Cerita yang Terlupakan

242 52 12
                                    


Bagaiamana cara memulai pembicaraan ini? Bagaimana cara menemukan momen yang tepat untuk bertanya kepada Bapak tentang apa yang diceritakan oleh Mama? Bapak bilang dia pernah mengalami kisah perjalanan lintas waktu. Hal yang kemudian menjadi obesesi baginya, menjadi tujuan hidupnya. Bapak ingin memecahkan misteri perjalanan lintas waktu. Bapak ingin membuktikan bahwa manusia bisa menjadi pengelana waktu seperti yang pernah dia alami. Seperti yang sedang aku alami.

Namun, seingatku, Bapak tidak pernah sekali pun mengatakan hal tersebut. Bapak tidak pernah menyebutnya sedikit pun. Bagaimana cara memulai pembicaraan ini?

"Gita?" suara Bapak mengejutkanku. Dia sedang duduk di kursi ruang tengah. Menghadap ke arah layar televisi yang tengah menyiarkan berita. Tampak tidak tertarik dengan berita yang disiarkan tetapi dia tidak memiliki pilihan lain karena aku melarang Bapak untuk melakukan aktivitas apa pun.

"Ya?"

"Kamu tidak dengar?"

"Hah?"

"Tadi Bapak tanya, kapan kamu mau kembali ke kota? kamu kan juga punya pekerjaan yang harus dikerjakan."

"Gita sudah dapat cuti satu minggu, Pak. Jadi, mungkin baliknya Senin depan."

"Kembalilah besok. Bapak baik – baik saja," ujar Bapak lagi. Bapak memang sudah terlihat jauh lebih baik dibandingkan hari pertama dia masuk rumah sakit. Tetapi, aku tahu sakit yang tengah dia derita sangat parah sehingga aku tidak mungkin meninggalkannya. Aku tidak bisa meninggalkannya. "Kamu juga punya kehidupan yang harus kamu jalani, kan?"

Ah, ya ... ada kehidupan yang harus aku jalani di tempat lain. Di kota yang jauh dari rumah dan Bapak. Selama tiga hari Mama dan Aries ada di dekat kami, aku hampir saja merasa bahwa inilah kehidupanku. Inilah kehidupan yang aku harap bisa aku jalani.

"Kamu punya pekerjaan yang menantimu, teman – teman yang menunggumu," lanjut Bapak.

Aku hanya terdiam mendengar ucapan Bapak. Teman – teman yang menungguku? Siapa? Sejak Kaivan kembali ke kota, aku tidak pernah lagi mendengar kabar darinya. Aku mengabaikan banyak panggilan masuk dari Adri dan hanya sesekali menjawab telepon Hara. Bisakah aku di sini saja dan tidak usah kembali ke kehidupanku di tempat yang jauh itu? bisakah aku di sini saja menemani Bapak di sisa – sisa hidupnya?

"Gita?" gumaman Bapak kembali terdengar.

Aku berdehem. "Gita mau belanja di swalayan. Bahan makanan habis. Bapak mau titip sesuatu?" ucapku mengabaikan semua kalimat – kalimat yang Bapak tuturkan tadi.

Aku bisa mendengar desah napas Bapak yang berat sebelum dia berkata, "Tidak."

***

Bahan makanan di rumahku belum habis. Sudah menipis tapi masih bisa digunakan membuat makanan bagiku dan Bapak untuk satu hari ke depan. Berbelanja di swalayan adalah alasanku untuk menghindari Bapak yang terus saja memaksaku pulang ke kota, kembali kepada rutinitasku di kantor, bersikap seolah tak terjadi apa – apa. Tidak sadarkah Bapak jika aku sangat mencemaskan kondisinya?

Berbelanja di swalayan adalah dalih semata untuk memberiku ruang memikirkan bagaimana cara memulai percakapan tentang perjalanan waktu dengan Bapak. Tapi siapa sangka, aku justru bertemu dengan orang yang tak terduga.

"Risa?"

Wanita muda yang sedang membayar di kasir swalayan terkejut saat menoleh ke arahku. "Gi ... Sagita?" Berganti aku yang terkejut karena dia masih mengingat namaku.

SHOOTING STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang