Bab 4 : Cincin Penghalang Cinta

45 4 0
                                    

Sore menjelang. Kini Karenina sendirian di kantornya. Seluruh karyawannya sudah pulang, termasuk Danisa yang memang sengaja membiarkannya sendiri menunggu Bintang. Di ruangannya yang dingin, Karenina meluruskan kedua kakinya yang lelah di kursi panjang. Kepalanya bersandar di bantalan kursi. Ia akan menunggu Bintang sambil merebahkan tubuhnya sejenak.

Namun suara merdu itu tiba-tiba terdengar, membuatnya tak jadi memejamkan mata. Wajah Bintang sudah berada tepat di atas wajahnya, dengan senyuman kecilnya.
"Maaf, baru kembalikan sekarang." Ia mengulurkan kalung Bunga Matahari itu ke tangan Karenina.

Karenina meluruskan punggungnya, dan membenarkan duduknya. Menyisihkan ruang duduk di sampingnya untuk Bintang. "Sengaja aku enggak ambil lagi. Buat kamu," sahutnya.

Bintang tersenyum. "Terima kasih," ucapnya, lalu duduk di samping Karenina.
"Aku bawa contoh kemasan yang sudah didesain sesuai pilihan kamu." Bintang membuka tasnya, tapi tangan Karenina keburu mencegahnya. Menyentuhnya dengan lembut.

"Mau minum apa?" Tanyanya.

Sesaat Bintang memandang tangan Karenina yang menyentuh tangannya. "Mm.. apa aja," sahutnya dengan gugup.

Seolah tersadar Karenina pun buru-buru melepaskan tangannya.
"Maaf!" Ucapnya sambil beranjak keluar ruangan untuk membuat minuman dan kembali dengan secangkir teh hangat.

"Terima kasih," ucap Bintang lalu menyesap tehnya. Ia sudah tak lagi gugup. "Kamu... cantik sekali hari ini," ujarnya dengan senyum tersipu.

"Terima kasih," sahut Karenina tak kalah tersipunya. Tiba-tiba saja ia seperti kembali ke masa-masa kuliahnya dulu. Saat Bintang menatapnya di kelas.

Sesaat mereka hanya terdiam dan saling pandang. Berada dalam ruangan berduaan saja membuat keduanya jadi salah tingkah. Tak pernah mereka sedekat ini sebelumnya. Kursi panjang yang memang hanya cukup untuk dua orang itu membuat mereka benar-benar sangat dekat.

"Mmm, aku bawakan kemasan yang kamu pilih," ujar Bintang akhirnya memecah keheningan. Dikeluarkannya sebuah botol dari dalam tasnya. Diulurkannya pada Karenina.

Karenina menatap botol bergambar bunga matahari itu. "Ini seperti diriku?"

Bintang mengangguk.

Karenina menyentuh botol itu, meraba gambar Bunga Matahari yang terlukis di sana. "Mmm... Kamu bilang aku tak suka hujan... Dari mana kamu tahu?"

"Aku... tahu semua hal tentang kamu." Bintang kembali tersipu.

Karenina terdiam sesaat. "Apakah... kamu masih mencintaiku, Bin?" Tanyanya dengan hati berdegup kencang.

"Nin... Itu tidak penting lagi. Kita sudah sama-sama terikat."

"Tapi aku masih mencintaimu, Bin..." Suara Karenina kini bergetar.

Bintang menatap Karenina. "Nin... Aku... Maafkan aku."

"Untuk apa?"

"Seandainya dulu aku berani mengatakannya... " Bintang menghela nafasnya. "Kamu sangat berbeda, Nin. Kamu begitu bersinar. Kamu sangat cantik. Kamu pintar... Kamu selalu dikelilingi banyak laki-laki. Entahlah... Aku merasa... tak sebanding."
Kini mata Bintang menatap kedua mata Karenina. Ia seperti ingin Karenina melihat ke dalam matanya yang bening bagai embun. Yang membuat siapa saja yang melihatnya akan merasakan kesejukan.

Karenina menunduk. Ia tak sanggup menatap mata Bintang.

"Tapi kamu juga banyak di kelilingi wanita. Mereka selalu meneriakimu. Memanggil-manggil namamu dari pinggir lapangan basket. Tapi kamu begitu acuh... Kamu bahkan tidak pernah menyapaku. Hanya menatapku dari belakang saat kita di kelas."

90 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang