Part 9

322 48 5
                                    

Tidak ada burung berkicau karena angin musim dingin yang berhembus, meskipun demikian cahaya matahari masih saja terik diatas kepala mampu menembus jendela jendela terbuka belapis kelambu tipis dikamar setiap orang di tempat ini. Termasuk kamar dorm milik Irene yang temaram, meskipun cahaya banyak masuk kamar Irene masih membutuhkan cahaya lampu, tapi kali ini Irene sengaja tidak menghidupkan nya. Irene menatap kosong jendela besar dengan kelambu yang melambai terhembus angin. Hari nya nampak dingin seperti cuaca hari ini.

Getaran ponsel berulang kali juga Irene abaikan demi melamun di siang hari, sejak tadi pagi Irene memang mengurung diri tanpa berniat keluar dari kamar. Diluar juga nampak sepi yang ia perkirakan semua member sudah pergi dengan pekerjaan solo mereka. Getaran ponsel itu tak kunjung berhenti dan Irene tahu apa penyebabnya, ia sama sekali tidak berniat untuk membuka atau sekedar melirik.

"Unnie! Bisakah kau membuka pintu? Aku ingin masuk"
Irene yakin jika itu adalah suara member paling muda yang ingin menerobos masuk kedalam kamar Irene, tapi sayang ia tak ingin diganggu hari ini.

Tak kunjung mendapat jawaban membuat Yeri tidak menyerah, ia kembali mengetuk kamar Irene dengan sedikit tenaga sampai membuat tangan nya kemerahan.
"Unnie! Kau tidak memakan sarapanmu padahal aku sudah susah payah membuatkanmu pancake, kau benar benar tidak akan memakan nya?" Yeri berusaha membujuk karena Irene akan selalu tertarik dengan hal belum pernah Yeri buat.

Mendengar itu Irene hanya menutup mata dan mengembuskan nafas panjang, ia benar benar tidak sanggup melihat wajah para anggota nya setelah skandal kencan dirinya baru saja dirilis dari tadi pagi. Irene merasa tidak memiliki wajah lagi untuk menghadap mereka, meskipun mereka semua tau dan mendukung Irene rasa sesak karena sudah mengecewakan para anggotanya juga menjadi beban untuk Irene.

"Unnie! Jika kau tidak membuka pintu aku akan mendobrak pintu milikmu. Biarkan saja kau memiliki kamar tidak berpintu"

"Aku benar benar sedang serius kali ini"
Belum ada jawaban sama sekali dari Irene.

"Aku akan menghitung sampai dengan tiga. Satu.. Dua.. Ti-"

Hampir saja Yeri mendorong pintu itu dengan keras namun dengan wajah berantakkan akhirnya Irene menunjukkan batang hidung. Yeri yang melihat itu langsung menarik Irene untuk duduk di meja makan menghabiskan sarapan yang sudah susah payah ia bikin sendiri, ini benar benar pertama kalinya.

"Aku yang membuatnya"

Irene tersenyum tipis "Terimakasih banyak, Yerim-ah. Kau tidak perlu melakukan ini"

Yeri kemudian menyusul duduk disebelah Irene dengan sesekali menepuk pundak milik Irene. Si bungsu ini tau bagaimana beban Irene sebagai leader dan juga member tertua apalagi Irene adalah tipikal orang yang akan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan siapapun, hal itu benar benar membuat Yeri sedikit khawatir. Ia tidak mau Irene terlalu menyalahkan dirinya karena apa yang terjadi sekarang benar benar diluar kendali Irene.

"Unnie, kau yang memilih jalan seperti ini kan? Kau sudah yakin semua akan baik baik saja lalu kenapa sekarang tidak mau makan? Kau harus mengisi tenagamu untuk menghadapi ini semua, dan aku akan setia menemanimu sampai kapanpun"
Irene menganguk tersenyum lalu membalas tepukan Yeri di pipi gembil si bungsu.

"Pergilah kau kan ada kerjaan"
Balas Irene mengalihkan pembicaraan.

"Aku akan pergi jika kau makan"

"Aku akan makan sebentar lagi aku serius"
Yeri tersenyum lega menderngar itu kemudian ia berdiri meninggalkan Irene sendiri di dorm karena rumor itu muncul saat ini dan ia akan mengurung diri sampai benar benar aman.

Yeri meninggalkan dorm dengan jemputan agency, mereka akan mengantarkan Yeri menuju tempat lokasi shooting. Ia sedikit berjengit ketika melihat banyak sekali delivery makanan berjajar didepan dorm dengan managernya yang kalang kabut menerima makanan yang entah siapa si pemesan.

The ScandalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang