second

2.2K 197 1
                                    

Pagi-pagi sekali Aran sudah siap dengan kemeja dan jas dokternya. Setelah peresmian rumah sakit Aran memutuskan untuk tinggal beberapa saat di rumah orang tuanya karena beberapa hari kedepan ia harus berangkat pagi.

"Pagi mama Shani yang paling cantik." ucap Aran sembari mencium pipi Shani.

"Pagi sayang. Kok kamu udah siap aja pagi-pagi gini."

"Iya, kakak ada meeting sama dokter-dokter yang diutus buat pergi ke daerah yang terdampak bencana."

Shani duduk didepan Aran sambil menyiapkan sarapan untuk putra sulungnya.

"Kakak ikut turun ke lapangan?" Aran menggidikkan bahunya.

"Tapi kayaknya kakak cuman ngecek doang deh ma, soalnya kakak juga banyak kerjaan." Shani mengangguk mengerti.

Kini Aran bukan lagi seorang anak kecil, melainkan seorang dokter dan pengusaha muda yang cukup sukses.

"Papa udah bangun ma?"

"Papa kamu masih tidur, kayaknya kecapean semalem lembur." Aran mengangguk.

Setelah selesai sarapan Aran pamit pada Shani dan langsung menuju rumah sakit agar tidak terkena macet.

"Sepi banget, apa gua dateng kepagian ya." gumamnya sambil melirik kanan kiri.

Ia melanjutkan langkahnya menuju ruang meeting.

"Woy Ran." panggil Floran yang datang bersama Gito.

"Kalian baru dateng?" keduanya menggeleng.

"Udah dari 10 menit yang lalu, ini kita abis dari kantin buat beli sarapan." ucap Gito.

Mereka bertiga menuju ruang meeting karena sebentar lagi meeting akan dimulai.

"Di ruangan udah banyak dokter yang dateng?" tanya Aran.

"Belom, baru gua, Flo, Oniel, sama si Gito."

"Lah si Vito kemana?"

"Baru bangun bocahnya." Aran mengangguk.

"Nah dateng juga nih pak boss." ucap Oniel setelah ketiga orang itu membuka pintu ruangan.

"Perasaan meeting bentar lagi mulai deh, kenapa baru segini doang yang dateng."

Sebenarnya Aran heran kenapa para karyawannya belum datang, terlebih rumah sakitnya ini baru berjalan.

"Yauda tunggu 10 menit aja kalo belum pada dateng batalin, lo juga masih banyak kerjaan." ucap Floran.

"Betul, kerjaan gua juga banyak nih." timpal Gito.

Baru 5 menit berjalan hanya bertambah satu saja yang datang.

"ASSALAMU'ALAIKUM!" teriak Vito yang baru saja datang diikuti oleh dokter-dokter yang Aran tunggu.

"Berisik lo." ucap Gito.

"Maaf dokter Aran kita telat tadi ada kendala di jalan." ucap Sisca salah satu dokter yang kebetulan sepupu Aran.

"Bisa tolong jelaskan kendala apa yang terjadi sampai kalian telat seperti ini."

"Tadi ada kecelakaan dijalan, kita bantu-bantu dikit dan cukup lama karena banyak warga juga yang menghalangi akses kita untuk cek korban, abis itu saya minta dokter Vito buat telpon ambulance." jelas Chika.

Aran mengangguk dan mempersilahkan mereka untuk duduk di kursinya masing-masing.

Rapat pun di mulai dengan Gito yang sebagai moderator dan notulen, serta Aran sebagai pembicara untuk menjelaskan teknis di lapangan.

"Ada yang mau ditanyakan?" tanya Aran.

Chika mengangkat tangannya. "Untuk akses ke lokasi itu bagaimana dok? Kan jalan disana kemungkinan besar ditutup."

"Baik, untuk akses ke lokasi nanti pakai helikopter saja kebetulan saya sudah menyiapkannya."

