Aidan menatap Karenina yang masih terdiam sejak mereka tiba di apartemennya sore tadi. "Weekend besok kita ke Bali, ya? Kita liburan. Sekalian ketemu Mama kamu dan Kak Martin."
Karenina menggeleng.
"Dari kemarin mereka nanyain kamu. Katanya kamu enggak mau bicara. Kamu kan, udah lama enggak ketemu mereka?" Bujuk Aidan lagi seraya membelai rambut Karenina.
Karenina kembali menggeleng. Ia tak percaya lagi dengan Aidan. Ia pasti sengaja memintanya untuk bertemu Mama dan Kak Martin agar bisa melihatnya dihakimi oleh mereka. Mama dan Kak Martin sangat menjaga kehormatan keluarga. Mereka pasti akan memarahinya habis-habisan mendengar cerita versi Aidan. Dan mereka akan menganggapnya telah mempermalukan nama keluarga. Lalu mereka akan menyetujui apa pun keinginan Aidan. Termasuk mempercepat pernikahan mereka bulan depan.
"Ijinkan aku bekerja lagi, Aidan," pinta Karenina mengiba.
Aidan menarik nafas, lalu dipalingkan wajahnya dari tatapan Karenina.
"Kamu sudah melaporkan Bintang ke polisi. Dia tidak akan berani menemuiku lagi."
"Untuk apa, Nin? Sudah ada Danisa yang mengurusnya. Kamu enggak perlu repot-repot lagi bekerja."
"Aku bosan!"
Aidan tetap terdiam. Ia berpikir lama.
"Aku akan melupakan Bintang. Aku enggak akan ke mana-mana lagi. Aku akan menunggu pernikahan kita. Aku akan melakukan apa saja yang kamu minta, asal ijinkan aku bekerja lagi. Kamu tahu itu impianku."
Aidan kembali menghela nafasnya. Ditatapnya Karenina sungguh-sungguh. "Kamu akan menuruti apa pun mauku?"
Karenina mengangguk. "Please, Aidan ..."
Disentuhnya wajah Aidan. Mencoba membuatnya luluh."Ok... dengan syarat..."
Karenina menatapnya dengan cemas. Terkadang Aidan suka meminta persyaratan yang tak masuk akal.
"Aku tetap nomor satu. Pekerjaan kamu nomor dua. Jadi, kamu enggak boleh menolak kapan pun aku meminta waktu mu."
Karenina terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Ia tahu, persyaratannya itu akan membuat Aidan semakin semena-mena meminta waktunya. Tapi, itu tetap lebih baik dari pada hanya terkurung seharian dalam apartemen Aidan tanpa dapat melakukan apa-apa.
"Kapan kamu mau memulainya?"
"Besok. Dan satu lagi..."
Aidan menoleh dengan tatapan tak suka.
"Kembalikan ponselku."
"Aku sudah banting sampai rusak. Nanti aku belikan yang baru dengan nomor yang baru, supaya Bintang enggak bisa hubungi kamu lagi."
Karenina memandang Aidan dengan emosi yang ditahannya. Keterlaluan sekali anak manja ini, geramnya. Dilihatnya kini Aidan menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia terlihat kelelahan dan mengantuk.
Karenina masuk ke dalam kamar mandi, diambilnya ponsel dari dalam tas besar yang dibawanya tadi. Dinyalakannya dalam mode diam. Dan dibacanya sebuah pesan yang masuk. Dari Bintang. "Maafkan aku, tak bisa menjagamu. Aidan meminta Naira memanggilku. Tolong katakan kamu baik-baik saja."
Karenina menghapus air matanya. Dibalasnya pesan itu, dan segera dimatikannya saat terdengar pintu kamar mandi terbuka.
"Aku mau mandi bareng kamu." Aidan masuk tiba-tiba, lalu memeluk Karenina, menciumi dan mulai melucuti pakaiannya. Karenina memejamkan mata. Aidan bahkan tak memberinya waktu untuk beristirahat sejenak setelah perjalanan mereka yang panjang. Kini ia meragukan cinta Aidan. Aidan tidak mencintainya, ia hanya terobsesi padanya. Bukankah cinta tidak akan pernah memaksa? Dan bukankah cinta juga tak akan saling menyakiti? Karenina terus memejamkan matanya. Ia ingin membayangkan Bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
90 Hari
RomanceKetika Cinta Lama Bersemi Kembali tepat 90 hari sebelum hari pernikahannya tiba, Karenina mencoba permainan konyolnya hanya untuk membuktikan, bahwa cinta masa lalunya pada Bintang, tak bertepuk sebelah tangan. Namun, ada banyak yang harus dikorbank...