15. Emosi

2 2 0
                                        


  Relyn berjan cepat memasuki kelas 9B karena ia sangat berharap dapat bertemu Feki hari ini. Namun ternyata tak sesuai harapan, karena Feki tetap tak tampak batang hidungnya di kelas. Relyn hanya mendapati Seryl sendirian. "Lo lihat Feki nggak?"

  "Kagak," jawab Seryl lanjut bertanya, emangnya kenapa lo tiba-tiba nyari Feki mendadak?"

  "Entar lo juga tau sendiri. Mari ikut gue!" jawab Relyn langsung menarik tangan Seryl dan mengajak keluar kelas.

  "Eh .. Eh .. Eh, pelan aja Lyn!" desak Seryl yang ditarik kuat oleh Relyn.

  "Iya maaf!" jawab Relyn sembari berjalan ke kantin. Mereka ke kantin bukan untuk membeli makanan, melainkan mencari keberadaan Feki. Namun tetap saja tidak ada. Relyn tak putus asa, ia terus bersikeras mencari Feki hingga ke ujung sekolahan.

  Kini, Relyn masih kecewa karena tak menemukan Feki. Seryl pun membawa Relyn masuk kelas untuk menenangkannya. "Lo mau marahin Feki sekarang? Iya? Lo mau ngehajar dia?" Relyn tetap diam sembari menatap jendela yang menampilkan suasana luar kelas. "Lo lihat dulu, di bangku Feki ada tas dia nggak?" Relyn beralih menatap bangku Feki yang berada di pojok lalu menggeleng. "Berarti dia belum datang!" Bibir Relyn mengerucut seketika.

  Ia keluar kelas tanpa berbicara. Sudah dapat diterka, bahwa Relyn hendak menyendiri. Ia mengurung diri di toilet putri. "Kenapa sih, harapan gue selalu gagal?" batin Relyn kesal. Kedua tangannya mengepal, telah siap meninju apapun dihadapannya, namun ia tahan. "Lagipula kenapa gue bodoh? Hisshh ... Kenapa?" Relyn memukul keningnya sendiri. "Dimana kepinteran gue?"

  *______*

  Di kelas 9B, banyak siswa-siswi tengah membahas Viren. Seryl, Kio, Tia, Reyco, Liyli dan Mika. Mereka telah rukun kembali usai mengalami sedikit konflik.

  Sementara di koridor ada kerumunan yang terbelah oleh langkah seorang lelaki berhidung mancung. Siapa lagi kalau bukan Feki. Ia baru datang dan hendak masuk kelas dengan tergesa-gesa karena takut terlambat.

  "Hallo pren!" sapa Feki menghentikan obrolan mereka.

  "Dateng juga lo, ternyata!" jawab Reyco.

  "Kalian rindu sama gue?" tanya Feki dengan percaya diri.

  "Sorry ... Nggak level!" jawab Tia.

  "Cih, emangnya siapa juga yang level ame lo!" timpal Feki.

  "Lo apain si Viren?" tanya Liyli pura-pura tak tahu. Padahal ia sudah diberi tahu Seryl.

  "Gue habisin dia!" jawab Feki dengan jujur sembari meletakkan tas.

  "Kenapa?" Kini Tia bertanya.

  "Karena dia rebut Relyn dari gue!" jawab Feki.

  "Cih ... Cewek begituan dibuat rebutan! Padahal cewek masih banyak di sini, kenapa lo harus pilih Relyn?"

  "Ya karena gue maunya dia!" jawab Feki.

  "Masih banyak yang lebih cantik dari dia tau!" ucap Tia.

  "Sorry ... Nggak level!" jawab Feki dengan gaya bicara ala perempuan.

  "Dasar alay!" cibir Liyli.

  Tanpa menjawab, Feki pergi keluar entah kemana. "Woi kalian udah pada tahu belum kalau di sekolah kita bakal ada murid baru?" tanya Tia.

  Semuanya menggeleng. "Emangnya siapa?" tanya Seryl.

  "Lo tau darimana?" Liyli juga ikut bertanya.

  "Gue nggak sengaja denger para guru ngobrol tentang itu di depan kantor waktu gue lewat. Kalau namanya sih, gue belum tahu. Tapi katanya anak cewek kelas tujuh!" jawab Tia.

  "Ilih ... Gue kira seumuran kita, ternyata hanya adek kelazzzz ...." jawab Liyli.

