Bab 24 : Selamat Tinggal Cinta

33 4 0
                                    

"Aku enggak apa-apa, Aidan. Dokternya kan, sudah bilang aku enggak hamil!" Karenina berusaha melepaskan tangan Aidan yang membopongnya dan membaringkannya di atas kasur.

"Jangan bandel! Kamu harus bed rest seharian." Aidan menarik selimut menutupi tubuh Karenina. Tapi Karenina melemparkan selimutnya kembali.

"Aku harus kembali ke kantor!" Karenina beranjak bangun. Namun Aidan menahan dengan tangannya.

"Kamu mau aku antar ke apartemenmu biar Mama yang jagain kamu atau mau diam di sini?"

Karenina terdiam mendengar ancaman Aidan. "Tapi aku enggak mau ditungguin kamu," sungutnya seraya kembali berbaring membelakangi Aidan lalu menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

Aidan menatap punggung Karenina sambil menghela nafas kesal.
"Ok! Aku akan minta Danisa menjaga kamu."

Karenina tersenyum di dalam selimutnya.

"Aku mengawasimu dari kamera. Jangan lupa setelah makan, obatnya diminum. Dan jangan aneh-aneh! Aku akan kembali setelah meeting selesai! Serunya sebelum kemudian pergi meninggalkan Karenina.

Karenina membuka selimut. Lalu bangkit dari tempat tidur. Keterlaluan sekali Aidan. Ia sangat berlebihan. Dibukanya makanan yang dibeli Aidan untuknya. Kini dirasakan perutnya kelaparan.

Karenina memandang sebuah boks berisi seporsi besar makanan sehat yang dipesan Aidan. Sekarang makan pun diatur olehnya. Ia tak boleh lagi makan sembarangan. Ia menganggap sakit asam lambungnya itu karena terlalu banyak menyantap ayam goreng cepat saji.

Karenina menatap sebal kamera di atasnya. Diletakannya makanan yang tak habis dimakannya itu ke sisi meja. Ia tidak bisa memakannya. Makanan itu tidak enak rasanya dan hanya membuat lambungnya bertambah mual. Dan kini ia mengusap-usap perutnya. Untung saja ia tidak hamil. Ia sama sekali tidak siap jika harus mendapati dirinya hamil saat pernikahannya belum terjadi. Bagaimana seandainya ia tak jadi menikah padahal sudah hamil lebih dulu? Karenina terpaku dalam lamunannya, sejenak ia berpikir. Atau jangan-jangan memang itu yang diinginkan Aidan? Ya, Tuhan! Kenapa ia baru menyadarinya?

Sebuah ketukan di pintu tiba-tiba menyadarkannya. Karenina berjalan cepat membukanya. Danisa datang dengan membawa sekeranjang buah-buahan segar.

"Kamu sakit, apa Nin?" Wajah Danisa terlihat cemas.

"Aku enggak apa-apa. Tadi cuma mual sedikit, tapi Aidan mengira aku hamil. Dia memaksaku ke dokter."

Danisa tergelak. "Dia terobsesi sekali membuatmu hamil!"

"Sa..."

Danisa menghentikan tawanya. Dipandangnya Karenina yang tiba-tiba terdiam.

"Tolong aku, Sa. Belikan aku pil anti hamil. Kamu masukan dalam botol vitamin biar Aidan tidak tahu. Aku enggak mau hamil, Sa. Paling tidak sampai pernikahan itu benar-benar terjadi."

"Bagaimana kalau Aidan sampai tahu, Nin?"

"Dia tidak akan tahu. Selama ini aku yang selalu membelinya."

Danisa menghela nafasnya. Dilihatnya makanan yang masih utuh di atas meja. "Kamu belum makan?"

Karenina menggeleng. "Enggak enak rasanya."

"Mau aku pesankan?"

Karenina tersenyum. "Ayam goreng!" Serunya kegirangan.

Danisa mengangguk lalu membuka ponsel dan memesannya.

Dan kini Danisa memandang Karenina dengan wajah serius. "Nin... aku sudah menghubungi Bintang. Dia enggak mau pergi sebelum bicara denganmu."

Karenina menggeleng. "Enggak bisa, Sa! Nanti aku ingat lagi. Aku sedang berusaha melupakannya."

90 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang