CHAPTER 30 | CHANGES

1.3K 154 5
                                    

Jimin sudah memikirkannya dengan matang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin sudah memikirkannya dengan matang. Berkali-kali. Semua jawaban selalu terarah pada satu kesimpulan.

Untuk apa menyiksa diri jika memang Jeno adalah kebahagiaannya?

Atas alasan itu, hatinya bersedia untuk memaafkan dan menerima pria itu lagi. Ia pun sudah melihat semua usaha yang Jeno lakukan. Baginya, itu sudah cukup. Ia tak akan meminta lebih.

Setelah beberapa menit berlalu, Jimin melepas pelukannya. Ia mulai pegal harus mendongak terlalu lama.

Kruk Kruk!

Gadis itu terkekeh setelah mendengar suara perut kekasihnya. Ia pun meraup pipi kanan Jeno dan mengusapnya lembut.

"Kau lapar?" tanya Jimin.

"Eum, sedikit," gumam Jeno.

"Tunggu sebentar. Akan kusiapkan makan malam."

"Nanti saja." Jeno menolak.

Kruk kruk!

Jimin tertawa lagi. "Aku rasa itu bukan hanya sedikit." Ia melepaskan diri dari kungkungan Jeno, lalu menuju lemari pendingin. Ia belum sempat mengecek semuanya tadi.

"Kenapa tidak ada makanan sehat di sini?" Gadis itu berdecak melihat makanan instan yang Jeno konsumsi akhir-akhir ini.

"Aku hanya memakannya sesekali," bohong pria itu.

"Berapa kali sudah kubilang? Jangan terlalu sering mengonsumsinya." Jimin berkacak pinggang dengan wajah serius. Ia hanya khawatir dengan kesehatan Jeno.

Sedangkan, Jeno hanya tersenyum seperti orang bodoh melihat itu. Bukan bermaksud meremehkan, justru karena ia terlalu senang mendengar omelan Jimin lagi.

"Kau dengar tidak?" tanya Jimin lagi.

Jeno yang terus tersenyum, berjalan mendekat. Ia mengecup bibir kekasihnya singkat sebelum memeluknya, menumpukan pipinya di bahu gadis itu. Ia sembunyikan wajah berseri-serinya di tempat favoritnya―ceruk leher Jimin.

"Aku merindukanmu."

Jimin menghela napas. Kalau sudah begini, bagaimana ia bisa tegas? Ia pun menerima pelukan itu dan memberikan usapan di kepala Jeno.

"Kau sedang memelukku sekarang. Masih juga merindukanku?"

"Eum," gumam Jeno. Pria itu mengeratkan pelukannya.

Jimin terkekeh. "Tidak jadi lapar?" tanyanya.

"Lapar."

Tawa kecil Jimin terdengar lagi. "Kau ingin makan sesuatu?"

"Mmm ... tidak juga. Kau juga lapar?" tanya Jeno setelah mengangkat kepalanya.

"Mmm ... sedikit?"

"Bagaimana kalau pesan saja?" usul Jeno.

GORGEOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang