Kaivan Leo Mahendra

388 67 10
                                    


Ada rutinitas morning briefing juga di SKM, unit tempatku bekerja. Morning briefing tersebut diisi dengan kegiatan seperti berdoa, penyampaian umum dari pemimpin unit, evaluasi singkat pekerjaan – pekerjaan di hari sebelumnya dan perkenalan pegawai baru seperti yang aku alami saat ini. Tadi, setibanya di lantai enam, aku langsung menuju ruangan pemimpin unit yang tentu saja aku hafal letaknya karena tidak berubah sampai dengan aku resign dua tahun kemudian.

Bapak Samsudin – dia lebih suka dipanggil Pak Sam – menyambutku, memeriksa SK mutasiku sejenak dan lalu menggiringku keluar dari ruangannya. "Kebetulan kita sudah mau morning briefing. Langsung kenalan di situ ya, Sagita. Eh, panggilannya apa, nih?"

"Gita saja, Pak." Aku tersenyum. Sekitar satu tahun dari sekarang, seorang wanita muda akan menerobos ruangan Pak Sam dan meminta pertanggungjawaban pada pria tua beristri itu. Pak Sam dicopot dari jabatan karena ketahuan melakukan perbuatan tidak etis, dimutasi entah kemana dan wakil pimpinannya naik tahta. Kalau aku mengatakan hal itu kepada Pak Sam, apakah dia akan percaya?

Aku berdiri di samping Pak Sam, memindai satu persatu pegawai yang berdiri melinglari space kosong di lantai tempat unitku berada. Ada sekitar dua puluh pegawai di sana. Tidak ada Kaivan. Ya, tentu saja. Dia sering terlambat untuk morning briefing karena biasanya dia mengambil waktu ngopi – ngopi di kedai samping kantor bersama Adri.

"Eh, Mbak yang di lift tadi?" Aku mengenali suara Hara. "Gita, kan? lho, di SKM juga?"

Aku tersenyum sembari mengangguk. Tunggu aku duduk di samping meja kerja kamu.

"Lho? Udah kenal kalian?" Pak Sam bertanya.

"Iya, Pak. Tadi ketemu di lift."

"Oh, gitu. Ya sudah, nanti Gita duduk di sebelah kamu saja. Itu meja sebelah kamu kan kosong."

Tuh, kan!

"Eh, I ... iya, Pak," sahut Hara tampak terkejut.

"Kita mulai morning briefingnya, sudah ada semua, kan?"

"Yaelah, Pak Sam kayak nggak tau aja. Dua anak kesayangan Bapak belum ada, tuh. Kai sama Adri." Rano, salah satu relationship manager menyahut.

"Kemana lagi mereka?"

"Biasa, Pak. Ngopi di sebelah."

"Bu Ratih, kita mulai saja, ya!" putus Pak Sam. Dia memberikan instruksi kepada wakilnya untuk memulai jalannya morning briefing.

"Oke, Pak." Bu Ratih menyahut.

Dan seperti yang sudah – sudah, morning briefing itu dimulai dengan berdoa menurut keyakinan masing – masing dan sedikit penyampaian umum terkait kinerja unit serta target semester yang sudah di depan mata.

"Sebelum evaluasi kerjaan kemarin, sambil tunggu Kaivan dan Adri, kita kenalan sama pegawai baru saja dulu. Nah, Sagita, ayo silakan memperkenalkan diri." Pak Sam menoleh ke arahku.

Aku maju satu langkah sambil memasang senyum formal. Mengulang hal yang pernah aku lakukan tiga tahun yang lalu kepada orang – orang yang tidak lagi asing buatku. Rasanya campur aduk. Dan tepat sebelum suaraku keluar itulah, dari ekor mataku, aku bisa menangkap kehadiran Kaivan di ruangan ini. Jantungku tiba – tiba berdegup tak terkendali. Sialan sekali.

"Eh, ada pegawai baru," sayup – sayup aku bisa mendengar suara Adri.

"Ah, kamu kalau cewek aja cepat, Dri ...." Hara menyelutuk.

Tetapi seluruh kesadaranku seolah hiang perlahan – lahan. Kaivan mengambil tempat berdiri di hadapanku – seperti yang pernah dia lakukan sebelum ini, di semesta yang berbeda atau entah di manalah itu ketika aku belum terlempar kembali ke tahun 2017 – sehingga kini aku bisa melihat sosoknya dengan jelas. Rambutnya, matanya, bibirnya. Dan saat dia tersenyum, berbagai perasaan bercampur aduk di dalam dadaku.

Kenapa kamu tidak datang ke pemakaman Bapak? Apa yang kamu lakukan padaku, Kai? Apa yang sudah kamu lakukan pada kita?

"Gita, ayo perkenalkan diri!" Ibu Ratih berdehem sebelum menegurku.

"Wah, nggak bener ini. Baru datang sudah terpesona sama Kaivan." Aku bisa mendengar celutukan Rano yang disusul oleh tawa pegawai – pegawai lainnya. Tentu saja mereka sangat berhak tertawa melihatku sikapku yang seolah membeku menatap sosok yang tengah berdiri di hadapanku ini. Mereka tidak tahu apa yang sudah terjadi padaku. Mereka tidak tahu apa yang sudah terjadi padaku dan Kaivan, maksudku, yang akan terjadi di antara kami setelah ini.

Cengiran yang tadi terkembang perlahan hilang dari wajah Kaivan. Dia balas mentapku dengan air wajah yang datar. Mungkin mempertanyakan apa yang ada di dalam pikiranku karena menatapnya dengan sedemikian intens. Untuk itulah aku segera memalingkan wajahku ke arah Ibu Ratih yang berdiri di sisi lain ruangan. "Maaf, Bu." Lalu aku segera mengedarkan kembali pandanganku ke seluruh penjuru ruangan sekilas. "Nama saya ...." Ucapanku tertahan. Kenangan tentang hari pertama di kantor pusat kembali berkelebat dalam ingatanku seperti cuplikan film.

"Nama saya Sagita Riusara."

"Sagitarius? Aku Kaivan Leo Mahendra. Konon, Sagitarius dan Leo adalah pasangan yang cocok."

Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama saat ini. Aku tidak akan memberikan peluang sedikit pun bagi Kaivan untuk mendekat.

"Nama saya Gita," ucapku. Menghindari menyebut namaku, menghindari Kaivan mengatakan bahwa Sagitarius dan Leo adalah pasangan yang cocok. Mengenal dan menikah denganmu adalah penyesalan terbesarku, Kaivan. Aku tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi.

"Nama panjangnya apa?" Kaivan bertanya dan seketika itu juga membuatku terkejut.

"Alah, Kaivan mah modus melulu lu!" Rano kembali menyelutuk dan seisi ruangan kembali gaduh.

"Namanya Sa ...." Pak Sam baru saja akan menambahkan namun segera kupotong.

"Gita Arman," sahutku cepat. Mengambil nama ayahku untuk segera kusematkan di belakang namaku. Aku bisa merasakan Pak Sam memandangku dengan tatapan heran. Tentu saja tidak ada nama 'Arman' di SK yang tadi kuserahkan. "Saya pindahan dari kantor cabang kabupaten. Dimutasi kemari sebagai Relationship Manager. Mohon bantuannya ya Bapak dan Ibu."

"Bu Ratih, Gita nanti pasangannya sama siapa?" Pak Sam bertanya.

"Sementara sama Kaivan dulu saja, Pak. RM – nya Kaivan, si Anggi, kan barusan cuti melahirkan. Nanti kalau Anggi masuk, kelolaan debitur dan komposisi RM - SRM kita bagi lagi," jawab Bu Ratih. Relationship Manager atau disingkat RM memang dipasangkan satu tim dengan Senior Relationship Manager atau yang disebut SRM. RM dan SRM bekerja dalam tim untuk mengelola debitur yang sama termasuk membuat proposal pengajuan debitur baru kepada jajaran pemimpin.

"Oke, gitu saja." Pak Sam menyetujui.

"Wah, menang nih banyak Kaivan." Rano kembali menyeletuk.

Kaivan masih memandangiku dengan ekspresi yang tidak bisa kutebak namun di detik berikutnya, senyuman lebarnya merekah. Jadi, kali ini aku kembali dipasangkan satu tim dengan Kaivan? Kenapa, Tuhan? aku tak sadar memejamkan mata karena frustasi memikirkan keberlangsungan nasibku setelah ini.

"Welcome to the club, Sagita Riusara." Ucapan Kaivan terdengar seperti bunyi petasan di siang hari. Membuatku tersentak. Aku membuka mata dan memandangnya dengan tatapan penuh tanda tanya. Dari mana dia tahu nama panjangku? Apakah aku tadi tidak sengaja menyebutkan namaku saat perkenalan? Rasanya tidak.[]

SHOOTING STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang