14. Aneh

2 2 0
                                    


  Relyn pulang sekolah dengan perasaan kecewa. Membuka pintu rumah dengan kasar hingga menuai pertanyaan dari Pressa.

  "Aku kecewa aja sama temanku," jawab Relyn.

  "Kenapa kecewa? Sini cerita sama Tante."

  "Maaf Tante, nggak papa kok! Cuma kecewa sedikit aja ... Hehe, aku masuk kamar dulu ya Tan!" Relyn tak ingin bercerita dengan Pressa karena takut jika Pressa menceritakan kembali pada sang Mama/Papa.

  Relyn membanting tas sekolah ke sembarang arah lanjut membanting tubuh di kasur. Ia sangat kecewa, karena harapannya untuk bertemu Feki, gagal sehingga tak bisa menyampaikan kemarahannya.

  Relyn mengubah posisi tengkurap sembari mendelikkan kepala pada bantal. "Arrgghhhh ... Hancur semuanya hancur! Kenapa sih, Feki harus bolos segala, rencana gue jadi tertunda ... Arrghh aku kecewa," batin Relyn sembari meninju kasur meluapkan segala emosinya. Ia menangis dengan suara sangat pelan agar tak didengar seorangpun.

*_____*

  Feki dan Reyco tengah mengobrol di warkop desa yang jauh dari rumahnya. Reyco bertanya pada Feki tentang alasannya melakukan kejahatan pada Viren.

  "Habisnya gue kesel banget sama Viren. Gue tuh cinta mati sama Relyn, gue udah deket sama dia, dan Viren main ngerebut aja. Karena gue tau kalau siang Viren selalu sendiri di rumah, jadi gue datengin rumahnya aja, gue habisin dia!"

  "Lo nggak takut sama orang tuanya? Kalau tiba-tiba orang tua Viren ke rumah lo, terus ngelabrak lo, bagaimana?" tanya Reyco.

  "Buat apa takut? Anak mereka duluan yang bikin masalah ama gue," jawab Feki.

  "Woiisshh ... Ngerii lo sekarang!" puji Reyco sembari menepuk-nepuk bahu Feki yang tengah menyeruput kopi.

  "Sekarang, lo kan tau, kalau Viren sakit, terus harapan lo apa?" tanya Reyco.

  "Ahh ... Harapan gue Viren nggak berani ganggu hidup gue supaya gue bisa dapetin Relyn seutuhnya dengan tenang," jawab Feki usai menghabiskan kopi.

  "Astaga, nggak kasihan sama dia lo?"
  "Buat apa kasihan sama orang yang udah ngerebut kebahagiaan gue?" Feki bertanya kembali.

  "Heemmm ... Okelah!" Mereka membayar kopi yang telah mereka habiskan seraya pulang.

  Beruntung, Reyco tidak menceritakan kembali, cerita dari Kio saat di sekolahan.

  *______*

  Relyn mendengar tawaan nyaring seorang lelaki dan perempuan dari lantai bawah. Dia yang sedari tadi setia di kasur, langsung beranjak dari ranjang dan turun ke lantai satu guna mencari suara tersebut. Namun, Relyn hanya mendapati Pressa yang tengah membersihkan ruang keluarga. "Perasaan tadi ada suara Papa ketawa, tapi kok di dini hanya ada Tante Pressa lagi bersih-bersih? Aneh!" batin Relyn lalu kembali ke kamar. Relyn merasa sangat aneh. Tadi ia benar-benar mendengarkan gelak tawa Nitolen dan Pressa yang hampir bersamaan. Namun kini, ia tak melihat Nitolen sama sekali. Pertama kali ada kejadian aneh di rumah Relyn membuatnya berpikir panjang. Jika dilogika, tidak mungkin Nitolen di rumah, karena ia tengah bekerja.

  *_____*

  Di sebuah kantor besar, tampak seorang perempuan tengah sibuk bekerja. Dia adalah Resita yang tengah menyelesikan urusan meeting bersama klien. "Permisi, Bu. Ibu tau Pak Nitolen ada di mana?" tanya Kelly yang tak lain adalah seketaris Nitolen.
  "Coba cari di ruangannya!" jawab Resita fokus pada deretan tulisan di komputer.

  "Sudah saya cari di sana Bu, tapi tidak ada. Apakah beliau memberi kabar ke Ibu?"

