Setengah berlari Bintang menghampiri Karenina yang sudah menunggunya di sebuah restoran ayam goreng cepat saji. "Sorry, Nin. Aku ada online meeting tadi sama Bu Sita."
"Gak pa-pa. Aku yang mendadak ngajak kamu ketemuan."
"Kenapa enggak di rumah kamu aja, sih. Aku kan, bisa ke sana?"
"Aku sekalian mau pergi. Kamu sudah makan siang?"
Bintang menggeleng. "Aku saja yang pesan. Kamu mau ayam dan kentang, kan?" Tanyanya yang dijawab Karenina dengan sebuah anggukan.
Karenina memandang punggung Bintang dari kejauhan. Ia tersenyum. Bersama Bintang ia selalu bisa menjadi dirinya. Bintang tak pernah melarangnya makan apa pun yang ia mau dan di mana pun tempatnya. Bintang juga tak akan marah jika ia menghubunginya kapan saja untuk bertemu. Bintang tak akan menanyakan alasannya. Seperti yang dilakukannya saat ini.
"Apa yang mau kamu bicarakan, Nin?" Bintang meletakan nampan berisi ayam dan kentang goreng beserta dua gelas soda di atas meja.
"Hmm. Sepertinya rencanamu mesti ditunda dulu, Bin."
"Untuk melamarmu?"
Karenina mengangguk. "Aku..." Kini ia terlihat ragu. "Aku bertemu Aidan lagi..."
Bintang menatapnya lama. Diletakannya kembali kentang goreng yang tak jadi dimakannya. "Kamu mau kembali lagi padanya?"
"Danisa memintaku menemuinya. Dia kacau sekali sejak aku tinggal. Dia... mengacaukan segalanya. Dia tak terkendali. Aku menemuinya untuk menenangkannya dan... memintanya menjalani terapi. Amarahnya harus dikendalikan."
"Lalu...?"
"Aku harus menemaninya dulu, Bin."
Bintang menghela nafasnya. Disandarkan punggungnya di sandaran kursi. Sinar matanya mendadak redup. Dipalingkannya wajah dari tatapan Karenina.
"Bin..."
"Sampai kapan, Nin?" Bintang menatap Karenina kembali.
"Mmm. Mungkin satu bulan."
"Dan selama satu bulan kamu tinggal bersamanya?"
Karenina menggeleng. "Aku tetap pulang ke rumah."
"Dia memaksamu menemaninya, kan?" Kini Bintang menatapnya dengan tajam.
Karenina mengangguk.
"Dia enggak akan melepaskan mu, Nin."
"Tapi aku sudah berjanji, Bin."
"Kita merencanakan satu bulan untuk perjalanan kita, Nin. Bukan untuk Aidan! Kamu sudah setuju kita akan ke Bali bulan depan untuk menemui Mamamu. Kita akan menikah di sana lalu langsung pergi memulai perjalanan kita."
"Aku tahu, Bin... tapi... ijinkan aku untuk yang terakhir kalinya menemani Aidan. Aku akan melepaskannya perlahan."
"Nin! dia bukan anak kecil lagi! Dia lima tahun lebih dewasa dari kita."
"Bin... aku dan dia sudah setahun lebih bersama. Kita sudah bertunangan. Dan... dia harus menerima kenyataan pernikahan kami dibatalkan. Dia sudah mengalami hari terburuk dalam hidupnya."
"Aku juga, Nin! Kamu tidak tahu apa yang aku alami? Perpisahan dengan Naira itu telah menyakiti dua keluarga. Kamu tahu, sekarang bahkan orang tuaku sudah tidak mau melihatku lagi. Aku sudah membuat mereka malu. Aku mengecewakan mereka. Tapi aku menghadapinya sendirian."
"Maafkan, aku Bin..." Karenina tertunduk dengan sesal. Ditahannya air mata agar tak keluar. Ia lah yang harusnya dipersalahkan. Ia telah membuat malu orang tuanya. Ia telah membuat hidupnya menderita. Ia telah menghancurkan semua yang Bintang miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Hari
RomanceKetika Cinta Lama Bersemi Kembali tepat 90 hari sebelum hari pernikahannya tiba, Karenina mencoba permainan konyolnya hanya untuk membuktikan, bahwa cinta masa lalunya pada Bintang, tak bertepuk sebelah tangan. Namun, ada banyak yang harus dikorbank...