13. Kecewa

3 2 0
                                    

  Pagi hari telah tiba, semua manusia sibuk melakukan aktivitasnya, tak terkecuali Relyn yang kini tengah bersiap berangkat sekolah.

  Setiba di sekolah, ia bersalaman dengan kedua orang tuanya seraya masuk. Relyn berharap dapat melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah ia bentuk bulat sejak kemarin. Dengan perasaan yang masih berkecamuk, Relyn masuk kelas disambut oleh teman perempuan sekelasnya.

  "Cemberut mulu'. Kenapa?" tanya Tia.  

  "Gpp!" jawab Relyn sembari menggeletakkan kepala di meja.

  *____*

  Di taman sekolah yang asri, tampak sepasang kekasih tengah menikmati udara pagi. Tak lain, mereka adalah Seryl dan Kio. Sepasang insan remaja yang bucin.
"Kamu tahu ini cahaya apa?" tanya Kio sembari menunjuk cahaya matahari di sampingnya.

  "Cahaya matahari."

  "Apa bedanya sama kamu?" tanya Kio pada Seryl.

  "Kamu nanyea?" tanya Seryl dengan bibir mencong.

  "Kok, kamu gitu sih? Aku cubit ntar!" gerutu Kio dengan sedikit senyuman.

  "Aku cubit balik lah!" jawab Seryl.

  "Hikkhhh!" Tangan kanan Kio merengkuh pipi Seryl untuk dicubit. "Kena!" Kio melepaskan kembali, usai melakukan cubitan hingga membuat Seryl meringis kesakitan.

  "Avvv ... Sakiitt!"

  "Ululululu ... Sakit ya, sayang? Cup cup ... Jangan nangis!" Kio merangkul Seryl dari samping sembari mengelus bahunya.

  "Yang sakit pipiku, bukan bahuku ... Hisshh gimana sih!" desak Seryl menampilkan raut wajah cemberut.

  "Ya sudah sini!" Kio beralih menangkup kedua pipi Seryl sembari menatap dalam sepasang matanya. "Sayangku yang cantik! Aku tanya sama kamu, apa bedanya matahari sama dirimu?" Kio mengeluarkan suara lembut.

  "Ya nggak tahulah!" jawab Seryl memalingkan wajah. Ia sedikit emosi, karena Kio mencubitnya dengan kuku lancip hingga menimbulkan rasa sakit.

  "Kalau matahari menyinari dunia, kalau kamu menyinari hatiku!" Ucapan Kio mampu mengganti emosi Seryl dengan senyuman lebar.

.."Affa iyaa?" tanya Seryl sedikit. bergurau.

  "Iya."

  Mereka pun saling pandang dan senyum. "Buaaaaaaaa!" teriakan Reyco menghentikan adegan tersebut.

  Sepasang insan itu kaget bersama dan mengalihkan pandangan pada Reyco. "Pacaran terus!"

  "Iri lo?" tanya Kio.

  "Kagak.. Ngapain iri ame lo!" jawab Reyco.

  "Ganggu aja deh, lo. Ya nggak Say?" jawab Kio sekaligus bertanya pada Seryl, namun tak dihiraukan. Seryl hanya diam menyembunyikan rasa malu.

  "Lo udah tau kabar tentang Viren?" tanya Reyco yang tampaknya baru tahu akan kondisi Viren.

  "Udah sejak lama. Malahan kita duluan yang tahu, sebelum lo!" jawab Kio.

  "Kenapa lo kagak bilang ke gue?" tanya Reyco.

  "Kenapa gue harus bilang ke lo?" tanya Kio balik.

  "Hufftttt ... Dasar tidak setia hewan," cibir Reyco salah ucap.

"Tidak setia kawan, bukan hewan!" Kio membenarkan. Seryl hanya tersenyum kecil mendapati obrolan mereka.

  "Iya, itu maksud gue!" jawab Reyco.
 
"Dari mana lo tau kabar tentang Viren?" tanya Seryl.

  "Dia sendiri yang bilang ke gue, semalem. Katanya yang buat dia begitu Feki!" jawab Reyco.

  "Emang benar, itu semua ulah Feki, sebabnya dia cemburu sama Viren yang pacaran sama Relyn!" imbuh Kio.

  "Percintaan yang nggak jelas!" ucap Reyco.

  "Tapi mereka udah putus kemarin!"

  "Apa iya? Kata siapa lo?" tanya Reyco belum yakin.

  "Lah, gue ama pacar gue menyaksikan langsung," jawab Kio.

  "Benarkah? Bagaimana ceritanya?" tanya Reyco penasaran. Kio pun tak segan menceritakan dari awal hingga akhir.

