak ingin membuat Aidan jadi tak terkendali. Nanti dia akan mengacaukan segalanya."
Sesaat ragu, akhirnya Bintang menekan tombil kirim, lalu kembali me-non aktifkan ponsel.
Karenina menghembuskan nafas lega. Paling tidak, ia bisa sedikit menahan amarah Aidan. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Aidan saat ini. Dengan kemarahannya Aidan bisa melakukan apa saja di luar akal sehatnya. Dan ia juga pasti akan melaporkannya pada Mama. Karenina mendekap kedua tangannya. Ia takut sekali kalau sampai Aidan menemukannya kembali, apa yang akan dilakukannya? Mungkin kali ini ia tak akan selamat.
"Kamu takut?" Bintang meraih tangannya.
Karenina mengangguk.
"Waktu terakhir dia mengetahui kita bertemu, apa dia menyakitimu lagi?"
Karenina memalingkan wajahnya lalu terdiam. Ia tak ingin mengingatnya kembali.
"Nin!" Bintang menarik wajah Karenina hingga menatapnya kembali.
Akhirnya Karenina mengangguk.
Bintang menatapnya dengan sorot mata tak percaya. Kedua matanya berkaca-kaca. Dipeluknya Karenina dengan erat. "Maafkan aku," sesalnya. Air matanya menetes membasahi pipi Karenina.
Sesaat Karenina merasakan kedamaiannya kembali dalam pelukan Bintang. Dipejamkannya kedua matanya. Ia tak ingin ini berakhir.
Tapi ia kembali tersadar. Dibukanya kembali matanya. Ia harus bangun dari mimpi. Aidan tidak akan melepaskannya begitu saja. Ia akan mencarinya. Dan ia juga akan mencari Bintang dan memenjarakannya. Seperti yang telah diucapkannya. Karena Aidan tak pernah mengingkari janjinya.
"Bin... kamu harus pulang." Karenina melepaskan pelukan Bintang. Tapi Bintang enggan melepasnya.
"Aku takut dia menemukanmu lagi saat aku tak ada di sini," bisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Hari
RomanceKetika Cinta Lama Bersemi Kembali tepat 90 hari sebelum hari pernikahannya tiba, Karenina mencoba permainan konyolnya hanya untuk membuktikan, bahwa cinta masa lalunya pada Bintang, tak bertepuk sebelah tangan. Namun, ada banyak yang harus dikorbank...