  Resita sontak mengalihkan kefokusannya pada ponsel guna memeriksa apakah ada pesan dari sang suami. Ternyata, tidak. Ponselnya hening tanpa notifikasi apapun. "Dia tidak memberi saya kabar apapun, berarti dia masih di sini! Soalnya kalau mau keluar, dia selalu memberi kabar!" jawab Resita.

  "Aduuhh ... Bagaimana ya Bu? Soalnya dari tadi saya telfon nggak aktif ponselnya." Kelly kebingungan.

  "Ke mana dia?" Resita bertanya dalam hati. "Coba kamu telfon lagi!" pinta Resita.

  "Baik Bu!" Kelly menelfon Nitolen.

  "Bagaimana? Tersambung nggak?" tanya Resita.

  "Enggak Bu!" jawab Kelly membuat Resita panik. Dia mengelus rambut bingung.

  "Aduh ... Ke mana ya?" tanya Resita. "Memangnya ada hal apa, kamu mencari suami saya?"

  "Ini Bu, ada surat yang harus ditanda tangani Pak Nitolen!" jawab Kelly sembari menunjukkan selembar kertas.

  "Surat perpanjangan kontrak kerja sama?" Resita menaikkan satu alisnya. "Ini dari siapa?"

  "Dari perusahaan Puspita Ratu!" jawab Kelly.

  "Maksutnya siapa yang memberi surat ini?"

"Wakil direktur perusahaannya!" jawab Kelly.

  Wajar saja, jika Resita banyak bertanya, ia sangat berhati-hati dengan hal-hal seperti itu. Resita mengalami trauma karena, semasa muda ia pernah dipecat dari perusahaan karena salah menandatangani surat. Dan kini, ia tak ingin sang suami mengalami hal yang sama sehingga ia memeriksa isi surat tersebut lalu mengembalikannya.

  "Ya sudah, sekarang coba saya chatting Mas Nito, saya suruh ke ruangannya sekarang!" Resita menchatting sang suami seraya kembali bekerja. Meski ia tampak santai, namun hatinya berkecemuk. Hal-hal negatif menghantui pikirannya. Ia memeriksa handphone berharap Nitolen membaca pesannya, namun tidak. Hanya ada satu centhang abu-abu dari pesan yang terkirim. Belum tampak tanda-tanda handphone Nitolen aktif.

  Resita melipat kedua tangannya, menghentikan pekerjaannya dan membiarkan komputer menyala. Tak biasa, Nitolen keluar tanpa memberi kabar. Namun, mengapa kini berubah?

   *_____*

  Di sebuah rumah sakit, tampak seorang remaja lelaki tengah berbaring di brankar sembari menatap langit-langit ruangan. Membentuk sebuah angan yang belum tergapaikan. Ia ingin mendapatkan hati Relyn kembali, namun tak tau caranya. Ayah dan temannya dengan tega merusak cintanya, dan kini ia sendiri. Semua kebersamaannya dengan Relyn tinggal kenangan yang entah akan terulang atau tidak. Namun, yang pasti hatinya tengah dilanda kebingungan dan kekesalan. Ia merasa bahwa dirinya bodoh. "Mengapa bisa gue ngelakuin hal sebodoh itu? Menyesal gue!" batin Viren.

  Di ruang inap Viren, hanya ada dia dan sang Ibu yang setia menemaninya.

  "Ada rasa kapok nggak lo? Main percintaan?" tanya Lesi.

  "Nggak tahu!" jawab Viren.

  "Lo masih cinta sama mantan lo yang itu nggak?"

  "Masih Bu! Bolehin aku pacaran lagi ya!" jawab Viren disertai bujukan.

  "Ibu, terserah Ayah kamu!"

  "Kalau Ayah nggak ngebolehin berarti Ibu juga sama?" tanya Viren.

  "Hem. Lebih baik kamu nggak usah sok-sokan pacaran deh. Kalau udah celaka kek gini, baru kapok!"

  "Aku belum kapok Bu.... Hehehehe!" desak Viren diikuti tawa kecil.

  "Kalau kamu mau pacaran, minta restu sama Ayah, jangan sama Ibu!" tutur Lesi.

  "Aku nggak berani kalau sama Ayah!" jawab Viren.

  "Kamu kan laki-laki. Harusnya berani Ren!"

  "Nggak Bu!"

    *____*

  Di siang hari yang panas, Relyn duduk santai di koridor sembari bermain ponsel. Ia juga memandang taman rumahnya yang indah dari atas. Semua itu dapat menenangkan pikirannya kala gundah.

Diary RelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang