23. Ke Rumah Nenek

2 2 0
                                        

  Saat menjelang siang, Relyn, Resita, Celine, Niko dan Keyla keluar hotel bersama. Mereka menuruti keinginan Relyn dan Celine untuk ke mall dan pantai.

  Niko mengendarai mobilnya dengan santai ditemani sang istri yang duduk di sampingnya. Sedangkan, Relyn, Resita dan Celine duduk bersama di belakang. Relyn dan Celine tampak gembira saat tiba di mall. Mereka berlari sembari tertawa ria.

  "Kalian boleh beli apapun sesuka kalian, nanti Papa bayarin!" ucap Niko membuat sudut bibir Celine terangkat.

  "Terima kasih Pa!" jawab Celine. Ia menarik tangan Relyn menuju tempat pakaian. "Kakak silakan pilih!"

  "Kakak, nggak pengen beli pakaian!" tolak Relyn menormalkan bibir Celine yang sedari tadi tersenyum.

  "Lalu?"

  "Aku mau beli makanan sama main salju!" jawab Relyn sembari memandang deretan snack yang terpajang di rak.

  "Waahh ... Aku juga mau Kak!" Celine kembali tersenyum lebar. Relyn dan Celine mengambil makanan sesuka dan sepuas mereka, barulah bermain salju di mall tersebut. Mulai dari berseluncur hingga saling lempar bola salju, mereka selalu memancarkan senyum lebar. Niko, Keyla dan Resita yang mendapati itu pun turut tersenyum.

  Setelah merasa puas, Celine mengajak kedua orang tuanya ke pantai. Ia tak peduli meski panas matahari menyengat. Yang ia pikirkan hanyalah bermain bersama Relyn. Niko dan Keyla pun menyetujui sehingga Resita dan Relyn mengikuti perjalanan mereka.

  Gelombang ombak menyambut kedatangan mereka di pantai sekaligus menambah aura bahagia di wajah masing-masing. Tak terkecuali Celine yang langsung berlari bagai seorang balita. "Kak Relyn, ayo kita bermain!" Celine menarik tangan Relyn hingga ke tepi pantai dan membuatnya terkena ombak yang menepi. Air pantai pun membasahi pakaian mereka yang sedari tadi kering kerontang. Resita dan Keyla pun membiarkan sang putri bermain.

  "Ini masih siang bolong, Celine udah ngajak ke pantai! Panas banget lagi! Padahal aku belum sempat pakai sunscreen!" ucap Keyla yang menduduki pasir pantai bersama Resita karena Niko tengah mengawasi Celine dan Relyn.

  "Biarlah Key! Asalkan bahagia! Aku juga nggak pakai sunscreen!" jawab Resita.

  "Semoga kulitku nggak gosong!"

  "Mendhing kita berteduh di pohon itu!" ajak Resita sembari menunjuk pohon besar di tepi pantai.

  "Ayo!" Mereka pun berteduh. "Huufftt ... Udaranya panas banget!" keluh Keyla.

  "Apa kamu haus? Aku belikan es campur di sana!"

  "Boleh deh!" jawab Keyla. Resita meninggalkan Keyla sejenak untuk membeli es campur di sekitar pantai. Mereka menikmati es tersebut usai Resita kembali.

  "Aku jadi ingat masa kita muda. Sering main bareng, liburan bareng, curhat bareng, suka duka bareng!" ucap Resita sembari menyeruput es campur.

  "Iya. Ini kita seperti mengenang masa muda!" jawab Keyla.

  "Resita." Merasa dipanggil, Resita menoleh. Netranya menangkap seorang lelaki bertubuh tinggi, kurus, berkulit putih dan berambut ikal pendek. Ia mengenakan kacamata hitam dan sweather. Lelaki itu menghampiri Resita.

  "Maaf, kamu siapa ya?" tanya Resita. Lelaki itu menjawab dengan melepas kacamatanya. "Ooohh ... Tityan!" Resita berdiri, kini ia tahu, bahwa lelaki dihadapannya adalah Tityan Sanjaya, teman kerja sekantornya. "Kok, kamu bisa di sini?"

  "Iya, karena aku lagi liburan," jawab Tityan.

  "Sendiri?" tanya Resita diangguki Tityan.

  "Kamu ke sini sama siapa? Kayaknya nggak ada Mas Nitolen?" tanya Tityan sedikit menggores hati Resita. Pasalnya, ia selalu teringat akan konfliknya jika ada yang menyebut nama Nitolen.

  "Emmm ... Aku ke sini sama Relyn! Mas Nito nggak ikut soalnya lagi sibuk," jawab Resita berbohong karena tak ingin orang lain tahu akan konflik keluarganya.

  "Owh! Boleh saya duduk di dekatmu? Pengen ngobrol!"

  "Boleh kok, mari duduk!" jawab Resita sembari duduk. "Kenalin, ini sahabatku, Keyla namanya!" Tityan dan Keyla sama-sama mengangguk.

  "Kamu ke sini naik apa?"

  "Naik motor," jawab Tityan.

  "Masa' sih? Rumah kamu jauh loh, dari sini?" Resita tak percaya.

  "Iya."

  "Nggak bohong kan?"

  "Buat apa saya bohong! Kalau kamu nggak percaya, nanti pulang bersama saya, naik motor!" jawab Tityan sembari tersenyum. Resita pun membalasnya dengan tawa kecil.

  "Apa kamu sanggup memboncengku dalam perjalanan yang jauh?" tanya Resita.

  "Sanggup. Apa kamu pulang denganku?"

  "Tapi, harus sama Relyn, juga!" syarat Resita.

  "It's okay, no problem!" jawab Tityan meyakinkan Resita.

  "Oke! Nanti anterin aku pulang ke rumah Ibuku ya!" pinta Resita. Ia rasa tidak masalah jika pulang ke rumah sang Ibu. Selain lebih dekat dari pantai, Tityan juga tidak kejauhan jika mengantarnya nanti.

  "Loh, kenapa nggak di rumah sama Mas Nito?" tanya Tityan.

  "Biar kamu nggak kejauhan. mengantarku! Karena rumah Ibuku lebih dekat! Nanti aku tunjukan jalannya," jawab Resita.

  "Oke!"

  Tak lama kemudian, Relyn dan Resita berpamitan pada keluarga Niko seraya pulang dengan Tityan. Motor Tityan yang besar, tak membuat Relyn merasa sesak di tengah, ia malah bahagia karena mendapati sang Ibu tersenyum kembali kala bersama Tityan.

  "Makasih, Tityan!" ucap Resita sembari melepas helm dan mengembalikan pada Tityan.

  "Sama-sama, kalau butuh bantuanku, tinggal bilang aja, pasti aku bersedia!" jawab Tityan seraya pergi.

  Thok ...

  Thok ...

  Thok ...

  "Bunda," panggil Resita sembari mengetuk pintu.

  Cklek ...

  "Resita, anakku!" Arrumi Lauisa Endeser, Ibunda Resita yang kini memeluknya. Resita membelas pelukan tersebut sembari meneteskan air mata, melepas rindu dan mengingat konflik yang melanda. Arrumi yang mendengar isak sang putri pun turut meneteskan air mata. Ia melepas pelukan lanjut menangkup pipi sang putri. "Mengapa kamu menangis? Silakan masuk, cerita sama Bunda!"

  Mereka pun masuk rumah Arrumi yang cukup besar dan bertingkat. "Suami kamu mana Res?" tanya Arrumi yang dudik di sofa. Resita menceritakan konflik rumah tangganya.  Relyn tertunduk bungkam kala mendapati sang Mama berlinang air mata. Andaikan Nitolen tak berkhianat, pasti ia bisa melihat sang Mama tersenyum ceria. Namun, itu hanya angan semata. Nasi telah menjadi bubur. Nitolen terlanjur cinta dengan Pressa, mereka seperti tak dapat dipisahkan.

  Arrumi beranjak dari sofa, "keterlaluan! Bisa-bisanya Nitolen seperti itu sama kamu? Lagian kamu kenapa pilih asisten rumah tangga kayak dia?"

  "Itu bukan aku yang pilih. Tapi Mas Nito sendiri ... Hikhikhikhik," jawab Resita sembari menangis.

  "Apa dia sengaja melakukan itu agar bisa berpacaran di rumah?" tanya Arrumi.

  "Aku nggak tau Bun. Tapi yang pasti, mereka udah berpacaran di belakangku .... Hikhikhik!"

  Arrumi mengelus bahu sang putri. "Kamu yang sabar ya Nak! Ada Bunda sama Relyn di sini!" ucap Arrum menenangkan Resita.

  "Iya Bun, terima kasih!" jawab Resita.

  "Malam ini kamu sama Relyn tidur di rumah Bunda!" pinta Arrumi.

  "Iya Bun!" jawab Resita sembari mengusap air mata.

  "Relyn, kamu ajak bunda ke kamar sekarang, ya!" pinta Arrum dilaksanakan Relyn. Relyn menenangkan Resita di kamar. Sebisa mungkin ia menerbitkan senyum Resita dan menghapus sedihnya.

Diary RelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang