Resita memasuki hotel bintang lima
dengan penuh kemarahan. Usai mendapat kamar, Resita dan Relyn masuk. Mereka menelfon Nitolen. "Mas, kamu di mana?""Di sini!," jawab Nitolen.
"Aku tahu kamu di hotel. Menempati kamar nomor berapa, kamu?"
"48."
"Sekarang kamu di mana?"
"Lagi hadir di acara pernikahan, di hotel sini!" Nitolen berani jujur karena ia kira Resita tak tahu hotel yang ditempatinya dan tak akan menyusulnya.
"Relyn, ayo ikut Mama!" Relyn hanya mengangguk. Resita keluar kamar dan pergi ke tempat yang biasa dipakai pernikahan di hotel itu. Ia tak langsung masuk, melainkan mengintip keberadaan Nitolen dari luar ruangan.
1 detik
2 detik
3 detik
"Saya terima nikah dan kawinnya Pressa Antasari binti Rosyandi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Memdengar Nitolen tersebut, Resita langsung masuk diikuti Relyn.
"Pernikahan ini tidak sah!" sahut Resita mengalihkan kefokusan semua orang.
"Resita." Nitolen beranjak dari duduk.
"Apa maksud dari semua ini Mas? Kemarin kamu bilang mau meeting, padahal tidak ada tugas meeting di kantor ternyata kamu di sini sama dia dan menikahi dia tanpa sepengetahuanku. Jahat kamu Mas, kamu jahat!" Resita mendorong tubuh Nitolen, namun tak jatuh. "Mengapa kamu tega melakukan ini? Padahal kamu sudah janji tidak akan mengulangi perbuatan kamu yang dulu, menduakanku!" tanya Resita dengan suara tinggi dan bercucuran air mata. Sungguh, ia tak mampu menahan emosi yang bergejolak tinggi. Ia tak peduli disaksikan banyak orang. Yang ia mau hanyalah penjelasan Nitolen yang sejujurnya. Jujur, Resita tak menyangka akan semua ini, namun ia tak tahu harus bagaimama lagi.
Di belakang Resita, Relyn menangis dalam diam. Ia turut merasakan kepedihan sang Mama sehingga tak kuasa menahan air mata.
"Maaf Resita, aku terpaksa menikahi. Pressa karena dia sudah mengandung anakku!" jawab Nitolen.
"Apa Mas? Keterlaluan kamu! Arrggghhh .... " Resita tak memerlukan penjelasan lagi, ia berlari ke balkon hotel tingkat 45. Ingin rasanya, ia menjatuhkan diri di sana.
Relyn yang mendapati itupun tak tinggal diam. Ia memeluk erat sang Mama yang larut dalam kepedihan. Dibelainya bahu Resita agar tenang. Ia tak ingin kehilangan wanita teristimewa di hidupnya, meski kini bercucuran air mata. "Mama tenang Ma. Di sini ada Relyn, Mama harus kuat demi Relyn."
Nitolen dan beberapa orang datang menghampiri mereka. "Resita," panggil Nitolen mendekati mereka.
"Biarkan aku mati! Aku sudah tidak ingin hidup lagi!" Resita melepaskan tubuhnya dari pelukan Relyn dan melompat. Dengan sigap, Nitolen mencengkeram tangan Resita yang menggantung. "Resita, pegangan yang kuat Sayang, aku akan menolongmu!" ucap Nitolen.
"Buat apa kamu menolongku kalau akhirnya bakal menyakitiku! Arrghhh ... Biarkan aku mati!" teriak Resita dengan tubuh menggantung. Ia melepas tangannya yang dicengkeram Nitolen. Nitolen berusaha menahan tangan Resita dan tubuhnya agar tak ikut jatuh. Namun nihil, mereka terjatuh bersamaan. "Mama Papa!" Relyn berlari menghampiri kedua orang tuanya. Air matanya kembali bercucuran kala mendapati mereka tak sadarkan diri.
Tak berselang lama,Relyn menaiki ambulan bersama kedua orang tuanya menuju rumah sakit Soebroto. Relyn harus terpisah dengan Mama Papanya karena mereka berada di ruang IGD yang mengharuskan Relyn menunggu di luar. Dengan perasaan berkecamuk, ia duduk terdiam, menangis dan berdo'a. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk keselamatan kedua orang tuanya. Ia cemas jika apa yang ditakuti akan terjadi. Ya, Semoga saja semuanya baik-baik saja.
Disela hal tersebut, Relyn menyempatkan bercerita melalui chat whatsaap dengan Celine.
Sahabatku Celine
Karena besok hari
Minggu, kebetulan
Papaku libur kerja.
Aku akan jenguk
Tante Resita dan Om
Nitolen di sana!
Kak Relyn, sahabatku
yang cantik nan baik
harus sabar ya. Ini
cobaan dari Tuhan.
Aku tahu, Kak Relyn
anak kuat!
Owh iya Kak, kalau
Kakak bingung sama
biaya pengobatan
Mama Papa Kakak
jangan segan bilang
ke aku ya. Pasti aku
dan keluargaku bisa bantu!Relyn hanya membaca pesan tersebut dan mematikan ponselnya kembali. Ia sedikit merasa tenang.
*_______*
Di ruang IGD, para dokter dan suster tengah sibuk menangani dua pasiennya. Resita dan Nitolen yang hingga kini tak kunjung sadarkan diri. Sebagian dari mereka tengah sibuk menangani Resita yang mengalami pemdarahan otak akibat benturan keras di kepalanya dan sebagian menangani Nitolen yang mengalami patah tulang.
Tak lama kemudian, salah satu dokter keluar dari IGD. Relyn yang sedari tadi duduk pun, sontak berdiri menanyakan keadaan orang tuanya. "Kedua pasien harus dioperasi secepat mungkin, kami harap biaya administrasinya segera dilunasi agar kami dapat melakukan perawatan yang semaksimal mungkin!"
"Iya dok, besok saya lunasi semuanya. Tolong lakukan yang semaksimal mungkin untuk kedua orang tua saya!" jawab Relyn.
"Baik. Kalau gitu saya permisi." Dokter pun pergi, Relyn kembali duduk untuk meminta bantuan pada Celine.
"Relyn." Merasa namanya dipanggil, Relyn menoleh. Ia mendapati Pressa berjalan menghampirinya dengan gaun putih yang menutupi tubuhnya. Relyn hanya diam lantaran malas berbicara dengan orang yang menyakiti sang Mama. "Bagaimana keadaan Papamu?"
"Silakan lihat sendiri!" jawab Relyn terkesan membenci Pressa.
"Tante tanya sama kamu, kenapa kamu jawab gitu?"
"Maaf, aku nggak butuh pertanyaan Tante!" jawab Relyn seraya pergi.
"Relyn," panggil Pressa bermaksud mencegah kepergian Relyn, namun tak bisa.
*****
Beberapa jam kemudian, keluarga Niko tiba di rumah sakit Soebroto Surabaya. Sebelum menjenguk, Niko dan Keyla melunasi biaya administrasi Nitolen dan Resita. Sedangkan Celine menelfon Relyn guna menanyakan posisi keberadaannya.
Dengan penuh empati, keluarga Niko memasuki ruang rawat Resita dan Nitolen yang berada dalam satu ruangan meski beda brankar. "Celine," Relyn memeluk sang sahabat untuk menenumpahkan seluruh air mata dan menenangkan pikirannya. Celine membalas pelukan Relyn sembari mengelus lembut bahu Relyn. Suasana menjadi haru seketika kala semua mengetahui Relyn menangis.
"Kak Relyn yang sabar ya, Kakak pasti kuat melewati semua ini!" ucap Celine.
"Makasih Dek." Relyn melepas pelukan seraya mengusap air matanya. Kembali menatap kedua orang tuanya yang koma.
"Om Niko, Tante Keyla, terima kasih banyak ya, sudah mau datang jauh-jauh menjenguk Mama Papaku, dan terima kasih banyak sudah membantu melunasi biaya administrasinya!" ucap Relyn. Niko mengangguk."Sama-sama Nak," jawab Keyla. "Kamu yang sabar ya!" Keyla menepuk pelan bahu Relyn seraya mendekati brankar Resita.
"Resita, hey bangun. Aku Keyla, sahabatmu. Aku ke sini untuk menjengukmu dan suamimu Res. Aku tahu kondisimu sedang tidak baik-baik saja, kamu sabar ya, kamu pasti kuat. Ayo Res, kamu harus kuat demi Relyn! Lihatlah dia, udah besar, cantik, baik pula! Kamu pasti mendengar ucapanku sekarang kan! Ayo Res, cepat bangun ya!"
Keyla terus mengusap kepala Resita. Niko hanya diam menemani Keyla. Ia tak mendekati salah satu brankar, karena belum kenal dekat dengan mereka. Relyn dan Celine tengah mengobrol bersama. Relyn menceritakan ulang kejadian dari awal hingga akhir pada Celine.
Ada yang tau, apa alasan keluarga Niko mau melunasi biaya administrasi Resita dan Nitolen?
Kalau mau tau, ikuti terus cerita ini sampai habis ya🙏😊

KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Relyn
Novela JuvenilAlur hidup seseorang berbeda-beda. Tidak ada yang tahu selain Tuhan. Seperti cerita seorang Relyn. Remaja 15 tahun yang mengalami percintaan. Semula ia dekat dengan seorang cowok bernama Feki, namun berpacaran dengan Viren yang lebih dulu menyatakan...