"Dari medicare sudah disiapkan apa saja yang akan di bawa kesana?" Anin, dokter dari rumah sakit medicare sekaligus manager pun mengangguk.

"Mungkin saya akan menambah dokter dari medicare karena lima dokter tidak cukup untuk banyak anak." Aran mengangguk.

"Atur sebaik mungkin dokter Anin."

***

"Makan kuy, laper dah gua." ucap Vito.

"Kita udah pada makan tadi, tapi si Aran belum kayaknya ajak aja noh."

Aran yang awalnya memainkan ponselnya mendongak menatap Vito.

"Makan ran?" Aran mengangguk.

"Nitip ruangan ya, makan dulu." keduanya berjalan menuju kantin rumah sakit.

Saat Vito dan Aran berjalan menyusuri lorong rumah sakit, mata Aran tak sengaja melihat Chika yang sedang mengobrol dengan seorang lelaki.

Hanya sekilas ia melihat karena itu bukan urusannya untuk ikut campur. Begitupun dengan Chika, ia melihat Aran yang meliriknya sekilas.

"Udah ya, kita udah ga ada apapun jadi please jangan ganggu aku lagi, Ji." ucap Chika.

Lelaki itu memegang tangan Chika, mencoba meyakinkan Chika.

"Tolong kasih aku kesempatan Chik, aku mau memperbaiki hubungan kita." Chika menggeleng dan melepaskan genggaman itu.

"Maaf, Ji." setelah mengucapkan itu Chika meninggalkan lelaki yang mengobrol dengannya tadi.

Di kantin, Aran dan Vito sedang makan dengan tenang walaupun terkadang Vito memancingnya untuk bergosip.

"Lo tau ga sih Ran pasien yang di lorong anggrek, ternyata yang nemenin dia itu selingkuhannya anjir, tapi dia udah punya suami. Gila tu cewe." ucapnya.

"Kok lo tau itu selingkuhan dia?" Vito menyimpan sendoknya dan sedikit mencondongkan badannya pada Aran.

"Jadi kemaren ni cewe telponan sama cowo dia panggil sayang sayang sama mami papi, nah abis telponan ni cewe manggil sayang terus mesra mesraan sama cowo yang jagain dia." jelas Vito.

Dasar lelaki biang gosip. Batin Aran.

"Terus suaminya tau ga kalo istri dia dirawat?" Vito menggeleng.

"Suami dia taunya ni cewe lagi di rumah emaknya, suaminya ini kan lagi kerja di luar negeri." Aran mengangguk sesekali memakan nasi uduknya.

"Gua juga ada cerita nih, gosip hot." ucap Aran.

Vito langsung merubah wajahnya jadi serius dan penasaran dengan cerita Aran.

"Apa apa?"

"Lo tau pasien yang ditanganin sama si Flo?" Vito mengangguk. "Ternyata itu mantan si Flo anjir, pantes aja dia kagak mau meriksa disitu mana canggung banget lagi."

Vito tertawa keras mendengar cerita Aran, ternyata si bungsu Floran punya mantan.

"Hahaha anjing cape banget sialan."

"Mana tiap abis cek pasien si Flo langsung bete." Vito kembali tertawa keras.

Untung saja di kantin hanya ada mereka berdua.

"Bocah bete gara-gara meriksa mantan kocak." Aran terkekeh.

"Gua jadi kayak debu kalo udah cek ke kamar itu."

Vito menetralkan nafasnya karena kebanyakan tertawa.

"Haduh haduhhh cape banget, anjing ni Aran gosipin temen sendiri."

"Ya lagian tiap cek kesitu bete mulu bawaannya. Padahal kagak ada yang salah toh mereka putus baik-baik."

"Ini mantan si Flo yang waktu SMA bukan?" Aran mengangguk.

"Astaga si Freyana." Aran kembali mengangguk.

Mereka terus melanjutkan aksi bergosipnya, tak lupa mereka berdua juga mengkritik orang-orang yang lewat di kantin, di lorong maupun di taman.

***

ZAHRAN [Chikara]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang