Under The Stars

270 12 0
                                    


-Kaivan Leo Mahendra-

Aku tahu ini akan menjadi perjalanan yang panjang sejak pengumuman lock down bandara yang berujung pada pembatalan seluruh penerbangan, termasuk penerbanganku. Semua karena virus sialan bernama covid-19. Oh, bagus sekali, kutinggalkan di mana pula ponselku? Jangan-jangan di kantor. Itukah sebabnya tadi Meyra tak henti-hentinya memanggil namaku saat aku terburu-buru menuju ke parkiran?

Aku memutar roda kemudi. Kalau berangkat sekarang, mungkin aku bisa menghadiri pemakaman Bapak. Aku sudah berjanji pada Gita untuk datang dan mendampinginya menemani Bapak di rumah sakit. Tetapi, aku malah tenggelam dalam pekerjaan yang tidak berujung hingga aku menerima pesan dari Gita yang mengabarkan kematian Bapak tadi pagi. Dengan kecepatan yang tidak pernah kuketahui kumiliki, aku memesan tiket pesawat saat itu juga. Seharusnya, pesawat itu berangkat jam 1 siang dan aku akan tiba di sana sebelum pukul 2. Tetapi, apa yang bisa kulakukan saat tiba-tiba pemerintah mengeluarkan pengumuman lock down untuk membatasi perpindahan manusia dimulai dengan membatalkan seluruh jadwal penerbangan? Kenapa harus saat ini? kenapa harus bertepatan dengan hari berpulangnya Bapak kepada keabadian?

Pernikahanku dengan Gita sedang tidak baik-baik saja dan mungkin saat ini kebenciannya padaku semakin bertambah. Sejak kepergian Bintang, anak kami, di usianya yang belum genap setahun, apa pun yang kami bicarakan, apa pun yang kami diskusikan, selalu berujung pada pertengkaran. Gita akan memulai dengan pertanyaan klise yang kadang-kadang sampai membuatku mual ketika mendengarnya.

"Kenapa kamu tidak pernah menziarahi makam Bintang?"

Demi Tuhan aku benci ketika Gita sudah mulai menanyakan hal itu.

"Kamu masih menyalahkanku atas kematian Bintang, seperti yang selalu ibumu katakan kepadaku? Apakah kamu masih menganggap kematian Bintang adalah salahku? Kamu dengar sendiri kan dokter bilang apa soal Bintang?"

Bagaimana cara menjelaskan pada Gita, bahwa aku hanya butuh waktu untuk mencerna musibah yang baru saja kami hadapi. Bintang adalah anak yang sangat aku nantikan kehadirannya. Kehilangan Bintang seperti kehilangan separuh nyawaku dan dengan mendatangi makamnya, keadaanku tidak menjadi lebih baik.

Bagaimana cara menjelaskan kepada Gita, bahwa aku tidak sekali pun menyalahkannya atas kepergian Bintang, tetapi aku juga tidak mampu membantah ucapan Ibu tentang hal-hal yang dia tuduhkan padanya. Aku ingin Gita bisa memahami bahwa ibuku juga merasa sangat kehilangan dan caranya berdamai dengan kehilangan adalah dengan menyalahkan orang lain. Ibu tidak pernah berhenti menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Ayah hingga detik ini padahal belasan tahun sudah berlalu.

Bagaimana cara menjelaskan kepada Gita, bahwa aku sangat mencintainya sehingga dia tidak perlu cemburu dan berprasangka buruk pada Meyra? Aku tidak mungkin meninggalkannya demi Meyra, kalau itu yang dia khawatirkan. Pada kenyataannya, aku justru pernah meninggalkan Meyra demi dirinya.

"Kamu yakin itu cinta? Aku rasa itu hanya perasaan bersalah yang saking besarnya sampai kamu seolah-olah berutang nyawa padanya."

"Aku tidak peduli ini cinta atau rasa bersalah. Yang aku tau, aku ingin hidup sama dia."

"Kamu benar-benar keras kepala, Van."

"Ya, orang-orang sering bilang begitu tentangku."

"Aku masih sayang sama kamu."

"Aku tidak bisa, Meyra. Tolong mengerti aku. Oke?"

"Tapi, Van. Ini tidak adil untukku. Tidak adil untuk kita."

"Sejak awal kita menjalin hubungan aku sudah menceritakan padamu tentang wanita itu, bukan? Aku sudah bilang padamu jika suatu saat aku bertemu lagi dengannya, aku tidak akan pernah menyerah untuk memilikinya lagi. Dan kamu oke dengan hal itu."

"Ya, karena aku pikir mustahil kamu bisa ketemu lagi sama dia, Van."

"Tapi, tidak ada yang mustahil di dunia ini, Mey. Termasuk pertemuanku kembali dengan Sagita. Aku semakin percaya bahwa mungkin saja kami memang ditakdirkan bersama."

"Ini bukan takdir, Kaivan! Kamu terobsesi padanya!"

Mobil di depanku berhenti mendadak sehingga membuatku menginjak pedal rem secara tiba-tiba seiring dengan klakson yang sengaja kutekan lama. Ada apa lagi, sih? Aku membuka kaca jendela dan mendongakkan kepalaku untuk melihat jauh ke depan. Barisan kendaraan mengular.

"Ada pos pemeriksaan di depan." Seseorang yang mengemudi mobil di sampingku berseru. "Katanya walikota sudah umumkan lock down. Kita disuruh balik. Aku baru dapat kabar dari saudara." Pria itu mengangkat ponselnya yang tengah dia genggam, mengisyaratkan bahwa berita itu baru dia dengar dari sana.

Aku mengangguk sebagai ucapan terima kasih atas inforomasi yang baru saja dia berikan. Tetapi, aku tidak bisa kembali. Tidak satu jengkal pun. Mobil di depanku merayap perlahan. Aku berusaha mengendarai mobilku dengan kesabaran yang semakin menipis.

Mobil di depanku melintasi pos penjagaan darurat untuk kemudian berbalik melalui jalur sebelah. Seorang petugas berseragam polisi dengan masker di wajah menghampiri mobilku dan mengetuk kaca di sampingku. Aku menurunkannya.

"Permisi, Pak. Mohon maaf sudah ada ketetapan lock down dari pemerintah, sehingga dengan berat hati saya informasikan, Anda tidak dapat melanjutkan perjalanan. Silakan berputar di depan."

"Saya harus melanjutkan perjalanan. Ada urusan yang penting dan mendesak." Aku mencoba bernegosiasi.

"Tidak bisa, Pak. Pembatasan wilayah berskala besar sudah diberlakukan." Petugas polisi itu tampak tak terpengaruh.

"Tapi, ayah saya baru saja meninggal. Saya harus datang ke pemakamannya."

Sang petugas polisi terdiam. Tampak menimbang beberapa jenak sebelum berkata, "Apa Anda punya masker?"


***

Halo teman-teman. Kelanjutan cerita Shooting Star akan hadir dalam buku berjudul "Under The Stars (UTS)" yang menjadi satu kesatuan dengan versi cetak Shooting Star. Dalam UTS, cerita dituturkan dari POV Kaivan. So, pertanyaan-pertanyaan Sagita akan menemukan jawabannya di sini.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yang merasa udah chat langsung ke saya untuk order, gak perlu order di nomor admin Karos lagi, ya. Biar gak ada double data. Yang belum pernah order lewat saya, bisa langsung ke admin aja. makasih.

SHOOTING STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang