CHAPTER 38 | ONE OF THOSE DAYS

1K 117 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Malam itu, Jeno menginjakkan kakinya di unit apartemen Jimin. Teddy Bear dan mawar merah masih dalam dekapannya. Ia memencet tombol interkom dan menanti dengan gusar. Pikirannya masih berputar memikirkan perkataan Daeun. Tapi semua pemikiran itu musnah saat terdengar bunyi tuas pintu.

CEKLEK!

"Hai." Pria itu tersenyum menyambut Jimin.

"Lee Jeno?"

"Ini." Jeno mengulurkan untaian mawar merah dan Teddy Bear berwarna biru muda. "Kau tidak mau menerimanya?" Bibirnya maju, memperlihatkan wajah memelasnya.

"Lee Jeno ...." Jimin menghela napas.

"Tanganku mulai pegal. Kau mau membiarkanku begini sampai kapan?"

Beberapa detik kemudian, Jeno pun tersenyum saat hadiahnya berpindah tangan. "Kau menyukainya?"

Jimin hanya mengangguk kecil sambil menatap ratusan bunga mawar itu.

"Sekarang, boleh aku masuk?"

"Tapi―"

Jeno menerobos masuk tanpa peduli protes si empunya tempat. Ia berjalan menuju ruang TV dan berhenti. Matanya sedikit membulat melihat banyaknya tisu yang berserakan di lantai. Ia pun memutar badan, menghadap Jimin yang kini menunduk.

Tak ada hal lain yang ingin dilakukannya, selain menarik Jimin ke dalam dekapannya, membiarkan si gadis menjatuhkan boneka dan untaian bunganya. Dihirupnya aroma khas Jimin sebelum menghela napas panjang.

"Jangan menangis sendirian," gumam Jeno seraya mengeratkan pelukannya. Ia pun memberikan usapan lembut di kepala Jimin.

"Kau tidak boleh bersedih tanpaku. Bukankah kita sudah janji, tidak akan menyembunyikan apa pun? Beritahu aku kalau kau butuh pelukanku. Beritahu aku jika kau membutuhkan seseorang untuk menghapus air matamu."

Mendengar itu, Jimin pun menggigit bibirnya―mencegah air matanya menggenang untuk kesekian kalinya hari ini.

"Mana boleh aku terus-terusan egois?" ujar Jimin pelan dan bergetar.

"Kalau itu memang egois, aku akan jadi partner melakukan keegoisan itu." Jeno melonggarkan pelukannya, lalu menangkup wajah mungil Jimin dan menatap tepat di matanya. "Kau mau jadi partner keegoisanku?" lanjutnya.

Isak tangis Jimin pun mulai terdengar. Tangannya yang sedari tadi menggantung, perlahan menerima pria itu dalam pelukannya. Beberapa menit berikutnya, ia pun sukses membuat hoodie Jeno basah dengan air matanya.

Jeno tak akan protes sedikit pun. Bahkan jika Jimin mengelapkan ingusnya ke hoodie favoritnya sekalipun. Didekapnya gadis itu dengan erat. Bibirnya sesekali membisikkan kata-kata manis.

"Kau gadis yang kuat."

"Aku bangga padamu."

"Kau tidak sendirian."

GORGEOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang