29. Kehilangan

5 2 0
                                    

  2 bulan sudah, Resita dan Nitolen di brankar rumah sakit dengan Arrumi yang selalu menemani. Nitolen telah sadar sejak 1 minggu lalu, meski kini ia masih terbaring di brankar lantaran mengalami sesak napas akibat penyakit jantungnya kambuh. Sedangkan Resita hingga kini tak kunjung sadar. Arrumi datang ke rumah sakit usai sehari Resita dan Nitolen dirawat. Pressa di samping Nitolen. Resita dan Nitolen berbeda ruangan, namun berdekatan. Suasana sunyi karena tak ada yang membuka bicara. Keluarga Niko dan Relyn datang memecah keheningan. Sejak 2 bulan ini, Relyn tinggal di rumah Niko untuk sekolah dan menjenguk orang tuanya setiap hari Minggu.

  "Waalaikumsalam!" jawab Arrumi. Hanya hari Minggu yang meluangkan waktu keluarga Niko untuk menjenguk sang sahabat.

  "Dia belum sadar juga?" tanya Keyla sembari meletakkan tas selempang di nakas.

  "Belum," jawab Arrumi. Keyla mendekati brankar Resita lalu mengusap pucuk kepalanya.

  Keyla menghela napas. "Res, ini aku, Keyla. Kapan kamu bangun Res? Aku rindu mengobrol denganmu! Ayo bangun! Di sini ada anak kamu loh. Kamu pasti bisa sembuh Res. Ayo, kamu kuat, bertahanlah demi anakmu Res! Lihatlah anakmu sudah tumbuh remaja, nggak kayak dulu yang masih bayi. Sekarang, dia udah bisa menyayangi kamu sepenuh hati Res!" ucap Keyla.

  Air mata Relyn luruh begitu saja saat mendengar semua ucapan Keyla. Tak hanya ia yang sedih, melainkan Keyla juga. "Sssttt ... Kak Relyn nggak boleh nangis!" Celine mengusap air mata Relyn.

  *_______*

  Di ruangan Nitolen, Pressa tengah menyuapinya. Ia setia menemani dan mengurus Nitolen di sana. Tak lupa Nitolen minum obat usai makan.
"Mas, kamu harus cepat sembuh demi calon anak kita!" ucap Pressa.

"Jujur, aku juga tidak ingin seperti ini Pres, tapi mungkin sudah takdir!" jawab Nitolen dengan napas terengah-engah.

"Kamu pasti bisa sembuh. Kalau nggak ada kamu, bagaimana aku dan calon anak kita?"

"Kamu do'akan saja, supaya aku cepat sembuh!" jawab Nitolen.

"Aku pasti selalu mendo'akan kamu. Kamu pasti kuat menjalani ini semua!"

  *__________*

  Relyn mendekati brankar Resita. Netranya tak sengaja menangkap tangan Resita yang bergerak sangat pelan. Matanya sontak melotot tak percaya. Ia terus memperhatikan itu hingga akhirnya Resita membuka kedua matanya. Semua yang mendapati itu pun terkejut. "Resita," panggil Arrumi dan Keyla kompak.

  "Mama," panggil Relyn lalu mendekati sang Mama. "Syukurlah Mama sadar!" Relyn menghela napas lega.

  "Relyn sayang, Maafin Mama ya!" ucap Resita lemah.

  "Mama kenapa minta maaf? Mama kan nggak salah!"

  "Maafin Mama kalau Mama nggak bisa nemenin kamu sampai dewasa!" jawab Resita sontak menuai pertanyaan.

  "Apa maksud kamu ngomong gitu Res?" tanya Keyla.

  "Iya Ma, apa maksud Mama?" lanjut Relyn bertanya.

  "Umur Mama nggak lama lagi sayang! Maafin Mama ya!" ucap Resita memberi isyarat meminta pelukan pada Relyn. Relyn menurutinya.

  "Mama nggak boleh ngomong gitu, Mama harus sembuh, aku sayang Mama, Mama pasti kuat! Hiks..hiks...hiks..hiks," isak Relyn di pelukan Resita.

  "Kamu harus kuat Res!" Kini Arrumi yang berbicara.

  "Relyn. Sebelum Mama pergi, Mama mau bilang sesuatu sama kamu!" Resita melepas Relyn dari pelukannya. Arrumi dan Keyla yang penasaran pun mendekat.

  "Mama mau bilang apa?"

  "Kamu bukan anak kandung Mama sama Papa!"

  Deg ...

  Relyn sangat terkejut mendengar itu. Keningnya mengerut, bibirnya bergetar dan wajahnya memerah, siap meneteskan air mata. "Apa Ma? Apa itu benar? Lalu, aku anak siapa?"
  "Kamu anaknya Tante Keyla, namun tidak dengan Om Niko!" jawab Resita.
  Relyn menatap Keyla dalam-dalam. "Apa itu benar, Tante?" tanya Relyn diangguki Keyla.

  "Iya benar sayang, kamu anak saya! Kakak tirinya Celine! Kalian hanya beda Papa!" jawab Keyla.

  "Lalu siapa Papaku dan bagaimana aku bisa bersama Mama Resita dan Papa Nitolen, kalau aku anak kandung Mama Keyla?" tanya Relyn.

  Keyla menceritakan semuanya.

  Flashback On

  Di sebuah rumah minimalis, tampak seorang wanita yang menggendong sang anak sembari menangis di hadapan jenazah suaminya. Dia adalah Keyla yang kini berduka. Karena Titoni, suaminya, meninggal dunia. "Kenapa kamu pergi secepat ini Mas? Aku masih butuh kamu? Hua..hua..hua!" isak Keyla.

  Ia terus terisak sembari menggendong sang anak yang bernama 'Relyndita Velsia Titoni' hingga ke pemakaman Titoni. "Mas Tito, tenang di sana ya! Semoga aku bisa kuat mengurus anak kita sampai dewasa nanti!" ucap Keyla di depan pusara sang suami.

  Hal itu tak luput dari penglihatan Resita yang merupakan sahabatnya. Ia berdiri di belakang Keyla bersama sang suami. Diusapnya kepala Keyla sembari berkata, "Key, kamu yang sabar ya! Semua ini sudah takdir! Kalau boleh, biarkan aku dan suamiku merawat anakmu Key! Karena aku tidak akan mungkin mempunyai anak. Rahimku sudah diangkat akibat penyakit kanker rahim yang pernah aku derita!"

  Keyla meyerahkan Relyn pada Resita. "Silakan kalau kamu ingin merawat anakku. Justru itu baik, karena bersamamu, dia akan lebih nyaman dengan kebutuhan yang tercukupi dibanding sama aku! Setelah ini, aku akan pergi merantau untuk mencukupi kebutuhanku!" jawab Keyla.

  "Terima kasih Key. Semoga nanti kamu bisa menemukan jodohmu kembali dan bisa mempunyai anak kembali!" jawab Resita.

"Aamiin."

  "Key, bolehkah aku mengganti nama belakang Titoni menjadi Nitolen, nama suamiku?" tanya Resita.

  "Boleh kok, Res!" Resita dan Nitolen pamit lalu pergi membawa Relyn.

  Flashback Of

  "Begitulah ceritanya. Saat merantau saya bertemu dengan Mas Niko, lalu kami menikah sampai melahirkan Celine!" Relyn mengangguk-angguk. "Masalah biaya administrasi rumah sakit ini, saya dan Mas Niko sengaja melunasi semuanya sebagai pembalasan jasa mereka untukmu, anakku, Relyn. Meski kamu bukan anak kandung Mas Niko, tapi dia sayang kamu dan ikhlas memberikan biaya administrasi pengobatan orang yang telah merawat dan membesarkan kamu. Mulai sekarang, kamu panggil saya 'Mama' dan Mas Niko 'Papa'."

  Relyn kembali ke brankar Resita. Ia terkejut kala mendapati kedua mata Resita terpejam rapat. "Mama, bangun Ma!" Relyn menggoyangkan tubuh Resita. Mendapatinya terdiam, ia pun keluar ruangan untuk memanggil dokter.

  "Innalillahi wainnalillahi raji'un! Pasien sudah meninggal dunia!" ucap dokter usai memeriksa.

  "Mamaaaa!" Teriakan Relyn terdengar nyaring hingga ke luar ruangan.

  "Resita." Arrumi meneteskan air mata kala mengetahui anak satu-satunya telah tiada. Begitupun dengan Keyla, ia tak menyangka sahabatnya pergi secepat ini.

  Nitolen yang mendengar pun merasa panik. Ia meminta Pressa untuk memeriksa keadaan. "Resita sudah meninggal!"

  "Apa? Istriku!" Tiba-tiba napas Nitolen sesak dengan sangat terengah-engah mendengar itu.

  "Mas, kamu kenapa Mas?"

  "Kalau aku sudah tidak ada. Sebagai nafkahku untuk kamu dan anak kita, aku berikan sepenuhnya hartaku kepadamu, Pressa! Kamu boleh menempati rumahku yang selama ini aku tinggali bersama Resita dan Relyn. Semoga kamu bisa menemukan lelaki terbaik yang bisa menjagamu dan anak kita!" Nitolen mengucapkan itu dengan napasnya yang sangat sesak. Pressa mendapati Nitolen lemas dengan mata terpejam rapat dan tak bernapas.   "Maaasss Nitoooooooooooo!" Pressa berteriak sekencang-kencangnya. Ia memanggil Relyn dan memberitahu bahwa Nitolen telah tiada.

  Kehilangan dua orang tersayang merupakan hal tersulit dalam hidup. Meski mereka bukan orang tua kandung Relyn, namun ia tetap sayang karena mereka telah tulus merawatnya dari kecil.

Diary RelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang