CHAPTER 41 | WHAT IF

1.3K 136 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Musim dingin tahun itu tiba. Dari langit yang pekat, kristal salju turun dengan cukup lebat.

Jeno mengulurkan tangannya yang memerah, ingin menyentuh salju sebelum tersentuh tanah dengan telapak tangannya yang telanjang. Senyum di bibirnya melebar kala melihat kedatangan seseorang. Bermusim-musim telah mereka lalui bersama, tapi degup jantungnya untuk orang itu masih saja sama―memompa aliran darahnya lebih deras.

"Kenapa menjemputku di sini? Aku kan bisa pulang sendiri."

Mendengar suara merdu itu, Jeno tersenyum semakin lebar. Pipinya terasa pegal karena efek yang gadis itu berikan padanya. "Ingin melihatmu lebih cepat." Pria itu mengulurkan tangannya.

Si gadis tersenyum dan menyambut uluran tangan tersebut. Lalu, keduanya menyusuri jalan setapak yang mulai tertutup salju pertama tahun itu.

"Bagaimana hari pertamamu?" Jeno melirik kekasihnya.

"Tidak tahu." Si gadis menghela napas kecil. Bibirnya sedikit maju. "Aku sudah membuat kesalahan di hari pertamaku bekerja."

Jeno meremas tangan kekasihnya. "Setidaknya kau sudah berusaha melakukan yang terbaik."

"Ah ... tidak tahu. Siap-siap saja kalau aku harus mengepak barang-barang yang baru kuletakkan di meja tadi pagi."

Jeno terkekeh. "Baguslah."

"Apa?!" Si gadis mendelik. "Apanya yang bagus?"

"Tidak ada alasan lagi untuk menolak lamaranku."

Si gadis berdecih, lalu memeluk lengan kekasihnya. "Aku juga ingin jadi wanita keren seperti teman-temanku. Biar mereka tahu, Yoo Jimin juga bisa sukses dengan rancangan busananya."

"Tidak perlu menjadi hebat di mata orang lain. Kau sudah hebat di mataku. Bukankah itu sudah cukup?"

Senyum kecil Jimin―gadis itu―tersemat. "Benar juga. Kalau dipikir-pikir, aku memang terlalu hebat untukmu."

Jeno sekali lagi berdecih. Ia melepaskan tautan tangan mereka, lalu berganti memeluk pinggang kekasihnya.

"Bagaimana denganmu? Sudah berbaikan dengan kakakmu?" tanya Jimin.

"Belum," jawab Jeno singkat.

"Ya Tuhan. Mau sampai kapan kalian bertengkar seperti anak kecil?"

"Aku tidak akan marah kalau dia bilang padaku. Kau tahu sendiri, aku paling tidak suka jika ada yang menyentuh Chuncu tanpa seizinku. Dan dia berani-beraninya membuat Chuncu lecet!"

"Sudah?" tanya Jimin.

"Sud―AWW! Sayang?!" jerit Jeno. "Kenapa mencubitku?!"

"Bersyukurlah bukan kakakmu yang terluka." Jimin menggeleng. "Adik macam apa yang lebih peduli jika mobilnya lecet dibandingkan kakak kandungnya?"

GORGEOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang