"Bangunlah, aku sudah belikan buburnya." Peter menepuk pelan bahu sepupunya yang tertutup selimut.Hanya erangan yang keluar dari mulut Jimin.
"Kau harus makan, walaupun sedikit."
"Nanti saja." Jimin menjawab dengan suaranya yang masih sedikit serak.
Helaan napas datang dari Peter. "Makanlah sedikit. Kau bisa tambah sakit kalau terus begini."
"Aku akan makan, Pete. Kau pergilah. Jangan bolos kuliah lagi."
Sudah beberapa hari ini, tak ada suara menyebalkan yang biasa Peter dengar dari sang sepupu.
"Janji?"
Jimin membalik tubuhnya untuk menghadap sang sepupu. "I'm not a kid. I know what to do."
Peter lagi-lagi menghela napas. Ia tahu sepupunya akan ngotot dengan pendiriannya.
"Baiklah. Aku akan pergi. Hubungi aku kalau ada apa-apa." Ia menepuk pelan kepala sepupunya.
Meskipun mereka lahir di tahun yang sama dan sering kali bertengkar untuk hal yang sepele, Peter akan bertingkah layaknya seorang kakak yang selalu dapat Jimin andalkan di saat-saat seperti ini.
"Hm," gumam Jimin.
Setelah Peter pergi, Jimin kembali menenggelamkan dirinya ke tumpukan selimut dan bantal. Badannya memang masih sedikit lemas, panasnya pun belum sepenuhnya turun, tapi Jimin sudah bosan terus berbaring di kasurnya selama hampir lima hari ini. Mungkin inilah demam terlamanya sepanjang sejarah.
Saat ponselnya bergetar, ia bangun begitu cepat dengan sisa-sisa tenaganya. Dadanya berdegup kencang untuk alasan yang jelas-jelas tak akan terjadi. Benar saja. Setelah melihat layar ponsel, hatinya dibuat kecewa oleh harapan kosong.
Apa yang ia harapkan? Pria itu menghubungi dan menanyakan kabarnya? Yeah, maybe, when pigs fly. Jimin mendengus sebelum menerima telepon dari manajernya.
"Hmm?"
"Kau sudah baikan?" Baek Jinhee―sang manajer―bertanya.
"Sudah lebih baik."
Helaan napas lega terdengar dari Jinhee. "Syukurlah. Kau tidak ingin ke rumah nenekmu saja?"
"Jangan beritahu keluargaku kalau aku sakit. Aku bisa dipaksa cuti selama sebulan hanya karena demam biasa. Tidak perlu berlebihan, Kak."
"Baiklah kalau itu maumu. Kau sudah minum obatnya, kan?"
"Sudah," jawab Jimin singkat.
"Ya sudah. Hubungi aku kalau ada apa-apa. Aku sudah kosongkan jadwalmu seminggu ke depan, tidak perlu khawatirkan masalah pekerjaan. Mengerti?"
"Hm, terima kasih."
"Istirahatlah dengan baik. Aku akan tutup teleponnya."
"Tunggu, Kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
GORGEOUS
Romance[SELESAI] Yoo Jimin sudah kehabisan cara untuk menaklukkan hati Jeno. Jika menjadi musuh banyak orang adalah satu-satu cara untuk mendapatkan perhatian pria itu, ia rela melakukannya. Apapun resikonya. Dengan segala kegilaannya, Yoo Jimin mengaku...