Saat terjaga, Jeno menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merenung dan melamun. Ia lebih banyak diam dan sesekali bicara jika itu benar-benar diperlukan.
Saat ini, seluruh kru dan anggota Dreams tengah mempersiapkan rehearsal untuk konser nanti malam.
Jeno berusaha mendengarkan segala instruksi dan melakukan tugasnya dengan baik. Ia akan berusaha sebaik mungkin mengesampingkan segala kepentingan pribadinya. Ia tahu harus bersikap profesional, di situasi apapun. Meskipun hal itu sangat sulit ia lakukan sekarang.
Sebuah pelukan tiba-tiba membalut tubuhnya.
"We're here for you. Remember, you're not alone. Kau tahu kami menyayangimu, bukan?" Mark berkata seraya memeluk erat Jeno dan menepuk-nepuk tengkuknya yang tertutup rambut.
Jeno sempat bingung. Ia semakin bingung karena teman-temannya tak lama kemudian ikut bergabung dalam pelukan itu. Tanpa banyak bicara, semua ingin menyampaikan semangatnya untuk Jeno.
Jeno mengerti maksud mereka setelah melihat Renjun yang tersenyum padanya. Hatinya menghangat seketika. Untuk pertama kalinya setelah beberapa hari, ia tersenyum dengan tulus.
Beberapa jam setelah itu, mereka berada di ruang tunggu dan bersiap-siap.
Lagi-lagi, Jeno tengah termenung di depan meja rias. Ia memilin chain bracelet―hadiah pemberian Jimin―yang terpasang di tangan kirinya. Sesekali, helaan napas lolos darinya.
Beberapa kali pula ia menatap ponselnya yang teronggok di meja. Mungkin sudah ratusan kali ia membuka chatroom-nya dengan Jimin. Pesannya masih belum terkirim, bahkan setelah dua hari berlalu.
CEKREK!
[Jeno] Aku menyukainya. Terima kasih.
Jeno mengirimkan sebuah foto―tangan kirinya yang memakai gelang pemberian Jimin. Lantas mengembuskan napas panjang dan mengunci layar ponselnya.
***
Jimin menatap ponselnya dan mendesah lelah. Sudah beberapa hari ini, ia sengaja mematikan ponselnya. Demi usahanya untuk berhenti berharap.
Dia tidak akan mencariku.
Tidak akan.
Pasti dia sedang berbahagia, telah bebas dari noda membandel sepertiku, bebas bertemu dengan perempuan itu juga.
He hates my guts with all his might.
Jimin menatap langit Abbey Wood―suatu pemukiman di London―yang tampak mendung. Beginilah cuaca London saat musim dingin; berangin, dingin, dan mendung. Hujan pun sering turun bersama dengan angin.
Kemarin, ia sampai di London untuk mendatangi pernikahan salah satu teman dekatnya. Ashley Young berperan penting dalam kehidupan Jimin selama di London. Ash adalah tetangga sekaligus teman dekat yang Jimin anggap sebagai kakak. Meskipun Ash lebih tua tiga tahun darinya, mereka tak ragu untuk saling bertukar kisah dan memberi solusi dengan nyaman. Jimin pun sesekali bercerita tentang masalah Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
GORGEOUS
Romance[SELESAI] Yoo Jimin sudah kehabisan cara untuk menaklukkan hati Jeno. Jika menjadi musuh banyak orang adalah satu-satu cara untuk mendapatkan perhatian pria itu, ia rela melakukannya. Apapun resikonya. Dengan segala kegilaannya, Yoo Jimin mengaku...