Akhir musim semi di bulan Mei pun tiba. Baik Jimin maupun Jeno, keduanya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Meski begitu, mereka sesekali menyempatkan diri untuk bertemu dan melakukan apapun yang mereka inginkan.
Tidak jarang, kencan mereka berujung pada sebuah pertengkaran. Namun, semua pertengkaran tersebut akan berakhir setelah salah satu dari mereka mengaku salah dan meminta maaf. Di banyak kesempatan, Jimin-lah yang sering mengalah.
And as always, she's fine with it.
Pernah suatu ketika, Jimin membuat Jeno kesal karena sebuah game. Sebenarnya bukan hanya Jimin yang menyebalkan di sini. Jeno pun sama menyebalkannya.
Jika harus jujur, Jimin sangat membenci semua game yang ada di komputer dan ponsel Jeno. Meminta pria itu berhenti bermain game adalah hal yang hampir mustahil. Oleh karena itu, Jimin pun memakai cara lain.
"Katanya mau pergi?" Jeno berkacak pinggang melihat Jimin bergeming di sofa. Sejak datang dan menunggu Jeno bersiap-siap, gadis itu sudah sibuk dengan game di ponselnya.
"Yoo Jimin!" Jeno berdecak kesal karena sang kekasih mengacuhkannya.
"Sebentar. Sebentar lagi aku menang." Tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel, Jimin menjawab.
"Kau sudah bilang untuk yang kelima kalinya!" Jeno dengan kesal melempar dirinya di samping Jimin.
"Ssst! Jangan berisik."
Jeno yang cemberut, memperhatikan Jimin. Gadis itu sama sekali tak meliriknya. Ia pun menjatuhkan kepalanya di bahu Jimin―bermaksud mencari perhatian gadis itu. Namun, tak ada respons apapun yang didapatnya.
"Yoo Jimin." Jeno mengusak bahu Jimin dengan kepalanya.
"Yoo Jimin." Kali ini menusuk-nusuk pipi gadis itu.
"Yoo Jimin." Tak kehabisan akal, Jeno menancapkan dagu tajamnya di bahu Jimin. Jimin kesal setiap Jeno melakukannya. "Sakit tahu tidak?!" Begitu katanya.
"Yoo Jimiiiiin." Usil, Jeno memanggil kekasihnya tepat di samping telinganya.
"Apa, sih?!" Jimin mengusap sekilas telinganya yang geli. Suara bariton Jeno itu membuat Jimin bergidik.
Jeno pun menatap kesal karena Jimin tetap tak mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. Ia pun beranjak ke dapur untuk meneguk air dingin dengan rakus. Ia butuh itu untuk mendinginkan emosinya yang mulai tersulut.
Jeno mendudukkan dirinya di samping Jimin lagi, lantas memeluk kekasihnya dari samping, sengaja menancapkan lagi dagunya yang tajam di bahu Jimin.
"Yed! Jangan ganggu dulu!" Jimin pun berusaha melepaskan diri dari jangkauan Jeno.
Jeno mendengus tak percaya. Kesabarannya kini sudah habis, lantas merebut ponsel Jimin.
"LEE JENO! Apa yang kau lakukan?!" Jimin melotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
GORGEOUS
Любовные романы[SELESAI] Yoo Jimin sudah kehabisan cara untuk menaklukkan hati Jeno. Jika menjadi musuh banyak orang adalah satu-satu cara untuk mendapatkan perhatian pria itu, ia rela melakukannya. Apapun resikonya. Dengan segala kegilaannya, Yoo Jimin mengaku...