  *_____*

  Di kelas 9B, tampak beberapa remaja asik mengobrol. Mereka membicarakan Viren yang tak terlihat batang hidungnya selama beberapa hari. Rupanya, kabar tentang Viren tidak banyak yang tahu. Relyn yang mendengar obrolan teman-temannya itu, hanya diam. Relyn sangat berharap, hari ini ia dapat bertemu dengan Feki agar dapat mengungkapkan kemarahan.

  Sementara di alun-alun kota, terdapat dua remaja lelaki tengah duduk santai sembari menikmati secangkir kopi. "Kalau seandainya setiap hari gue begini, uffhhh ... Alangkah nikmatnya hidup gue ... Hahaha, kagak usah sekolah!" ucap lelaki berhidup mancung mengenakan kacamata hitam.

  "Kagak sekolah mata you! Mudah sekali lo ngomong. Kalau gue kena marah emak gue, lo mau tanggung jawab? Gue aja bolos tanpa sepengetahuan mak gue! Kalau tahu pasti habis riwayat gue kena pukulan kayu seribu kali!" jawab seorang lelaki seumuran Relyn yang berkulit putih dan bermata bulat.

  "Wkwkwwk enggak kok, gue bercanda! Kita bolos sehari aja nggak masalah kali ya! Besok masuk sekolah lagi!"

  *_____*

  "Kamu itu dimanapun, kapanpun, bagaimanapun bentuk pakaianmu, tetap aja cantik!" Seorang lelaki gagah tinggi memuji perempuan seumuran Resita di hadapannya.

  "Makasih Mas!" Perempuan itu tersenyum simpul. Mereka tengah berduaan di sebuah cafe terpencil pelosok kota. Dua porsi seafood dan dua gelas milk-shake turut mewarnai kebersamaan mereka.

  *____*
 
  Bel sekolah Relyn telah berbunyi nyaring, para siswa/siswi berlarian memasuki kelas masing-masing. Relyn yang sedari tadi menggeletakkan kepala di meja, sontak menormalkan duduknya, pertanda bahwa ia siap menerima pelajaran. Dian Antaraski, guru IPS telah tiba di kelas. Sebelum mulai pelajaran, Dian mengabsen siswa/siswi. Ia memberi absen Viren dengan keterangan S dan absen Feki dengan keterangan A, karena Feki tak masuk sekolah tanpa keterangan. Dari itu, Relyn mengerti bahwa hari ini, ia tak dapat bertemu dengan Feki lantaran Feki bolos sekolah. Ishh ... Ishh ... Ishh tidak pantas ditiru ya!!!

  Pada saat istirahat, Relyn mengajak Seryl ke taman dengan alasan ingin curhat. "Lo mau curhat apa? Silakan!" Mereka duduk berdampingan di bangku taman.

  "Apakah waktu bisa diputar? Gue ingin kembali ke yang dulu. Gue ingin memperbaiki kesalahan dan kebodohanku. Gue tidak ingin seperti ini!"

"Semuanya sudah terjadi, lo hanya perlu merubah kebodohan lo!" jawab Seryl

"Rasanya gue ingin pergi dari jauh!" ucap Relyn.

  "Jangan pergi, ingat! Urusan lo sama Feki belum selesai!" cegah Seryl.

  "Iya benar! Gue akan menyelesaikan itu secepatnya sampai merasa lega!" jawab Relyn.

  "Bagus, itu!"

"Sebenarnya gue berharap hari ini Feki masuk sekolah agar gue bisa bertemu dan meluapkan kemarahan gue, tapi ternyata tidak sesuai harapan!"

"Bersabarlah! Tunggu besok!" pinta Seryl sembari mengelus bahu Relyn. Setelah merasa lega, Relyn mengajak Seryl ke kantin. Tak lupa, Seryl mengajak kekasih hatinya. Relyn hanya diam memandang sepasang insan berpacaran di hadapannya itu.

"Kayaknya gue jadi obat nyamuk di sini!" canda Relyn.

"Biarin... Wlee!" jawab Seryl mengeluarkan lidah.

"Gue pergi dulu hem... Mau ke kelas!" pamit Relyn.

"Jangan woy! Temenin gue di sini!" cegah Seryl bersandar di bahu Kio.

"Lah, kan lo udah sama Kio. Kenapa masih minta gue di sini?" tanya Relyn terheran.

"Biar gue ada temen ceweknya!" jawab Seryl.

"Biarin gue pergi .. Wlee!" jawab Relyn mengeluarkan lidah seraya berjalan.

"Temen durhaka lo!" Relyn menghentikan langkahnya.

"Yang durhaka itu lo! Jadiin gue obat nyamuk ... Wlee!" Relyn langsung pergi. Perdebatan mereka bukan sungguhan, melainkan hanya candaan.

Diary RelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang