Bab 20

14 2 0
                                    

ᴀꜱꜱᴀʟᴀᴍᴜᴀʟᴀɪᴋᴜᴍʜᴀɪ ꜰʀɪᴇɴᴅʟʏ 👋••ᴶᵃⁿᵍᵃⁿ ᴸᵘᵖᵃ ⱽᵒᵗᵉ ʸᵃ⭐ˢᵉˡᵃᵐᵃᵗ ᴹᵉᵐᵇᵃᶜᵃ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᴀꜱꜱᴀʟᴀᴍᴜᴀʟᴀɪᴋᴜᴍ
ʜᴀɪ ꜰʀɪᴇɴᴅʟʏ 👋


ᴶᵃⁿᵍᵃⁿ ᴸᵘᵖᵃ ⱽᵒᵗᵉ ʸᵃ⭐
ˢᵉˡᵃᵐᵃᵗ ᴹᵉᵐᵇᵃᶜᵃ

><

Lian tiba-tiba saja datang dengan penuh amarah. Mengepal kedua tangannya. Dengan sekuat tenaga. Kepalan itu meluncur menonjok ke pipi Alva. Alva terjatuh dalam dada Azhima. "Kakkkk!!" teriak Azhima tidak terima. "Apa-apaan sih kak Lian?!" Emosi bernada tinggi.

Tidak memperdulikan perkataan Azhima. "Tega lo Va" seperti pelampiasan. Alva memegangi bekas tonjokan di wajahnya. Sambil menahan rasa sakit.

Sebenarnya Lian kenapa sih? Ngamuk kaya orang nggak waras. Maksudnya apa coba. Dateng langsung nonjok sahabatnya sendiri?

"Kak Lian kenapa?" Protesnya sama sekali tidak terima. "Azhima lo diem dulu. Ini nggak ada urusannya sama lo" titahnya penuh serius menatap tajam. "Kalo kak Alva disakitin kaya gini. Bakal  jadi urusan aku juga kak" tetap memegangi Alva yang kesakitan karena telah menerima tonjokan di pipinya.

Menyingkir dari dekapan Azhima dengan santai. "Lian. Pukulan kamu udah oke. Mudah-mudahan kamu bisa mewakili kampus kita untuk pertandingan tinju bulan depan.'' Alva memberi apresiasi pada Lian. Sebab dalam pikirnya. Lian sedang mempraktikkannya pada sahabatnya itu.  Padahal bukan itu maksud Lian. Lian tidak peduli dengan apa yang dikatakan Alva.

"Hahaha. Nggak lucu" Ceriwis Azhima juga berpikir Lian bercanda. Tapi tidak mungkin juga bercandanya sampai kelewat batas. "Bilang aja kak. Sebenarnya ada apa?" Pekik Azhima lantang. Semakin mendekat dan menatap tajam retina Lian.

Lian nyengir kalem. Lalu memudar dan melotot "dia itu pembunuh" menunjuk ke arah Alva. Penuh penekanan pada kata terakhir. Amarahnya berapi-api menyelimuti wajahnya.

"Ini plat nomor mobil lo kan?" sambil menunjukkan foto yang ada di handphonenya. "Kamis sore, pukul 16.45. Lo nyetir sendiri waktu itu" membentak lantang. Sampai menembus kedalam hati Alva.

Alva terpatung diam tidak bersuara. Senyum yang baru saja menetap. Seketika menghilang ditelan kenyataan. Alva semakin ingat pada kejadian waktu itu.

"Kenapa lo kabur ninggalin ibu gue tergeletak ditengah jalan Va?" Bernada tinggi. Mencoba tenang "Coba aja lo berhenti dan bawa ibu gue ke rumah sakit. Pasti ibu gue kini masih bernapas dan tersenyum Va. Dia hanya ingin ngeliat anaknya lulus pakai baju toga. Bentar lagi Va. Kenapa lo tega?" Air matanya begitu menguncur deras saat menjelaskan semuanya. Teringat saat tarikan napas terakhir ibunya kemarin. Sangat susah ibunya mengambil napas.

Alva mulai sadar, ternyata ibu Lian, sahabatnya sendiri yang kemarin tidak sengaja ia tabrak. Tangisnya ikut pecah saat pengakuan itu muncul dari mulut sahabatnya. Korban dari ulahnya.

AlvandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang