CHAPTER 14 | NEW YEAR'S EVE

1.4K 219 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah berjalan kaki lebih dari 30 menit, Jimin baru sampai di pertengahan pedestrian walkaway Brooklyn Bridge dari entrance gate. Lumrahnya, diperlukan waktu sekitar 30 menit untuk menyeberangi Brooklyn Bridge ke Manhattan yang berjarak sekitar dua kilometer. Sengaja memelankan langkahnya, ia baru sampai di pertengahan jalan.

Cuaca tak sebaik yang ia bayangkan. Langit terlihat gelap dan terlalu berangin. Ia hanya berharap salju tak ikut turun malam ini. Maklum saja, ia bukanlah orang yang telaten untuk mengecek berita cuaca.

Jimin menghentikan langkahnya untuk bersandar di dinding jembatan. Ia menghapus setetes air mata yang jatuh ke pipi. Lalu, mengembuskan napas bergetarnya. Kedua sudut bibirnya melengkung ke bawah. Mereka seakan punya gravitasi yang terlalu kuat, memaksanya untuk tetap berwajah cemberut meskipun ia telah mencoba untuk menariknya ke atas dengan sekuat keinginannya.

Ia tak ingin menangis, tapi pelupuk matanya selalu saja terisi penuh. Tak ada suara isak yang terdengar. Jimin hanya sesekali meneteskan air matanya dalam diam.

Rasa mencekat di tenggorokan dan dadanya masih saja ada, berapa kali pun ia menarik napas panjang dan mengeluarkannya. Tubuhnya bereaksi lebih dari yang ia kira. Lukanya memang tidak terlihat, tapi sakitnya sangat luar biasa.

Ia memperhatikan lalu kendaraan-kendaraan yang melintas di bawah pedestrian walkaway dan bike lane. Pikirannya melayang, membayangkan perayaan tahun barunya dengan Jeno.

Gadis itu kembali menghela napas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu kembali menghela napas. Setetes air mata lagi-lagi turun dari sudut matanya.

Sekarang, ia harus bangun dari tidurnya. Mimpinya hanyalah mimpi, seperti yang pernah Jeno katakan padanya. Lebih dari itu, ia merasa harus berkaca mendengar pernyataan Jeno tentangnya.

Selama ini, Jimin tak pernah benar-benar mengerti jika keegoisannya bisa saja membawa petaka untuk orang lain. Ia tak pernah benar-benar berpikir jika sikap egoisnya adalah siksaan untuk orang yang disayanginya.

Kenapa rasanya begitu sakit? Ia menekan dada kirinya.

Helaan napas beratnya mengepul di udara dingin beberapa saat kemudian. Ia menengadah, mencegah air matanya kembali keluar. Jimin menggigit bibirnya keras. Tetap saja kristal bening itu keluar dari sudut matanya.

GORGEOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang