Bab 16 : Aku Tak Bisa Jauh Darimu

28 5 0
                                    

Karenina menatap bingung sebuah keranjang besar berisi aneka buah segar tergeletak begitu saja di lantai teras rumahnya. Diamatinya keranjang yang berisi buah-buahan kesukaannya itu. Tak ada tulisan nama pengirim di sana. Dicobanya mengingat pesanan belanjanya pada Mas Aldi. Tapi sudah tiga hari ini ia tak memesan apa-apa padanya. Dan rasanya tak mungkin Mas Aldi memberikannya buah sebanyak itu.

Karenina melihat mobil Mas Aldi yang baru saja keluar dari garasi. Ia sepertinya baru saja akan berangkat kerja.

"Mas Aldi!" Dipanggilnya pria itu seraya melambaikan tangan. Tapi Mas Aldi hanya tersenyum tipis tanpa membalas lambaiannya.

Karenina mengerutkan keningnya. Kenapa tiba-tiba sikap Mas Aldi jadi aneh? Karenina menghela nafasnya. Dibawanya keranjang buah itu masuk. Mungkinkah Bintang? Tidak mungkin. Ini pasti Danisa. Cuma dia yang tahu buah-buahan kesukaannya dan ... Aidan?

Karenina memandang keluar jendela. Dipandanginya sekeliling depan rumahnya. Matanya lalu terpaku pada rumah yang terletak di samping rumah Mas Aldi. Penghuni baru itu. Mobilnya masih terparkir di halaman. Sekelebat dilihatnya bayangan seseorang yang kembali memandangi rumahnya dari jendela.

Dengan rasa penasaran, Karenina berjalan ke rumah itu. Lalu mengetuk pintunya. Tapi tak ada yang membukanya. Diketuknya sekali lagi. Ditunggunya lebih lama. Ia tahu ada seseorang di dalam rumah dan orang itu pasti mendengar ketukannya. Karenina semakin penasaran, dan saat ia akan mengetuk untuk ketiga kalinya pintu itu pun akhirnya terbuka.

"Kamu?! Karenina menatapnya tak percaya.

Aidan berdiri di sana dengan senyum lebarnya.

"Keterlaluan!" Dicubitnya tangan Aidan dengan gemas, membuat Aidan meringis kesakitan.

"Siapa yang kasih tahu kamu? Bu Nora?" Karenina menerobos masuk ke dalam rumah. Diamatinya seluruh ruangan yang nyaris kosong itu. Hanya ada sebuah sofa panjang dan meja kopi dengan sisa makanan yang berserakan, dan sebuah laptop di atasnya. Karenina menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aidan mengangguk sambil menyembunyikan senyumnya. Ia senang melihat Karenina marah-marah.

"Kamu juga kan, yang mengirim buah itu?"

"Daripada kamu menerima pemberian cowok itu?"

Karenina menatap tajam Aidan. "Kamu bilang apa sama Mas Aldi? Tiba-tiba saja tadi sikapnya jadi berubah?"

Aidan menghela nafasnya. "Aku enggak bilang apa-apa. Aku cuma berkenalan sebagai tetangga baru. Ya, aku bilang kamu itu istriku, dan kita lagi bertengkar."

Karenina kembali menggeleng-gelengkan kepalanya dan kembali mendaratkan cubitannya di tangan Aidan. Membuat Aidan kembali meringis kesakitan.
"Terus kamu ngapain ngikutin aku di sini?"

"Aku kan, sudah bilang aku enggak bisa jauh dari kamu, Nin. Aku sudah terbiasa melihat kamu setiap hari. Aku enggak bisa hidup kalau enggak lihat kamu!" Rajuk Aidan sambil mengusap-usap tangannya yang kesakitan.

Karenina menatap Aidan dengan geram. "Kamu kan, sudah janji Aidan..."

"Aku sudah mulai, Nin. Aku sudah ikut konseling, terapi, Yoga, Meditasi."

"Lalu kamu di sini untuk apa? Ngawasin aku?"

"Buktinya, kamu memang lagi dekat dengan Mas Aldi itu, kan? Kamu sering menyapa dia."

Karenina kembali menatap Aidan dengan geram. "Itu namanya bertetangga, Aidan!Kita harus saling sapa. Bersosialisasi!"

"Tapi dia menyukai kamu, Nin!"

"Besok kamu bilang sama doktermu supaya menyembuhkan juga sakit posesifmu yang keterlaluan itu!"

"Tapi kamu harus temanin aku, Nin. Please! Koseling itu bikin aku gila. Aku enggak suka ditanya-tanya terus. Dan meditasi itu? Ya, Tuhan! Malah bikin aku jadi tambah emosi, Nin!"

90 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang