Di tengah matahari yang bersinar terik, tampak seorang lelaki tengah mengendarai motor membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi. Sebagian pengendara menepi saat mendapati lelaki tersebut di dekatnya. Ya, dia adalah Feki yang hendak menuju rumah Viren.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Feki memarkir motor tepat di depan rumah sederhana cat hijau. Dengan segera ia berlari hingga depan pintu lalu mengetuknya dengan kuat.
"Viren ... Keluar lo!" pinta Feki masih setia mengetuk pintu. "Viren ... Di mana lo? Keluar sekarang!"
Viren yang sedari tadi asik bermain handphone sontak terkejut saat mendengar itu. Karena ia sendiri di rumah, sehingga ia merasa bebas akan melakukan apapun termasuk jika harus bertengkar dengan Feki. Viren menutup ponselnya seraya membuka pintu yang menampilkan keberadaan Feki dengan wajah penuh emosi. "Mau apa lo?" tanya Viren.
Tangan yang mengepal sedari tadi, langsung terangkat mencengkeram kerah baju merah Viren. "Putusin Relyn sekarang atau lo celaka!"
"Maksud lo?" Viren bertanya sembari menaikkan sebelah alisnya karena tak tahu maksud dari omongan Feki.
"Gue mau lo putusin Relyn sekarang karena gue cinta sama dia. Kalau nggak, gue bakal habisin lo di sini!"
"Siapa lo ngatur-ngatur gue? Ingat ye, gue nggak bakal putusin Relyn sampai kapanpun karena gue cinta sama dia dan dia juga cinta sama gue! Jadi lo nggak ada hak buat ngatur-ngatur gue!" jawab Viren.
"Tapi gue juga cinta sama dia!" Feki mendorong tarik tubuh Viren tanpa melepas cengkeraman kerah bajunya."La terus apa urusannya sama gue?" tanya Viren.
"Gue mau lo putusin dia sekarang!" pinta Feki.
"Nggak akan!" jawab Viren.
Bughhh ....
Feki mendaratkan kepalan tangan tepat di pipi halus Viren dan membuatnya cukup merasa sakit. "Asal lo tau ye! Gue ama Relyn udah pdkt dari dulu dan gue udah berharap bisa milikin dia seutuhnya, tapi semuanya gagal gara-gara lo nembak dia sembarangan!" celetuk Feki.
"Bodoh amat emangnya gue pikirin? Awww!" jawab Viren diikuti desahan karena rasa sakit di pipi.
Hati Feki semakin sakit mendengar itu. Rasanya sangat tidak karuan. Dengan cepat dia mendorong tubuh Viren hingga menabrak vas bunga yang menghiasi ruang tamu. Kini Viren harus merasakan sakit di punggungnya akibat terbentur guci. Ia merasa tak kuat lagi untuk berdiri sehingga memutuskan untuk berbaring di lantai.
"Apa maksud lo?" tanya Viren mencoba bangkit, namun tak bisa karena tulang punggungnya tak bekerja.
"Lo masih tanya apa maksud gue? Dari tadi gue udah berkali-kali nyampein maksid gue dan sekarang lo masih tanya! Tuli lo?" gerutu Feki.
"Mendhing sekarang lo pergi sana! Daripada di sini kayak orang gila!" jawab Viren sembari mengejek.
"Apa lo bilang?" Tanpa mengharap jawaban dari Viren kaki kiri Feki langsung menendang kuat tubuh Viren hingga menabrak nakas dan menjatuhkan semua barang diatasnya termasuk pecahan cermin kecil yang mengenai kepalanya hingga mengeluarkan cairan merah. "Lo ingat ye. Rasa sakit di badan lo tidak sebanding dengan rasa sakit di hati gue. Mati loooo!" Feki keluar begitu saja tanpa mempedulikan Viren yang memprihatinkan. Motor ninja hitam kembali melaju meninggalkan rumah Viren. Dengan penuh rasa lega, Feki mengendarai motor sembari menyudutkan bibir. Puas hatinya benar-benar puas. Hal itu telah direncanakannya sejak lama dan sekarang berjalan mulus. Ia rela melakukan apapun demi mendapatkan cinta Relyn. Ia akan memperjuangkan Relyn dengan semaksimal mungkin.
*_____*
"Relyn makan siang dulu, makanannya sudah siap!" pinta seorang perempuan seumuran Resita yang berparas cantik di kediaman Relyn.
Relyn yang sedari tadi asik bermain ponsel, sontak berhenti dan melaksanakan pinta orang itu.
"Tante, Pressa udah makan apa belum? Sini makan sama aku!" ucap Relyn sebelum menyuap makanan.
"Tante udah makan tadi," jawab Pressa, asisten rumah tangga baru keluarga Relyn yang merupakan teman lama Resita. Mereka berpisah saat Pressa pergi ke luar negeri dan sekarang bertemu kembali usai dirinya pulang ke Indonesia.
Belum usai makan, namun harus berhenti karena deringan telfon di yang nyaring. Relyn berlari menaiki anak tangga untuk sampai di lantai dua. Saat mengetahui siapa penelfonnya, ia langsung menggeser tombol hijau yang tertera di layar. "Hallo, ada apa?"
"Ay ... Tolong aku Ay. Aku nggak kuat kepalaku sakit berdarah, di rumahku nggak ada siapa-siapa lagi!" jawab seseorang di seberang sana. Detak jantung Relyn berdegup kencang usai mendengar ucapan Viren dengan napas sesak.
"Iya-iya, aku segera datang! Tunggu ya, Ay!" Relyn menutup telfon lalu berlari ke kamar untuk mengambil cardigan lalu memakainya seraya keluar.
Relyn mengendarai motor dengan kecepatan yang tinggi hingga motornya terparkir di pekarangan rumah Viren. "Assalamualaikum." Dirinya langsung dikejutkan dengan kondisi Viren yang tergeletak diatas tetesan darah. "Hah? Sayang!" kejut Relyn seraya menghampiri sang kekasih. Dengan sigap tangannya mengambil handphone dari tas selempang lalu menelfon ambulan. "Hallo. Bisa datang ke Jalan Mangga nomor lima, sekarang?" tanya Relyn disetujui pihak ambulan.
"Kenapa bisa begini sih, Ay? Sabar ya sebentar lagi ambulannya sampai kok! Kamu harus kuat!"
Viren tak menjawab karena semua badannya terasa berat untuk bergerak bahkan untuk sekedar bicara sekalipun. Ia berusaha menahan rasa sakit bercampur pusing yang menusuk kepalanya.
Tak butuh waktu lama, mobil ambulan pun tiba dan membawa Viren ke rumah sakit. Relyn mengikuti dengan motornya.
Setiba di rumah sakit 'Rawa Badak' yang akan menjadi tempat perawatan Viren, Relyn melepas helmnya seraya mengikuti brankar yang membawa Viren.
Saat Relyn hendak masuk ruangan perawatan, terhalang oleh seorang suster yang merentangkan tangan di ambang pintu. "Maaf Mbak. Mbak tunggu di luar ya, biar kami menangani pasien!" ucap sang suster diangguki Relyn.
Relyn membuka ponsel Viren yang sejak tadi ia bawa untuk menelfon orang tuanya.
Thut ... Thut
Relyn menurunkan bahu, bagaimana bisa nomor Ibunya tak dapat dihubungi? Ia pun mencoba menelfon Ayah Viren.
"Hallo Ren. Ngapain?" tanya Reren, Ayah Viren.
"Maaf Pak. Bapak bisa segera ke rumah sakit 'rawa badak' sekarang? Viren dirawat di sini!" ucap Relyn tanpa intro.
"Loh kamu siapa? Dan anak saya kenapa?" tanya Reren.
"Anak Bapak kepalanya bocor!" jawab Relyn tak ingin menjawab pertanyaan Reren yang bertanya tentangnya.
"Oh iya saya segera ke situ!"
Relyn menutup kembali ponsel Viren. Jujur, sekarang ia gugup karena harus bertemu dengan orang tua Viren sendiri. Ia tak tahu harus menjawab apa jika ditanya siapa dirinya. Jika ini bukan keadaan darurat, mungkin takkan begini. Haruskah ia mengaku sebagai kekasih Viren? Atau mengaku sebagai teman? Ah ... Lihatlah nanti!
![](https://img.wattpad.com/cover/322709068-288-k592766.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Relyn
Teen FictionAlur hidup seseorang berbeda-beda. Tidak ada yang tahu selain Tuhan. Seperti cerita seorang Relyn. Remaja 15 tahun yang mengalami percintaan. Semula ia dekat dengan seorang cowok bernama Feki, namun berpacaran dengan Viren yang lebih dulu menyatakan...