Bab 22 : Aku Hanyalah Budak Cintamu

32 4 0
                                    

Karenina membuka kedua matanya yang masih mengantuk ketika menyadari ada mata yang tengah menatapnya. Benar saja, Aidan menatapnya dengan sorot mata tak biasa. Tatapan matanya sangat lembut. Dan wajahnya tak lagi sedingin es.

"Good Morning!" Ucapnya dengan senyum cerah mengembang di bibirnya.

Karenina tersenyum. "Good Morning!" sahutnya.

"Kamu cantik sekali." Aidan mengecup bibir Karenina.

Karenina mengerutkan keningnya. Didorongnya dengan lembut wajah Aidan untuk menghentikan ciumannya.
"Ada apa?" Tanyanya.

"Enggak ada apa-apa. Aku cuma mau bilang kamu cantik," sahut Aidan masih menatap Karenina sambil menopang dagu dengan sebelah tangannya. Dan satu tangannya mengelus wajah Karenina.

"Thank you! Tumben hari libur kamu bangun pagi?" Karenina beranjak duduk lalu bersandar di sandaran tempat tidur."

"Aku mau bantuin kamu beresin apartemenmu."

"Enggak usah. Danisa mau bantu aku. Kamu di sini saja. Nanti sore kita jemput Mama dan Kak Martin."

"Tapi aku bosan, Nin."

"Kamu bisa main golf sama teman-teman mu. Sudah berapa minggu kamu enggak main, kan?"

Aidan menghempaskan kembali kepalanya di atas bantal. Dia seperti sedang berpikir.

"Setelah selesai beres-beres, aku jemput kamu untuk makan siang," ujar Karenina mencoba membujuknya. Ia tak tahan jika Aidan harus menemaninya di apartemennya nanti. Ia ingin sebentar saja jauh darinya.

"Enggak usah jemput. Nanti teman-temanku menggodamu lagi," sungut Aidan.

Karenina tersenyum. "Kamu harus kurangi sifat posesifmu itu. Kita akan menikah sebentar lagi."

Aidan kembali menatap Karenina. "Aku masih takut kalau kamu pergi sendiri tanpa aku."

"Kamu masih enggak percaya?"

Aidan mengangguk. "Beberapa hari ini kamu jadi baik sekali... Sikap kamu sudah kembali seperti dulu. Kamu jadi manis sekali. Aku senang, tapi... aku merasa aneh. Kamu lagi enggak mempermainkan aku lagi, kan?" Suara Aidan berubah curiga.

Karenina menggeleng. Diusap-usapnya tangan Aidan. "Kita berdamai, ya? Aku capek kamu marahin terus. Dicurigai terus, dicemburui, diawasi dua puluh empat jam. Digigitin terus ..."

Aidan tersenyum. Dipeluknya Karenina. "Maafin aku, ya. Kalau sikap kamu baik lagi seperti dulu, aku enggak mungkin melakukannya lagi. Kamu jangan mengkhianatiku lagi. Aku enggak bisa hidup tanpa kamu."

"Kalau suatu saat aku tiada pun, lama-lama kamu akan akan terbiasa. Setiap orang suatu saat nanti pasti akan ditinggalkan orang-orang yang dicintainya."

"Nin! Aku enggak suka kamu bicara seperti itu!" Tiba-tiba aja Aidan melepaskan pelukannya. Matanya menatap tajam Karenina yang kebingungan.

Karenina menghela nafasnya. Kenapa Aidan selalu saja medahulukan emosi daripada berpikir?
"Aku cuma bercanda," ucapnya seraya tersenyum. Dipeluknya Aidan kembali.

"Jangan bercanda seperti itu lagi, Nin. Aku enggak suka!"

"Maafkan aku." Karenina mengusap-usap punggung Aidan. Ditunggunya hingga ia kembali tenang.

"Aku mau bikin sarapan. Kamu mau sarapan apa?" Tanyanya setelah dilihatnya Aidan kembali tenang.

"Nanti saja! Jangan bangun dulu, Nin. Aku masih mau tiduran sama kamu."

"Aku sudah janji sama Danisa sebentar lagi." Karenia melepaskan kedua tangan Aidan dari pinggangnya.

Aidan menghela nafas dengan wajah bersungut. "Aku malas sarapan," sahutnya seraya beranjak dari tempat tidurnya dengan malas.

90 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang