"Kak, Naru tidak bermaksud melukaiku," ujar Jimin.
Naru yang duduk di samping Jimin pun menoleh. Ia meremas celana jeans yang dipakainya.
"Bagaimana kau bisa yakin? Kau tahu sendiri kalau dia salah satu penggemarnya. Bisa saja dia berniat mendekatimu dengan alasan buruk." Jinhee terus menyangkal pembelaan Jimin.
Di hari kejadian, Jinhee bertemu Naru yang masih menunggu di rumah sakit. Tanpa sengaja, ia melihat gadis itu memakai foto Jeno sebagai wallpaper ponselnya. Dari sana, ia pun menyimpulkan jika Naru adalah seorang penggemar fanatik yang bermasalah.
Bukankah sudah jelas alasannya? Begitu alasan Jinhee.
Saat ini, mereka tengah berada di kantor polisi untuk panggilan investigasi insiden lima hari yang lalu.
Naru terdiam di tempat duduknya. Kepalanya tertunduk dengan jari tangannya yang saling tertaut. Segala pembelaan dari mulutnya selalu saja dibantah oleh Jinhee.
"Yoo Jimin, kau tidak boleh percaya begitu saja."
"Kak, aku tahu Naru." Dengan lembut Jimin mencoba menenangkan sang manajer.
Pihak keluarga besar Jimin-lah yang menuntut Naru atas insiden ini. Mereka pun masih belum menerima jika Naru tak berniat jahat padanya.
"Pak, kami akan menyelesaikan ini dengan cara baik-baik. Ini hanya sebuah kesalahpahaman. Lagipula, aku mengenalnya dengan baik." Jimin menjelaskan kepada petugas.
"Apa kau yakin?" tanya petugas kepolisian.
"Tentu," balas Jimin. Ia pun tersenyum meyakinkan.
"Yoo Jimin," sela Jinhee.
"Kak." Jimin memperingatkan sang manajer.
Jinhee pun tak berdaya jika Jimin sebagai korban tak menuntut apa pun dari Naru.
"Baiklah. Kami akan menutup kasus ini dan memberikan keterangan kepada media," putus si petugas kepolisian.
"Terima kasih, Pak." Jimin berdiri dan memberi hormat. Lalu, ia pun meraih bahu Naru dan berkata, "Ayo kita pulang."
Naru hanya menatap Jimin dalam diam. Tangannya yang bergetar kini digenggam Jimin. Dengan wajah tenangnya, Jimin tersenyum dan meyakinkan Naru―semua baik-baik saja.
***
Jeno tidak bisa tenang. Seminggu berlalu dan tidak ada yang bisa ia lakukan. Jadwal pekerjaan yang sangat padat tak memungkinkannya untuk pulang, barang sehari saja.
Jimin pun tak pernah membalas pesannya. Ia berusaha menghubungi Peter, tapi pria itu juga tak pernah meresponsnya. Kabar dari Sejoon-lah yang berhasil membuatnya sedikit tenang.
Hanya sedikit.
Malam terakhir ia menghabiskan malam di Paris, Jeno termangu di kamar hotelnya. Sekalipun diberikan waktu untuk keluar, ia sedang tidak mood untuk pergi ke mana pun. Jeno pun mengusir siapa pun yang ingin mengajaknya pergi atau sekadar mengobrol.
KAMU SEDANG MEMBACA
GORGEOUS
Romance[SELESAI] Yoo Jimin sudah kehabisan cara untuk menaklukkan hati Jeno. Jika menjadi musuh banyak orang adalah satu-satu cara untuk mendapatkan perhatian pria itu, ia rela melakukannya. Apapun resikonya. Dengan segala kegilaannya, Yoo Jimin mengaku...