  "Mungkin besok dia udah masuk sekolah!"

  "Kita lihat saja besok!"

  Reyco dan Kio hanya mendengarkan obrolan mereka sedari tadi.

  *______*

  Setelah lama di toilet, Relyn keluar. Ia berniat pergi ke kantin karena lapar.

  Saat di ambang pintu, netra Relyn tak sengaja menangkap Feki yang tengah duduk sendiri. Tangannya mengepal seketika, matanya melotot disertai tatapan horor ia langsung menghampiri Feki.

  Braakkk ....

  Kepalan tangan Relyn mendarat di meja Feki. Dia yang sedari tadi, melamun, sontak terkejut. Semua siswa/siswi yang berada di sana, terfokus pada mereka.

  "Kenapa lo? Datang-datang langsung marah?" tanya Feki sembari berdiri.

  "Tega lo! Licik lo ... Lo bener-bener licik!" Tangan Relyn langsung mendarat di pipi Feki. Dengan terpaksa, dia menerima tamparan hebat dari Relyn.

  "Apa maksut lo?" tanya Feki.

  "Lo nggak usah pura-pura kagak tau! Lo apain Viren? Jawab jujur!" jawab Relyn dengan tegas.

  Mulut Feki bungkam seketika. Tak tahu lagi harus menjawab apa, karena ia tak berani jujur. "Gue nggak ngapa-ngapain dia!" bohong Feki.

  "Alah jangan bohong, gue udah tau semuanya! Jahat lo Fek!" timpal Relyn. Semua orang mendekati mereka.

  "Kalau lo udah tau, kenapa tanya?" Feki menahan emosinya.

  "Gue butuh kejujuran lo!" jawab Relyn.

  "Ya udah, gue jujur, iya gue nyakitin Viren!"

  "Mengapa lo setega itu?"

  "Karena gue cinta sama lo, Lyn. Gue sayang sama lo, gue pengen dapetin lo seutuhnya tanpa ada yang mengganggu! Semua itu gue lakukan karena gue cinta sama lo! Jadi tolong lo harus bisa ngertiin gue!" jawab Relyn.

  "Kalau lo cinta dan sayang sama gue, harusnya lo biarin gue hidup bahagia, bukan seperti ini, gue sedih, gue sakit lihat kondisi Viren sekarang!"

  "Maafin gue Lyn, gue nyesel! Gue nggak mikir sampe kesitu!" jawab Feki.

  "Kata maaf lo nggak bisa buat keadaan baik seperti semula! Kata maaf lo nggak bisa buat hati gue dan Viren sembuh dan satu lagi lo nggak bisa bikin gue sama Viren balikan!" desak Relyn. Feki sontak terkejut mendengar ucapan akhir Relyn.

  "Lo udah putus sama Viren?" tanya Feki menahan tawa bahagia.

  Relyn mengangguk. "Semuanya gara-gara lo! Gara-gara lo sakitin Viren karena lo cemburu, gua jadi disalahin sama ortunya dia dan harus putus! Lo bener-bener bikin gue dan Viren hancur! Keterlaluan lo! Gue do'akan suatu saat nanti Tuhan membalas lo dengan balasan yang setimpal!" ceplos Relyn.

  "Maafin gue Lyn, gue nggak tau itu!"

  "Sudahlah, nasi sudah menjadi bubur,  gue hanya minta sama lo! Jangan deketin gue lagi, selamanya! Terima kasih untuk semuanya," ucap Relyn seraya pergi.

  "Huuuuuu ... " Semua orang yang ada di kantin bersorak-sorak seraya bubar. Feki tak memedulikan hal tersebut, dan langsung pergi.

  Relyn kembali ke kelas, menggeletakkan kepala di meja, kini ia merasa lega karena dapat meluapkan emosi dan kemarahannya. Bolehkah ia keluar dari sekolahan? Rasanya tak ingin lagi melihat muka Feki di sana. Lagipula, ia malas dengan sikap teman-teman sekelasnya sekarang. Yang lebih cuek dan terlihat dengki dengannya. Hanya Seryl yang akrab dengannya. Tak ada lagi seorangpun yang mau berteman dengannya. Mereka malas dengan sikap Relyn. Kacau, semuanya kacau. Ia seperti tak berguna lagi, tak ada harapan untuk maju. Karena tak ada lagi orang yang membuatnya semangat.

Diary RelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang