"Kita mau ke mana, Nin?" Tanya Bintang bingung saat Karenina menariknya masuk ke dalam mobilnya yang terparkir di basemen kantor.
"Ke tempat yang Aidan tidak akan tahu."
"Nin..."
"Mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir kita."
Bintang terkejut ketika mereka sampai ke sebuah rumah yang dikenalnya.
"Ini rumah... Orang tuamu?"Karenina mengangguk. "Papa meninggal dunia dua tahun lalu, Mama pindah ke rumah Kak Martin di Bali, biar dekat dengan cucunya. Kamu pernah mengantarku ke sini. Kamu ingat?"
"Tentu saja aku ingat. Aku mengantarmu ke rumah ini bersama teman-temanmu setelah pesta kelulusan kita di Villa itu."
Karenina tertawa. "Dan kita melanjutkan pesta lagi sampai pagi di rumah ini."
Bintang tersenyum. "Kenangan yang indah," ucapnya.
Karenina mengajak Bintang masuk ke dalam rumah yang masih asri terawat itu.
"Kamu masih sering ke sini?" Tanya Bintang.
"Kadang-kadang. Tapi ada orang yang merawatnya setiap hari." Karenina mengajak Bintang menuju taman belakang yang berumput. Ada sebuah meja kecil dan dua buah kursi taman di tengahnya. Keduanya lalu duduk di sana.
"Bin... Aidan tahu aku menemui seseorang. Dan... tinggal menunggu waktu sampai dia menemuimu."
"Menemuiku?"
"Kamu tidak kenal Aidan. Tapi dia pernah menyuruh seseorang mendatangi mantan kekasihku dan mengancamnya hanya karena dia menanyakan kabarku."
"Nin, kamu enggak perlu khawatir sama aku."
"Maafkan, aku... sudah menyeretmu ke dalam masalah."
"Nina... Aku bisa jaga diriku. Kamu jangan cemas."
"Kamu harus pindah ke sini. Tinggal di sini sementara waktu." Karenina mengeluarkan kunci dari dalam tasnya. Diulurkannya pada Bintang.
"Nin..."
"Please... Terima Bin. Aku enggak akan memaafkan diriku kalau sesuatu terjadi padamu dan Naira. Aidan tahu tempat tinggalmu. Tinggalah di sini. Aidan tidak tahu tempat ini. Paling tidak sampai aku menikah. Sampai Aidan tenang."
Bintang mengangguk. "Dan kamu... akan baik-baik saja?"
Karenina mengangguk. "Selama aku menurutinya aku akan baik-baik saja."
Bintang menarik tangan Karenina. Ditatapnya matanya. "Apakah dia memaksamu menikahinya?"
"Aku tidak tahu, Bin. Aku tidak mengerti hidupku. Setahun bersamanya dia mengatur seluruh hidupku. Dan aku tidak bisa membatalkan pernikahan itu."
"Kenapa?"
"Kamu enggak kenal Aidan."
"Dia akan menyakitimu?"
Karenina terdiam. "Aku harus segera kembali."
"Jawab, Nin!" Tangan Bintang menahan langkah Karenina. "Dia pernah menyakitimu?" Kini Bintang menatapnya tajam, seolah ingin mencari jawaban di mata Karenina. Tapi Karenina tetap tak menjawab. Dilepaskannya tangan Bintang.
"Apa bedanya, Bin? Enggak ada yang bisa kamu..." Tiba-tiba bibir Bintang mencium bibirnya. Dipeluknya Karenina.
"Kamu enggak harus melakukannya. Jangan menikah karena terpaksa," bisiknya.
Karenina menatap Bintang. Diusapnya wajahnya. "Biarkan aku mencobanya."
"Masukan nomorku dalam kontak daruratmu. Aku akan datang kapan saja kamu memanggilku."
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Hari
RomanceKetika Cinta Lama Bersemi Kembali tepat 90 hari sebelum hari pernikahannya tiba, Karenina mencoba permainan konyolnya hanya untuk membuktikan, bahwa cinta masa lalunya pada Bintang, tak bertepuk sebelah tangan. Namun, ada banyak yang harus dikorbank...