CHAPTER 40 | DEEP BREATHS

1.1K 119 14
                                    

SREEEEEETTTTH!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SREEEEEETTTTH!

Jeno memanuver mobilnya tiba-tiba. Tangannya mengepal kuat pada setir mobil. Sesak di dadanya tak juga mereda. Matanya yang buram terarahkan ke depan―jalanan kota Seoul yang padat.

Bibir sudah mengucap. Kata sudah terlontar. Hati seseorang pun telanjur tersakiti. Jeno menggigit bibirnya keras-keras. Embusan napas yang begitu berat dan bergetar, tak mampu lagi ia tahan.

"Aa ...." Erangan kecil terdengar dari mulutnya. Tangannya dengan pelan mengusap dadanya yang sakit. Namun, semakin ia mengusapnya, semakin besar rasa sakit itu.

Kenapa begitu sakit?

Mengitari hingar bingarnya ibu kota selama 1 jam, hatinya kembali tertuntun ke tempat yang sama―apartemen Jimin.

Ingin sekali ia menarik ucapannya tadi. Mengemis ampun dan meminta Jimin melupakan awal buruk kisah mereka. Namun, sebelum ia sempat membuka pintu dan berlari ke pelukan gadis itu, seseorang lebih dulu menghubunginya.

Jeno menatap layar ponselnya. Dengan enggan, ia menerima panggilan tersebut.

"Halo?"

"Jeno ... maafkan aku. Aku tidak bisa memberikan waktu lebih. Berita kalian akan keluar besok."

Genggaman Jeno mengerat. Ia menelan ludahnya sedikit kasar. "Aku mengerti," jawabnya pelan.

"Kuharap begitu. Demi kebaikan semua orang, kumohon jangan bertingkah ceroboh lagi."

"Aku mengerti."

Jeno menutup telepon, membiarkan ponselnya terjatuh ke lantai mobil. Ia menumpukan keningnya ke setir dan mendesah lelah.

Semua sudah berakhir.

Hanya sampai di sini.

Little did he know, he shouldn't have given her up so easily.

***

"Paman, tolong biarkan aku masuk. Aku harus bicara dengan Lee Jeno ... dengan mereka. Kumohon ...." Naru meminta dengan putus asa untuk kesekian kalinya. Suara lantangnya kian menghilang, tertelan jeritan puluhan, atau mungkin ratusan gadis lain.

Naru tahu idenya sangat bodoh. Ia pun menjauhkan diri dari desakan para penggemar anarkis yang tak terima jika idolanya 'menerima' pengaruh buruk dari kekasihnya. Dengan bahu merosot, ia mulai berjalan menjauh.

Kini, ia duduk di depan sebuah minimarket dengan tangannya yang sibuk menelepon seseorang.

Tidak tersambung.

Ia sudah mencoba menghubungi Jimin sejak kemarin. Tapi, gadis itu tetap tak mengangkat telepon dan juga mengabaikan semua pesannya.

Helaan napasnya datang bersamaan dengan memorinya tadi malam.

GORGEOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang