Bab 28

9 2 0
                                    

ᴀꜱꜱᴀʟᴀᴍᴜᴀʟᴀɪᴋᴜᴍʜᴀɪ ꜰʀɪᴇɴᴅʟʏ 👋••ᴶᵃⁿᵍᵃⁿ ᴸᵘᵖᵃ ⱽᵒᵗᵉ ʸᵃ⭐ˢᵉˡᵃᵐᵃᵗ ᴹᵉᵐᵇᵃᶜᵃ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᴀꜱꜱᴀʟᴀᴍᴜᴀʟᴀɪᴋᴜᴍ
ʜᴀɪ ꜰʀɪᴇɴᴅʟʏ 👋


ᴶᵃⁿᵍᵃⁿ ᴸᵘᵖᵃ ⱽᵒᵗᵉ ʸᵃ⭐
ˢᵉˡᵃᵐᵃᵗ ᴹᵉᵐᵇᵃᶜᵃ

><

Ketika semua pelayat hingga Vatma dan Vano terakhir pergi meninggalkan pemakaman, Azhima masih menunduk memegangi papan nisan yang tertulis nama Alvandra Evano bin Yusuf Evano. Hatinya hancur. Tidak menyangka sosok laki-laki yang ia kenal nyaris kesempurnaannya. Kini telah pergi untuk selamanya.

"Aku janji ga akan putus kuliah dan berjuang sekuat mungkin kak. Aku akan pakai jas almamater dokter ku sendiri. Aku janji"

Hatinya benar-benar hancur lebur. Hanya tersisa kata ikhlas dan merelakan di dalam benaknya. Meski itu sangat sulit. Ia pulang berjalan dengan berat kaki, meninggalkan Alva yang tertutup tanah merah bertumpukan taburan bunga mawar putih segar mewangi.

Azhima terduduk diam mematung memandang ke kafe seberang. Tempat biasa ia dan Alva bertemu membahas segala masalah. Dari yang kejutan, tugas kuliah, belajar dengan tumpukan buku-buku tebal, saling adu kata puitis, meledek, berantem, marah-marahan, hingga tiba-tiba saling pergi meninggalkan. Semua masih melintas dibenaknya.

Kenangan di Jungleland mengisahkan banyak cerita yang bermakna baginya. Kenangan terakhir yang terbaik dengan Alva.

Membuka kotak yang didalamnya berisi foto-foto di Jungleland. Mengambil foto yang paling bermakna, senyum Alva yang terlukis menenangkan. Hanya itu saja kenangan yang tersisa.

Hadiah pemberian Alva yang pertama dan terakhir, sengaja telah ia banting dihadapan Alva sendiri. Saat itu setelah membanting benda kecil itu, hati Azhima juga terbelah merasa bersalah. Ia benar-benar menyesalinya.

Setiap hari hingga hari ketujuh kepergian Alva. Azhima datang ke rumahnya untuk ikut mendoakan bersama. Ia membantu apa yang dibutuhkan untuk acara tahlilan dan syukuran. Setelah semuanya selesai, Azhima menemui mama. "Tante, boleh Azhima melihat kamar kak Alva?" Dengan lembut. "Boleh". Mama mengantarkan Azhima ke kamar Alva.

Membukakan pintu. "Masuk saja ya. Tante masih ada yang ingin diselesaikan dibawah" penuh senyum mempersilahkan. "Makasih tante" jawabnya tenang.

Azhima masuk dan menutup pintu. Azhima disuguhkan kamar yang cukup luas berwarna latte dan lantai cream cerah. Ini kedua kalinya Azhima masuk kekamar Alva. Sama-sama tanpa izin pemilik kamar sendiri, Alva.

Suasana sangat sunyi. Hanya ada sekelompok lampu kristal kuning yang tergantung diatas langit. Terpampang foto polaroid ditempel, dihiasi lampu kuning kelap-kelip.

Azhima tertuju pada lampu kristal mati yang tidak asing dilihatnya. Ternyata lampu itu hadiah darinya waktu ospek.
Azhima melukis wajah senyum tipis. Segera ia menyalakan lampu itu. Di Sebelah lampu itu juga tertata lampu berlapis kaca kedua pemberinya saat iseng-iseng saja.

Tidak disangka Alva memajangnya dengan rapi dan bersih. Terbukti tidak ada satu debu yang menempel. Keduanya terlihat seperti baru dan mengkilap.

Azhima membalikkan badan untuk keluar dari kamar, namun ia terlihat kan pada pigura yang berisi foto. Karena rasa ingin tahu, langsung ia menghampirinya. Ternyata foto itu, foto dirinya dengan Alva di Ferris wheel Jungleland.

Mengingat kenangan itu, air matanya keluar begitu saja secara perlahan. Terduduk lemas diatas ranjang. Sebab sejak hadirnya Alva di kehidupan Azhima, ia dapat lebih tegar dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Alva itu sosok pemberi semangat untuk menggapai cita-cita dan mengajarkan untuk tidak mengingkari janji.

Mengingat sosoknya yang kadang dingin, tapi selalu memancarkan senyum dan tawa di wajah setiap orang.

"Tuhan, andai engkau beri kesempatan sekali saja. Tidak akan aku sia-siakan dia. Akan ku habiskan waktuku bersamanya".

Dalam hati sangat berharap, namun sekarang merelakan adalah hal yang terbaik.

Azhima meletakkan foto itu kembali ke posisi semula. Dan terbangun lalu menuju keluar.

Memandangi terakhir kamar Alva. "Makasih kak Alva atas segalanya" sambil menutup pintu kamar dengan pelan tanpa suara.

><

Setelah tiga tahun setengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi, Azhima kini lulus dan meraih gelar sarjana kedokteran berpredikat Cum Laude.

Saat namanya dipanggil. Azhima dipersilahkan mengisi sedikit pidato.

Ia berdiri di atas podium dengan wajah bersinar-sinar bahagia. Di depan seluruh wisudawan wisudawati untuk menyampaikan sepatah kata motivasi keberhasilannya.

Membuka dengan senyuman dan air mata yang mengalir karena rasa terharu. "Terimakasih bapak dan ibu yang sudah membimbing saya selama tiga tahun setengah ini"

"Terimakasih untuk ibu ku yang berjuang dan mendoakan Azhima dari jauh. Bapak, Azhima lulus. Gelar sarjana kedokteran pak. Kini Azhima sudah menepati janji Azhima ke bapak. Juga janji Azhima ke seseorang" ucapnya dengan mengusap air mata yang berjatuhan.

"Semua ini, tidak akan tercapai, jika tidak ada hadirnya sosok yang menginspirasi dan menguatkan saya" menatap ibu dan Vatma, Yusuf yang tengah duduk di kursi tamu undangan.

"Sosok itu dikirimkan Tuhan untuk saya, supaya saya dapat lebih keras untuk meraih cita-cita dan menepati janji saya ke laki-laki yang telah berjasa di masa kecil saya hingga saya tumbuh besar. Sosok yang menghapus keluh kesah saya, saat saya hampir menyerah" bercucuran air mata.

"Seharusnya dia sudah jadi dokter yang sukses saat ini. Namun, Tuhan sepertinya sudah sangat rindu dengan sosoknya yang baik. Sampai tidak sabar untuk menyuruhnya pulang"

"Sosok itu, Alvandra Evano" tangisnya terisak-isak.

"Makasih kak Alva. Sosok mu akan ku ingat sepanjang waktu".

"Hanya itu dari saya. Terimakasih" menghapus air matanya lalu kembali melukis senyum.

Azhima keluar dari bangunan besar yang terpajang huruf RS. COLUMBIA ASIA. Ia berjalan dan berhenti di bawah tulisan itu. Azhima mengenakan jas putih tertempel juga nama yang didahului huruf Dr. sebelum nama lengkapnya Azhima Karakiya.

Kini Azhima telah bekerja di salah satu rumah sakit terbesar di kota Bogor.

Azhima tersenyum menatap langit-langit cerah berawan.

"Kak. Aku udah memenuhi keinginanmu. Aku memakai jas putih almamater dokter. Sekarang aku dipanggil Bu dokter kak".

"Aku harap kak Alva bahagia melihatnya. Baik-baik disana ya kak. Azhima kerja dulu. Selamat tinggal" sambil tersenyum dan melambaikan tangan ke atas. Seolah-olah Azhima melihat kehadirannya Alva.

Kata terakhir dari Azhima untuk mengikhlaskan Alva. Dan menuai kehidupan yang baru, namun tetap, sosoknya akan selalu ia ingat hingga bertemu Alva di surga nanti.

TAMAT

AlvandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang