𝓓𝓸𝓴𝓽𝓮𝓻 𝓱𝓪𝓷𝔂𝓪 𝓭𝓪𝓹𝓪𝓽 𝓶𝓮𝓷𝓭𝓲𝓪𝓰𝓷𝓸𝓼𝓲𝓼 𝓷𝓪𝓶𝓾𝓷
𝓣𝓾𝓱𝓪𝓷 𝓵𝓪𝓱 𝔂𝓪𝓷𝓰 𝓫𝓮𝓻𝓴𝓾𝓪𝓼𝓪 𝓪𝓽𝓪𝓼 𝓼𝓮𝓰𝓪𝓵𝓪𝓷𝔂𝓪
"Sejak saat itu aku mengenal Kak Alva"
"Dengan sejuta kebohongan yang ia tutupi dari ku dan orang-orang t...
"Ma, aku pergi keluar dulu" tersenyum tipis. Vatma menghentikan langkah Alva "sebentar. Akhir-akhir ini kamu mengurung diri dikamar. Ada apa?" Alva terdiam sejenak. "Lagi ngerjain tugas akhir dan skripsi ma." "Kamu nggak bohongin mama kan?" Mengintrogasi Alva. Alva menggeleng tidak.
"Apa kamu masih memikirkan masalah mama dan papa?" Heran. "Nggak ma" penuh lembut. "Kalo ada apa-apa, bicara sama mama, papa ya. Jangan di umpetin sendiri" pinta Vatma. "Iya. Alva pergi dulu, mama mau titip apa?" "Nggak perlu. Hati-hati" perhatian yang tak pernah lepas dari anaknya. Alva menjawab dengan senyum tipis yang menenangkan.
Alva mencari bahan dan alat yang ia butuhkan untuk dirinya. Ia berkali-kali memutari rak obat-obatan dan peralatan kesehatan. Namun, belum juga ditemukan barang yang dicari. Tak sengaja ia mendengar seseorang yang berbincang di belakangnya. Mereka membicarakan harga barang yang Alva cari. Tebak Alva, pasti barang itu ada didepan orang-orang itu. Alva menunggu seseorang itu pergi. Setelah mereka pergi, Alva bergegas mendatangi tempat barang itu ditempatkan.
Di kasir, Alva mengeluarkan catatan dari dokter Erwin untuk takaran dan dosis yang ia perlukan. Tiba-tiba saja sebuah tangan merampas catatan medis itu dari tangannya. Seorang perempuan yang berdiri di sampingnya.
Alva teralihkan menatap perempuan itu dengan ketegangan. Jika perempuan yang merampas catatan itu adalah orang yang ia kenal. Tamatlah riwayatnya. Semua yang ia tutupi sia-sia. Semua akan kebongkar. Dan yang ternyata itu adalah Keisha. Mantan, Alva.
Alva menyorot tegang, melihat Keisha yang di sampingnya sibuk membaca catatan medis itu. Setelah membacanya sampai selesai, Keisha teralihkan menatap wajah Alva. Tatapan kosong dan sinis.
><
"Jadi papa dan mama kamu belum tahu?" Duduk di depan Supermarket dekat apotik. Keisha sangat marah besar. Tidak terima dengan keputusan Alva yang nggak masuk akal baginya.
"Kamu nggak mikirin apa? Perasaan mereka nanti saat udah tahu kalo sebenarnya kamu itu_" turut merintih. "Perasaan mereka nggak akan apa-apa. Itupun jika kamu tutup mulut. Semuanya nggak akan terbongkar." Menghela napas.
"Tapi mungkin rasanya orang kaya kamu nggak bisa buat tutup mulut. Sekali pengkhianat tetap pengkhianat" penuh kepedasan.
"Aku memang pernah khianatin kamu. Tapi aku nggak akan membuat luka kamu untuk terbuka kembali" sambungnya "itu janji aku" menatap lemah Alva. Berdiri dari duduk "aku pergi."
Alva teringatkan kembali dalam secuil kisah dua bulan lalu dengan Keisha, walau tidak ada kata cinta. Namun, itu masih ada di ingatannya.
Semoga saja Keisha benar-benar menepati janjinya itu.